Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam, Apakah Diperbolehkan?

Temukan jawabannya di sini!

Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam, Apakah Diperbolehkan?

Hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam masih sering dipertanyakan. Hal ini karena di Indonesia setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Pada momen tersebut, biasanya seorang anak akan memberikan hadiah atau kejutan untuk sang ibu. 

Di Indonesia, Hari Ibu diperingati untuk menambahkan kesadaran untuk mengenang dan menghargai perjuangan para perempuan di Indonesia. Hari Ibu juga menandai semangat perempuan dalam Kongres Perempuan pertama tanggal 22-26 Desember 1928 di Yogyakarta. 

Namun, bagaimana hukumnya dalam Islam? Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap perayaan ini? Simak jawabannya di bawah ini. 

1. Berbakti kepada Ibu dalam Islam

Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam, Apakah Diperbolehkan?

Berbakti kepada orang tua memang sudah dianjurkan dalam Islam, terutama kepada ibu. Besarnya jasa ibu dalam merawat anak-anaknya membuat bakti kepada Ibu didahulukan daripada bakti kepada seorang ayah. 

Hal itu terdapat dalam Hadis Bukhari dan Muslim berikut ini. 

اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi’, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).

Namun, apakah perlu Hari Ibu diperingati setiap satu kali dalam setahun? Para ulama berbeda pendapat mengenai Hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam. Supaya semakin jelas, simak hukum Hari Ibu menurut para ulama. 

2. Hukum Hari Ibu menurut ulama Mesir

Hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam ada beberapa perbedaan di kalangan ulama. Sebagian ulama yakni Syeikh Syauqi Allam, Syeikh Ali Jum'ah, Syeikh Abdul Fattah Asyur, Syekh Muhammad Ismail Bakar, dan Lembaga Fatwa Mesir mengatakan peringatan Hari Ibu diperbolehkan. 

Mereka berpegangan bahwa peringatan tersebut merupakan salah satu bentuk perbuatan baik untuk orang tua. Hal itu seperti pada perintah untuk berbuat baik kepada orang tua di QS Al Isra ayat 23 berikut. 

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra’: 23).

Selain itu, peringatan Hari Ibu menurut mereka juga merupakan salah satu bentuk bersyukur. Seperti pada firman Allah SWT dalam QS Al-Luqman ayat 14 berikut. 

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ 

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS Luqman: 14).

Para ulama yang memperbolehkan ini berpendapat bahwa memberikan hadiah, membebastugaskan ibu dari tugas domestik merupakan adat atau tradisi, bukan ibadah. Mereka menganggap hal itu bukan termasuk bid'ah, karena bid'ah merupakan urusan ibadah. 

3. Hukum Hari Ibu menurut ulama Arab Saudi

Mengenai hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam, Fatwa Lajnah Ad-Daimah atau MUI di Arab Saudi menjawab seperti berikut. 

"Tidak boleh mengadakan peringatan yang dinamakan dengan peringatan Hari Ibu, dan tidak boleh juga memperingati perayaan peringatan tahunan yang dibuat-buat (tidak ada tuntunannya dalam al-Qur’an dan As-sunnah, karena perayaan (ied) tahunan yang diperbolehkan dalam Islam hanya Idul Fitri dan Idul Adha."

Hal itu diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad SAW, 

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

Artinya: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan itu tertolak”

Nabi Muhammad SAW dan para sahabat juga tidak pernah melakukan perayaan ini. Fatwa Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi menyatakan perayaan ini diada-adakan dan menyerupai orang kafir. 

Akan tetapi, hal itu bukan berarti bahwa Islam tidak memuliakan Ibu. Justru, Islam sangat memuliakannya sehingga Ibu berhak dihormati setiap hari dan bukan satu hari saja. 

4. Hukum Hari Ibu menurut Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin

Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin juga berpendapat mengenai hukum Hari Ibu seperti berikut. 

“Seorang ibu lebih berhak untuk senantiasa dihormati sepanjang tahun, daripada hanya satu hari saja, bahkan seorang ibu mempunyai hak terhadap anak-anaknya untuk dijaga dan dihormati serta ditaati selama bukan dalam kemaksiatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, di setiap waktu dan tempat” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il no. 535 2/302, Darul wathan, 1413 H, Asy Syamilah).

Beliau berpendapat bahwa semua perayaan yang bertentangan dengan hari raya yang disyariatkan adalah bid'ah dan tidak pernah dikenal pada masa Rasul. Sebab, bisa jadi perayaan tersebut bermula dari peringatan nonmuslim. 

Maka, di samping bid'ah, peringatan semacam itu bisa berarti menyerupai musuh-musuh Allah SWT. Sementara hari raya yang disyariatkan oleh kaum muslim adalah Idul Fitri dan Idul Adha. 

Oleh karena itu, Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin berpendapat tidak boleh merayakan Hari Ibu dan tidak boleh mengadakan sesuatu yang menunjukkan simbol perayaannya. 

5. Kesimpulan

Dari berbagai pendapat mengenai hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Kamu boleh mempercayai salah satu fatwa ulama di atas. 

Jika kamu memilih untuk merayakan Hari Ibu, maka jangan sampai perayaan tersebut menyimpang dari ajaran Islam. Sementara jika tidak merayakan, maka muliakanlah ibumu setiap harinya seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT. 

Demikian hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam yang perlu kamu ketahui. Kini, kamu tidak perlu bingung lagi apakah perlu merayakannya atau tidak ya, Bela!

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved