Dengan pengikut 2,8 juta di TikTok, Sonia Basil berhasil menjadi kreator konten yang digemari sekaligus disegani lewat konten pembuatan kuenya. Menghasilkan video-video menghibur dan mengedukasi secara berkelas, pemilik Cakeology.jkt ini berada di jajaran sosok muda berpengaruh masa kini.
Menggunakan media sosial sebagai salah satu cara mempromosikan usahanya lewat cerita-cerita di balik layar, tentu mendatangkan beragam komentar dari pengikutnya. Dari mulai dukungan, kritikan hingga yang merasa tepat untuk mendikte, ia lahap dan ladeni dengan sopan.
Hal ini termasuk penampilan. Meski tidak menyajikan konten kecantikan, namun tak dipungkiri secara visual, Sonia tampak seperti chef rupawan yang tidak hanya mengundang kagum, namun juga rasa iri. Di sinilah ia berbicara mengenai standar kecantikan kepada Popbela.
Salah dan benar standar kecantikan
Coat dress ruffle Major Minor, aksesori milik stylist
Akan hadir sebagai salah satu pembicara bersama Sang Kakak, Christie Basil, di Indonesia Millennial and Gen-Z Summit pada Kamis-Jumat (29-30/09/2022), Sonia berbincang singkat dengan Popbela mengenai standar kecantikan.
Jika secara teori, standar kecantikan memang terpengaruh oleh kultur budaya pada waktu tertentu, apakah beauty standards salah? Dan menurut kamu, apa yang bisa disebut sebagai toxic beauty standards?
"Salah atau benar itu subjektif. Namun satu hal yang pasti, manusia itu mahluk sosial yang berarti untuk menjalankan kehidupan sehari - hari, pastinya tidak bisa hidup sendiri dan cenderung melihat kepada figur otoritas (figur panutan). That’s why secara tidak langsung, kultur budaya yang diterapkan secara turun menurun akan memengaruhi bagaimana suatu komunitas menentukan standar kecantikannya," kata Sonia.
Menurutnya, satu kultur dan yang lainnya pasti memiliki perbedaan dalam menentukan standar kecantikan. Perbedaan ini yang membuat kita terkadang dengan mudahnya memberikan pernyataan benar atau salah, tergantung dari sudut pandang kultur kita.
"Yang terpenting adalah melihat tujuan dari adanya beauty standard tersebut. Jika itu sesuatu yang bisa membuat kita menjadi lebih aware dengan kelebihan kita dan menjadi lebih percaya diri, beauty standard ini menjadi sesuatu yang positive, tapi ketika ini menjadi alasan untuk seseorang membandingkan kekurangannya dengan kelebihan orang lain, beauty standard ini akan berubah menjadi sesuatu yang dianggap toxic," imbuh perempuan kelahiran 23 Juli 1996 tersebut.
Apakah media sosial memiliki korelasi terhadap standar kecantikan? Jika iya, seberapa
berpengaruhnya hal tersebut?
Selama menjadi sosok yang berpengaruh di media sosial, Sonia berpendapat bahwa secara tidak langsung, figur - figur otoritas dalam media sosial ini memiliki suara untuk didengar, bahkan menciptakan beauty standard versinya masing - masing.
"Seseorang bisa dikatakan sebagai influencer/ KOL (key opinion leader), ketika orang tersebut berhasil untuk menggiring orang - orang agar sependapat terhadap opininya. That’s why social media memegang peranan penting dalam terciptanya beauty standard di tengah - tengah masyarakat," jelasnya.
Menelaah standar kecantikan
Coat dress ruffle Major Minor, aksesori milik stylist, sepatu pump Clarks
Beauty standards biasanya bergeser sesuai pergantian zaman. Lalu standar kecantikan seperti apa yang baik dan patut dipertahankan? Perempuan lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan (STP PH) tahun 2017 jurusan perhotelan ini menjawab; "There’s no such thing as 'standard'," katanya. "Balik lagi ke diri kita masing - masing. Yang terpenting itu fokus kepada apa yang membuat kita menjadi pribadi yang positif and grow to be a better person everyday."
Lebih lanjut, Popbela bertanya bagaimana cara dirinya bisa melalui standar kecantikan yang toxic, karena bagaimana jika standar kecantikan tersebut malah menjadi bumerang dan cenderung toxic?
"Embrace yourself, aware bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing - masing. Kekurangan itu bukan sesuatu hal yang negatif, melainkan kesempatan bagi kita untuk belajar lagi, sehingga kita bisa meningkatkan potensi diri. Aware untuk memfilter apa yang kita konsumsi sehari - hari dari social media, dan fokus kepada
beauty standard mana yang align dengan padangan kita, yang membuat kita menjadi lebih
positif, serta percaya diri," tutupnya.
Photographer: Andre Wiredja
Fashion Editor: Michael Richards
Stylist: tbmyudi
Asst. Stylist: Hafidhza Putri Andiza
Beauty Editor: Jennifer Alexis
Makeup Artist: Salya Benaza
Hair Stylist: Aloy
Wardrobe: Coat dress ruffle Major Minor, aksesori milik stylist, sepatu pump Clarks
Interview: Ayu Utami