Djajadi Djaja menjadi sosok yang belakangan ini mencuri perhatian publik, akibat terkuaknya sejarah kudeta produk Indomie yang ternyata dulu adalah miliknya. Diketahui kalau masalah sengit tersebut, sempat melibatkan Djajadi Djaja dan Salim Group (pemilik PT Indofood saat ini) hingga ke meja hijau.
Menurut informasi, Djajadi Djaja didepak dari kepemilikannya di PT Indofood karena permasalahan internal keuangan. Namun, ia tak pantang menyerah dan merintis kembali bisnis mi instan berupa merek Mie Gaga.
Agar berita di media sosial tidak semakin menjadi bola panas, kiranya muncul pernyataan dari Djajadi Djaja yang notabene kini sebagai pemilik PT Jakarana Tama di akun Instagram @gaga100extrapedas.
“Djajadi Djaja dan PT Jakarana Tama tidak pernah membuat, menyuruh membuat, menyebarkan, atau menjadi narasumber ataupun memberikan tanggapan apapun sehubungan dengan berita-berita yang telah dibuat, dan kami tidak bertanggung jawab terhadap isi atau pemberitaan dalam konten yang diunggah tersebut,” tulis keterangan Djajadi Djaja di unggahan Instagram @gaga100extrapedas, pada Jumat (25/08/2023).
Melihat bagaimana kabar yang beredar, ternyata kisah perjuangan Djajadi Djaja mampu menarik simpati masyarakat. Lantas, seperti apa sosok Djajadi Djaja yang sekarang dikenal sebagai pemilik Mie Gaga? Informasi lengkapnya, simak dalam artikel berikut ini, Bela.
Kepopuleran Djajadi Djaja di industri mi instan
Pria bernama lengkap Djajadi Djaja Chow Ming Hua ini, berkewarganegaraan Indonesia yang lahir pada tahun 1941. Namanya menjadi pengusaha sekaligus sosok penting di dunia industri mi instan di Tanah Air.
Djajadi Djaja terpantau mengawali bisnisnya pada 1959 bersama dengan teman sekolah menengah atasnya. Saat itu, ia mendirikan firma FA Djangkar Djati yang merupakan perusahaan di bidang penyaluran barang.
Pencetus produk mi instan Indomie
Kemudian pada 1964, Djajadi bersama dengan empat temannya, yaitu Chow Ming Hua, Wahyu Tjuandi, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma, mencoba peruntungan dalam bisnis lain. Bisnis tersebut bernama Sanmaru Food Manufacturing. Di sini, Djajadi kemudian menjabat sebagai direktur perusahaan tersebut dari 1971 hingga 1978.
Barulah, melalui kehadiran Sanmaru Food Manufacturing, Djajadi Djaya dan rekan-rekannya mulai memproduksi mi instan yang dikenal sebagai Indonesia Mie atau Indomie pada 1982 hingga 1983. Perusahaan tersebut berhasil mengirimkan produknya ke berbagai negara, termasuk Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, beberapa negara di Eropa, Amerika, dan Australia.
Bagi saham Djajadi Djaja dengan Salim Group
Menginjak tahun 1984, Djajadi dan rekan-rekannya menjalin kerja sama dengan Sudono Salim untuk mendirikan PT Indofood Interna. Dari kerjasama tersebut, mereka menerima tawaran dari Salim Group untuk mentransfer kepemilikan Indomie.
Salim Group didirikan oleh Liem Sioe Liong dan memiliki PT Lima Satu Sankyu serta PT Sarimi Asli Jaya. Mereka menciptakan merek mi Sarimi dan Supermi pada tahun 1968. Selain itu, Salim Group juga memiliki bisnis tepung terigu melalui Bogasari.
PT Indofood Eterna hasil kerja sama antara Salim dan Djaja kemudian dipimpin oleh Hendy Rusli yang merupakan orang dekat Djajadi. Dengan berdirinya perusahaan ini, juga turut menyatukan merek Indomie dan Supermi dalam satu entitas. Saham PT Indofood Eterna kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu 57,5 persen saham dimiliki oleh Djajadi dan rekan-rekannya, sedangkan 42,5 persen saham dimiliki oleh Salim Group.
Djajadi Djaja didepak dari Indofood
Walaupun memiliki porsi saham yang lebih besar, namun siapa sangka pada 1993, Djajadi Djaja didepak dari Indomie karena adanya masalah keuangan. Akibatnya, kepemilikan Indofood sepenuhnya beralih ke Salim Group.
Pada tahun 1994, PT Indofood Interna dan PT Sanmaru digabungkan menjadi perusahaan baru, yaitu PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Kemudian, sejak tahun 2009, produksinya dialihkan ke anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Meski demikian, Djajadi Djaja tetap berusaha mempertahankan haknya. Pada 17 Desember 1998, Djajadi mengajukan gugatan hukum terhadap Indofood. Ia merasa telah dipaksa untuk menjual sahamnya dan mereknya di PT Indofood Interna dengan harga yang tidak adil.
Djajadi juga menuduh bahwa Salim telah melakukan manipulasi terhadap kepemilikan sahamnya sehingga sahamnya semakin berkurang. Saat itu, ia mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp620 miliar. Akan tetapi, Djajadi kalah dalam proses banding di Mahkamah Agung, hingga akhirnya tidak bisa memenangkan kasus tersebut.
Djajadi Djaja bangkit dengan bisnis Mie Gaga
Usai menelan kekalahan dari Salim Group, Djajadi Djaja kembali merintis karier bisnisnya melalui PT Jakarana Tama, yang juga bergerak sebagai produsen mi instan. Mengutip laman Gaga Food, PT Jakarana Tama didirikan pada tanggal 20 Juni 1980 sesuai dengan Akta Notaris Kusmulayanto Ongko, SH No. 107, dan beroperasi sebagai perusahaan distribusi regional di Medan, Sumatra Utara.
Bisnis utama perusahaan ini berfokus pada produksi mi instan, makanan kaleng, sosis siap makan, dan bumbu penyedap. Salah satu produk andalan dari perusahaan yang dimiliki oleh Djajadi Djaja adalah mi instan dengan merek Gaga. Selain itu, PT Jakarana Tama juga memiliki beberapa merek lain seperti "100", "1000", Mie Gepeng, Mie Telor A1, Otak-Otak, dan Sosis Loncat.
Bila melihat perjalanan kariernya, Djajadi Djaja menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Jakarana Tama dari tahun 1991 hingga 2006. Setelah itu, sejak tahun 2006, ia menjadi Komisaris PT Jakarana Tama, Ekahadi Djaja sebagai Presiden Direktur, serta, Mulyadi Djaja menduduki posisi Direktur.
Itulah informasi mengenai Djajadi Djaja yang menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Akibat terkuaknya kabar tersebut, warganet kini terlihat banyak membandingkan citarasa dari Indomie dengan Mie Gaga. Kalau kamu sendiri lebih suka mi instan yang mana, Bela?