Hai, dikau sudah lama tak bertemu. Pertama kali saat ku bertemu denganmu, di lorong panjang sekolah, dengan seragam biru kotak-kotak, berkaus kaki panjang, ikhlas untuk datang lebih pagi, menunggu dan mengintip di balik pintu kelas dengan jantung yang berdegup kencang. Demimu, yang kusadari telah membuatku jatuh begitu dalam.
1. Gerak-gerik apa adanya, wujud dirimu, buat ku terpana, terkagum lalu terpelanting jatuh ke dalam ”cinta”
Kau masih sama, tak pernah datang terlambat. Ilmu adalah hal yang utama. Cita-cita dikait setinggi langit, usaha tak berbatas langit. Ingat saat itu sungguh pintar dirimu dalam les bahasa asing yang kita jalani dalam satu kelas. Walau hanya melihat dari kejauhan, tapi terima kasih telah memberiku kesempatan untuk mengagumi. Walau hanya punggung semata.
2. Sekali lagi, aku hanya pengagum yang bahagia, dari hal sederhana yang hanya berupa pandang mata.
Ku masih ingat hujan turun deras kala itu. Walau temanmu yang meminta untuk seatap payung denganku, hujan itu adalah momen laksana daun mapel berguguran di musim gugur kesukaanku.
Mungkin dikau menyadari keberadaanku. Beberapa kali, kita berpandang mata dan merasakan kehadiran masing-masing dari kejauhan. Hingga muncul serpih naluri. Mungkin, ada kesempatan untuk mengisi hatimu.
3.Tak cantik, tak populer, dinding pengrusak atas kepercayaan diri untuk dapat memilikimu
Banyak pengagummu bilang, kau menyukai seorang perempuan cukup lama. Perasaan yang dipendam untuk perempuan yang menurutku paling beruntung di dunia ini. Logika berkata, tak ada alasan untuk tersakiti. Tapi hatiku terasa tersabit, tak dapat menyangkal naluri itu hanya khayalan.
Ku coba tuk berkaca, ku coba untuk mengusap mata, menyadari tak sempurnalah diri ini. Tak eloklah diri ini, tak pintar lah diri ini. Hingga aku menghakimi diri bahwa aku bukanlah perempuan yang tepat.
4. Masa itu memang luntur dimakan waktu, tapi tidak rinduku, pengagummu
Danaunya begitu tenang saat itu, mentari membias lurus searah dengan angin yang menemaniku melangkah menuju perpustakaan kesukaanku. Dan di situlah kita kembali bertemu.
Hai, dirimu yang selalu ku rindukan walau hanya bayangnya saja. Hai dirimu yang telah memiliki tulang rusuk, yang kau tatap dengan mesranya. Walau tak bersapa, tapi terima kasih atas tatapan seakan mengingat kita pernah berkenalan dan menjalani waktu di satu masa.
Hai, dirimu yang tak dapat ku tangkap dan tak dapat ku ungkap.
Mau ikut kompetisi menulis artikel surat terbuka dan dimuat di Popbela seperti ini? Baca ketentuannya di bawah ini.