Beberapa hari terakhir ramai dengan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter residen anestesi Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung kepada seorang keluarga pasien. Bermodus pengecekan atau transfusi darah, seorang perempuan yang sedang menjaga ayahnya yang sakit justru dibius dan dilecehkan hingga diperkosa oleh seorang residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).
Peristiwa tersebut diketahui terjadi pada pertengahan Maret 2025 lalu. Kini, sang pelaku sudah ditangkap dan ditahan, serta dikeluarkan dari rumah sakit dan kampusnya. Berikut beberapa fakta serta kronologi kasus pemerkosaan dokter PPDS kepada keluarga pasien.
1. Berawal dari modus crossmatch
Dalam sebuah treads yang dibagikan oleh Dokter Tirta di X, seorang sumber menceritakan bahwa kejadian tersebut bermula saat ada seorang pasien bapak-bapak yang dirawat di ICU setelah operasi. Ia ditemani oleh anak perempuannya berinisial FH dan ternyata pasien memerlukan darah.
Pelaku menawarkan kepada FH untuk melakukan crossmatch atau pemeriksaan kecocokan darah donor dan penerima sebelum transfusi darah bersama dirinya. FH pun dibawa ke gedung MCHC lantai 7 yang merupakan gedung baru rumah sakit tersebut dan masih kosong.
Di sana, FH disuruh untuk ganti baju dengan baju operasi. Menurut sang sumber, FH sepertinya kurang mengerti prosedur crossmatch sehingga ia menurut saja ketika dipasangkan infus serta diberikan obat bius midazolam. FH pun tak sadarkan diri dan pelaku melakukan aksinya. Beberapa jam setelahnya, sekitar jam 4 pagi, FH mulai sadar dan berjalan sempoyongan untuk diantar ke IGD.
Kabid Humas Polda Jawa Barat (Jabar) Kombes Pol Hendra Rochmawan menuturkan peristiwa pidana itu terjadi pada 18 Maret sekitar pukul 01.00 WIB. Ada CCTV yang menjadi bukti rekaman dari kejadian itu. Hendra juga mengatakan kalau pelaku memasukkan jarum ke tangan korban kurang lebih 15 kali.
"(Tersangka) meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya. Tersangka memasukkan jarum ke tangan kiri dan kanan korban sebanyak kurang lebih 15 kali, lalu menghubungkannya ke selang infus. Setelah itu, tersangka menyuntikkan cairan bening ke selang tersebut. Beberapa menit kemudian korban merasa pusing dan tidak sadarkan diri," jelas Hendra.
2. Melapor kepada keluarga karena merasa sakit
Di IGD, FH bertemu dengan keluarganya yang lain, yaitu adik dan ibunya. Saat korban hendak buang air kecil, ia merasakan sakit bukan hanya pada tangan bekas infus, tapi juga pada alat vitalnya.
FH pun menceritakan tindakan yang dilakukan pelaku sebelum ia tak sadarkan diri kepada ibunya. Keluarga korban merasa ada kejanggalan dari rasa sakit yang dirasakan FH. Mereka akhirnya melaporkan itu kepada pihak kepolisian dan meminta visum ke dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi dan ketahuan ada bekas sperma di kemaluan dan di ruangan lantai 7 gedung MCHC RSHS.
3. Adik dan kakak korban mencari keadilan
Keluarga FH mencari keadilan untuknya. Mereka melaporkan ke pihak berwenang dan berbagi cerita tersebut kepada para dokter influencer agar sekiranya pelaku mendapat hukuman yang pantas dan tak terjadi lagi hal-hal seperti itu.
Tak hanya mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seorang residen anestesi, saudara korban juga menyebut kalau FH dilecehkan oleh satpam yang ada di rumah sakit itu saat menjenguk ayahnya di HCU. Kini, ayah mereka telah berpulang pada 28 Maret 2025 kemarin di RSHS.
4. Pelaku sudah menikah
Pelaku yang kini juga tersangka diketahui bernama Priguna Anugerah Pratama atau PAP berusia 31 tahun. PAP berasal dari Pontianak dan bertempat tinggal di Bandung. Ia adalah lulusan Universitas Kristen Maranatha, mahasiswa PPDS Anastesi UNPAD, dan praktik di RS Hasan Sadikin Bandung.
Dokter residen itu juga diketahui sudah menikah karena beberapa foto pernikahannya tersebar di media sosial. Menurut penuturan Direktur Reskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan, beberapa hari sebelum ditangkap, tersangka disebut sempat berupaya untuk mengakhiri hidupnya.
"Jadi, pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi sehingga dia sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap," ujar Surawan.
5. Pelaku sudah ditangkap dan ditahan
Kabar terbaru dari pihak kepolisian bahwa tersangka sudah ditangkap dan ditahan pada tanggal 23 Maret 2025 di apartemennya di Kota Bandung. Polisi menerapkan Pasal 6 C Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.
Universitas Padjajaran yang menjadi tempat tersangka menimba ilmu sudah mengambil sikap dengan mengeluarkan tersangka dari program studinya.
"Terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS," ungkap Dekan Fakultas Kedokteran Unpad Yudi Hidaya dalam keterangan persnya pada Rabu (9-4-2025).
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah memberikan sanksi kepada tersangka laki-laki tersebut berupa larangan melanjutkan residen seumur hidup.
"Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad," kata Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes Azhar Jaya.
Pihak kepolisian sudah memeriksa sebanyak 11 orang sebagai saksi, termasuk korban dan ibunya, sejumlah perawat, serta saksi ahli. Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya dua set infus, dua sarung tangan, tujuh suntikan, dua belas jarum suntik, satu kondom, dan beberapa jenis obat-obatan.
Beberapa netizen menyebut dan berspekulasi bahwa pelaku bukan hanya satu orang. Namun, hingga saat ini proses hukum masih berlanjut. Sementara itu, korban telah mendapat pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Jabar.
“Saat ini, korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar,” kata Unpad dan RSHS dalam rilis pers bersama.
Semoga kasusnya dapat selesai dengan baik dan tak ada kasus serupa, ya, Bela.