Bagaimana jadinya kalau seorang Gen Z dan seorang millennial berada di festival musik band 2000-an, di mana menjadi tempat berkumpulnya para Gen X dan Millennial?
Sebagai early Gen Z, untungnya merasa cukup familiar dengan gaya musik dan beberapa lagu yang sempat hits ketika masih berumur belia. I would say thank you very much to my parents and older siblings, yang sudah memaparkannya sejak dini tentang bagaimana selera musik apik di era muda mereka. Sementara bagi sosok millennial, akhirnya bisa kembali mendatangi festival with more familiar faces from the good ol' days.
Kali ini, Popbela berkesempatan untuk mendatangi sebuah acara yang menghadirkan band-band ternama di tahun 2000-an, baik dari lokal maupun internasional. Di tengah lautan muda-mudi, saya pun menjelajahi Gambir Expo Kemayoran, Jakarta dan mengisi waktu weekend di akhir bulan lewat Everblast Festival 2024 yang diadakan oleh Akselerasi Entertainment.
Diselenggarakan pada 30 November 2024, kala itu cuaca cukup panas di sore hari dan untungnya, lalu lintas tetap berjalan lancar. Sesampainya di sana, kami juga harus berjalan kaki untuk memasuki venue, menerpa terik matahari yang menyilaukan mata, tetapi itu tidak menghentikan keinginan untuk segera menginjakkan kaki di Everblast Festival 2024.
Everblast Festival pada tahun ini menjadi pengalaman menarik sekaligus menyenangkan bagi Popbela. Ingin tahu bagaimana keseruan dan kemeriahan yang kami rasakan dari festival musik ini? Yuk, simak selengkapnya dalam artikel ini, ya!
Alunan indie-rock dari Efek Rumah Kaca yang menghidupkan langit sore
Di tengah teriknya matahari saat sekitar pukul empat sore, kami beranjak ke panggung utama Everblast Festival sembari menunggu kehadiran sebuah band lokal yang beraliran indie-rock itu. Sesaat permainan drum dan gitar mulai mengalir lembut, Efek Rumah Kaca mengawali penampilan di hadapan para penonton dengan salah satu lagu dari album Rimpang, yakni "Fun Kaya Fun".
Sang vokalis, Cholil Mahmud, juga tak kalah gentar memberikan semangat sekaligus menyambut kepada penonton, "Panas-panas-an gapapa, ya, teman-teman. Yang penting kita bisa kumpul bareng, kapan lagi nonton festival yang ada 311, Sleeping with Sirens, dan Two Doors Cinema Club."
Kemudian, Efek Rumah Kaca kembali melanjutkan penampilannya sembari membawakan beberapa lagu terbaik mereka, seperti "Balerina", "Desember", "Heroik", hingga "Sebelah Mata". Mereka seolah menciptakan suasana yang mengundang ketenangan, mengimbangi hiruk pikuk sore hari yang padat.
Seiring berjalannya waktu sembari menikmati lantunan musik, tak terasa langit sore yang sebelumnya panas, kini berubah menjadi cerah berawan. Keringat sempat mengucur, akan tetapi angin semilir yang menerpa diri cukup memberikan rasa sejuk saat itu. Suasananya kian mendukung seraya Efek Rumah Kaca memainkan lagu penutupnya, "Manifesto", membuat saya diam termenung lantaran menyimak lirik puitisnya.
"Terima kasih, teman-teman. Semoga bisa ketemu lagi di tahun depan," tutur akhir sang vokalis, kemudian melemparkan topi putihnya sebagai kenangan untuk salah satu penonton.
Keajaiban malam dimulai dengan bernostalgia irama energik dari Nidji
"Selamat malam, Jakarta!"
Begitulah sapaan dari Nidji, bersamaan dengan permainan lampu panggung, memancarkan energi yang menyelimuti seluruh venue BRI Stage. Mereka membuka penampilan mereka dengan "Disco Lazy Time", mengajak para penonton tak bisa diam dengan menghentakkan lantai dengan musik penuh semangat itu.
Suasana semakin meriah saat lagu "Child" dimainkan, melantunkan nostalgia sehingga para penonton ikut bernyanyi bersama dengan liriknya yang menyentuh. Bahkan, ketika intro dari "Heaven" bergema, ribuan suara ikut menyanyikan setiap baitnya dengan emosi mendalam.
Ubay, yang menjadi vokalis baru Nidji, turut sukses memeriahkan penampilan dengan beragam improvisasi terbaiknya. Di kesempatan yang sama, ia juga memperkenalkan kembali bandnya di hadapan penonton.
"Halo, kami dari Nidji. Kami berumur hampir 23 tahun, dan sebentar lagi menjadi 24 tahun. Terima kasih untuk kalian, yang sudah berdiri di depan kami," ujar Ubay.
Kemudian, lantunan khas dari alat musik marimba dari sang synthesizer, yang memberikan kesan keindahan pantai dan laut. Tak lama kemudian, Nidji memainkan "Laskar Pelangi" dengan pembawaan nuansa magis, membuat suasana menjadi penuh haru dan kebanggan.
Sebagai penutup, mereka mempersembahkan "Hapus Aku", dengan melodi mendayu yang mengakhiri penampilan malam itu dengan euforia penonton makin menggebu. Layaknya encore, Nidji membawakan lagu tersebut hingga dua kali, seakan mengejutkan penikmat musiknya yang masih kurang puas.
