Film tentang keluarga tak pernah gagal membuat para penonton meneteskan air mata. Drama keluarga biasanya memiliki cerita yang cukup related dengan kehidupan sehari-hari. Di bulan Mei 2025 mendatang, ada film drama keluarga yang akan tayang di bioskop, yaitu Mungkin Kita Perlu Waktu.
Film ini merupakan karya sutradara, Teddy Soeriaatmadja, yang dipersembahkan oleh Kathanika Films, Karuna Pictures, dan Adhya Pictures. Mengangkat kisah keluarga hingga mental issue, Mungkin Kita Perlu Waktu akan dibintangi oleh Lukman Sardi, Sha Ine Febryanti, Bima Azriel, Tissa Biani, Asri Welas, dan Naura Hakim.
Penasaran dengan ceritanya? Berikut 5 fakta dan sinopsis film Mungkin Kita Perlu Waktu yang akan tayang.
1. Sinopsis Mungkin Kita Perlu Waktu
Film Mungkin Kita Perlu Waktu menceritakan kisah Ombak (Bima Azriel) yang merasa bersalah atas kepergian kakaknya, Sara (Naura Hakim). Tak hanya Ombak, Restu (Lukman Sardi) dan Kasih (Sha Ine Febriyanti) sebagai orang tua pun menanggung kesedihan serupa karena kehilangan seorang putri.
Restu memilih menyembunyikan kesedihannya setelah kepergian putrinya demi keluarga yang masih hidup. Sementara, Kasih memilih umrah sebagai cara untuk menenangkan hati dan pikirannya yang dirundung kesedihan.
Ombak kerap mengalami serangan kecemasan dan merupakan penyintas bunuh diri. Di tengah keluarga yang bergelut dengan kesedihan, Ombak berjuang untuk bangkit kembali dengan bantuan Aleiqa (Tissa Biani), seorang gadis penyandang bipolar yang ia temui. Sayangnya, hubungan mereka terhambat masalah komunikasi sehingga menjadikan mereka terlibat masalah yang bisa meledak kapan saja layaknya bom waktu.
2. Trauma yang berdampak pada komunikasi
Kepergian Sara membuat keluarganya mengalami duka yang mendalam, termasuk untuk Ombak. Ia merupakan remaja yang cukup sensitif terhadap orang-orang dan semenjak kejadian yang menimpa keluarganya itu, ia menjadi merasa sangat bersalah dan mengalami trauma. Keluarganya pun secara tidak langsung ikut menyalahkannya.
Ombak merasa dia tidak bisa berkomunikasi dengan baik, terutama dengan keluarganya. Ia menjalani hari-harinya dengan memikul beban seperti itu yang membuat kesehariannya berubah.
3. Keluarga bahagia yang akhirnya memiliki grieving issue
Keluarga Ombak tadinya merupakan keluarga yang bahagia dan berubah menjadi keluarga yang memiliki grievieng issue atau masalah kesedihan setelah kehilangan seseorang. Film ini akan memperlihatkan bagaimana Ombak, Restu, dan Kasih menghadapi kepergian orang tercinta yang akhirnya menimbulkan trauma, di mana mereka masing-masing punya cara untuk menyelesaikannya dengan sudut pandang yang berbeda.
"Keluarga yang tadinya bahagia ini jadi kehilangan fungsinya sebagai diri masing-masing di keluarga. Akhirnya pelan-pelan mengerogoti, tampaknya baik-baik aja, tenang, tapi sebenarnya di dalamnya itu ada sesuatu yang sulit untuk dilampaui oleh masing-masing. Film ini adalah proses bagaimana mereka bisa melampaui trauma ini," kata Sha Ine saat wawancara eksklusif dengan Popbela.
4. Perlihatkan stages of grief
Masih dengan bincang-bincang dengan Sha Ine dan Bima Azriel bersama Popbela, Sha Ine menngungkapkan bahwa film ini menampilkan tentang konsep stages of grief. Di filmnya, karakternya yang berperan sebagai Kasih atau sang ibu berada di tahap anger, sedangkan Restu, sang ayah, berada di tahap denial, dan Ombak sebagai anak bungsu berada di tahap depression.
Mereka pun berusaha untuk mendalami karakter dengan banyak diskusi dengan sang sutradara, membaca dan membeda skripnya, meriset tentang grieving stages tersebut, hingga berdiskusi dengan kerabat atau sahabat yang pernah merasakan hal yang sama.
5. Konflik keluarga yang intens
Mungkin Kita Perlu Waktu ini juga memperlihatkan konflik keluarga yang intens, seperti hubungan Ombak dengan kedua orang tuanya dan konflik ayah dan ibunya yang sama-sama kurang merasa dimengerti.
Komunikasi yang tak baik dan tak bisa memvalidasi perasaan masing-masing adalah dasar dari konflik-konflik tersebut yang akhirnya menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
"Dari saya pribadi, keluarga ini kan kehilangan fungsinya itu sejak mereka tidak bisa memvalidasi perasaan masing-masing. Jadi, mereka betul-betul merasa itu semua baik-baik saja, semua tidak bisa memvalidasi dan nggak ada omongan apa-apa, semua dipendam, akhirnya meledak menjadi bom waktu," kata Sha Ine.
6. Cara menghadapi kehilangan
Memperlihatkan tentang menghadapi kehilangan film ini disebutkan mengajarkan kalau setiap orang butuh proses dan cara terbaiknya sendiri untuk menghadapi kehilangan itu. Beberapa orang mungkin bisa menerimanya dengan waktu yang tak begitu lama, ada pula yang butuh bertahun-tahun, sama seperti judulnya.
"Dari film ini juga aku belajar gitu memberikan ruang untuk diri sendiri, untuk orang lain juga. Jadi, kayak yang tadi aku bilang jangan memaksa diri terlalu cepat, jangan memaksa diri terlalu cepat, move on, karena semuanya perlu waktu, punya waktunya masing-masing," ujar Bima Azriel.
7. Kisah dua orang dengan mental issue yang saling membantu
Selain kekeluargaan yang kuat, ada pula kisah romansa dan persahabatan antara Ombak dan Aleiqa. Keduanya sama-sama memiliki mental issue-nya masing-masing—Ombak dengan depresinya, sementara Aleqia mengalami bipolar.
Meski sama-sama membantu untuk membangkitkan satu sama lain, keduanya memiliki tantangan, yakni komunikasi. Ombak dan Aleqia harus memahami satu sama lain di tengah keterbatasan komunikasi.
Ombak yang selalu lesu, sedih, dan nggak mau berkomunikasi dengan orang lain, berbanding terbalik dengan Aleiqa yang selalu terlihat ceria, bahagia, dan memberikan motivasi untuknya. Namun, di balik kecerian itu, Aleiqa juga memiliki masalahnya sendiri. Awalnya, mereka tak mengerti dengan cara satu sama lain bersikap, tapi apakah keduanya akan bisa berjalan bersama?
Siap bikin kamu terbawa perasaan, film Mungkin Kita Perlu Waktu akan segera tayang di bioskop pada 15 Mei 2025 mendatang.