Saat musik berakhir, tepuk tangan para penonton menyemarak venue BRI Stage, dan penampilan Nidji kala itu meninggalkan kenangan yang akan terus terngiang di hati.
"Thank you for Everblast!" ujar sang vokalis.
Nostalgia Generasi X dan Millennial bersama 311
Sebagian penonton 311 yang kami tanya satu persatu, memiliki ritual yang sama sebelum menonton konser. Yaitu, tidur siang. Dari ritual tersebut, sudah langsung ketahuan siapa penonton terbesar band asal Nebraska, Amerika Serikat tersebut. Masih terlihat sangat fit, Nick Hexum selaku vokalis dan gitaris, menyambut penonton dengan berbalut kaus putih dan celana jeans biru. Lelaki 54 tahun tersebut memang terkenal menjaga kebugaran tubuhnya sehingga tetap terlihat berotot.
311 membuka penampilan dengan lagu dari album tahun 1999 bertajuk Soundsystem, lewat "Come Original", "Love Song" dari album 50 First Dates dan "Sunset in July" dari album Universal Pulse.
Ini bukan kali pertama 311 mampir ke Jakarta. Sebelumnya di tahun 2010, Java Musikindo membawa band yang sudah berdiri sejak tahun 1988 itu, untuk melakukan konser tunggal. Sehingga, tidak heran jika band ini cukup familiar dengan kultur Indonesia.
Doug "SA" Martinez yang berperan sebagai vokal dan DJ, menghargai apresiasi fanbase 311 di Indonesia dengan mengenakan jersey basket bertuliskan namanya (Martinez) dan 311 Indonesia. Di sesi kedua, Nick juga melakukan hal serupa. Tentu saja untuk menambah apresiasi terhadap penggemar, lagu "Amber" dari album Chaos (2001) dibawakan. Tidak ketinggalan, 311 mendedikasikan lagu penutup "Down" yang katanya, "to all old school 311 fans."
High-octane bersama Sleeping with Sirens
Semilir udara sedikit dingin mulai berhembus, menandakan ada tanda-tanda hujan akan datang. Namun menurut pengunjung yang kami jumpai, kami harus menantikan performance Sleeping with Sirens. Sebuah band rock-emo yang mengingatkan generasi millennial akan Saosin. Tentu saja generasi ini tidak akan lepas dari era emo yang memang pada periode 2003 hingga 2010, cukup merajai charts musik dan laman MySpace kala itu.
Ternyata benar saja. Dengan vokal yang cukup cempreng namun tetap masuk dalam kategori enak didengar, Kellin Quinn (vokalis) menggiring penonton lewat tiga lagu high-octane. Mulai dari "Break Me Down", "Kick Me" serta "Leave It All Behind", membuat kami berdecak kagum dengan energi band asal Orlando, Florida tersebut.
"Kami (Sleeping With Sirens) mendengar kalian (para penggemar), makanya kami kembali (ke Indonesia)," ucap Kellin di sela penampilan. Sebelumnya mereka sempat manggung di Atomic Fest, Jakarta pada tahun 2013.
Mengingat jadwal The Let’s Cheers To This Tour di Amerika di bulan September dan Oktober lalu, terjual habis, tampaknya pamor band ini belum ada tanda menyurut. Pantas saja kerinduan para penggemar juga tetap membara. Terlihat dari beberapa kali terbentuk mosh pit mulai dari lagu ketiga, hingga beberapa nomor berikutnya. Seperti "Go Go Go" dan "Crosses", sampai menutup penampilan lewat lagu "If You Can't Hang".
Gerimis tak mematahkan semangat penonton untuk Two Door Cinema Club
Akhirnya, kami bertahan hingga di penghujung Everblast Festival 2024. Malam hampir larut, gerimis pun turun lembut seakan menjadi irama latar dan keberkahan tersendiri. Sungguh takjub melihat beberapa penonton yang sudah stand by di dekat barikade panggung, tak ada satu pun dari mereka bergeming.
Seketika, Two Door Cinema Club naik ke panggung dengan energi tak terbendung, membuka malam dengan "This is The Life" yang langsung menggetarkan suasana. Penonton pun ikut bernyanyi dan bersenandung, dengan jas hujan warna-warni dan senyum tak lekang. Bagaimana tidak, band asal Irlandia ini kembali mengobati kerinduan penggemarnya setelah 13 tahun lamanya!
Ketika intro "I Can Talk" mengalun, sontak para penonton histeris dengan pilihan lagu tersebut. Gerimis hujan pun terasa seperti bagian dari ritme sehingga menciptakan harmoni yang unik. Tanpa jeda, Two Door Cinema Club menyambungnya dengan lagu "Sleep Alone" yang seakan memberi ruang untuk menikmati malam yang basah dan menyenangkan.
"Good evening, Jakarta. How are you doing?" sapa Alex Trimble selaku sang vokalis. "We're so happy to be back here!"
Last but not the least, Two Door Cinema Club menutup serangkaian penampilan mereka di penghujung acara dengan lagu hits-nya, "What You Know". Semua penonton bersorak sorai menyanyikan liriknya sembari semua tangan terangkat tinggi. Sorotan hangat dari lampu panggung menciptakan kemeriahan yang menakjubkan.
Itulah pengalaman menarik sekaligus menyenangkan dari Popbela di Everblast Festival 2024. Bagaimana dengan versimu, Bela?
Penulis: Evelyn Anggraini & Ayu Utami