"Katanya jodoh nggak ke mana, tapi kenapa sampai sekarang jodoh belum ketemu juga?"
Bicara pasangan hidup, kamu mungkin penasaran kenapa ada orang yang mudah dan sulit bertemu jodoh. Tentu ini bukan hanya tentang timing, prioritas, atau pola asuh masa kecil yang membentuk framework seseorang terhadap hubungan, melainkan bagaimana mereka memandang orang lain dan dirinya sekarang.
Untuk mengetahui persoalan ini lebih dalam, kita perlu mengulik lebih jauh alasan kenapa seseorang memilih single serta aspek apa saja yang mempengaruhi keputusan mereka dalam menentukan status.
1. Hubungan yang sehat dan positif sebenarnya berawal dari penerimaan diri
Dilansir Huffington Post, Melanie Schilling, konsultan hubungan dari Australia, mengatakan bahwa hal yang pertama kali dibutuhkan seseorang untuk membangun hubungan adalah self-compassion dan self-awareness.
Ini berarti, hubungan terhadap orang lain diawali dengan hubungan positif terhadap diri sendiri. Isu tentang penerimaan diri atau self-love, jadi masuk akal untuk mengawali hubungan romantis.
"Jika kamu memahami dirimu secara menyeluruh, kamu jadi lebih mudah memahami orang lain. Kamu akan mengetahui apa saja yang kamu butuhkan dan harapkan, serta memahami motif kenapa seseorang melakukan hal tertentu terhadapmu," tambah Schilling.
Menurutnya, belajar tentang diri sendiri akan membantu seseorang menemukan pasangan yang tepat di masa depan. Seseorang perlahan memahami bahwa hubungan itu tentang memberi, bukan hanya menerima.
Bahkan, mereka yang telah menerima dirinya, lebih mudah menemukan kepercayaan diri kembali jikalau hubungannya tidak berjalan sesuai harapan.
2. Orang yang gagal dalam hubungan, bisa jadi mengalami self-sabotaging behavior
Self-sabotaging behaviors jadi istilah yang kontradiktif mengingat tujuan dalam hubungan adalah hidup bersama dalam satu tujuan. Sederhananya, buat apa orang melakukan perilaku menyabotase diri untuk mengakhiri hubungan yang sedang ia jalani?
Namun menurut Schilling, perilaku ini benar adanya. Ini dibuktikan dengan pikiran negatif seperti ketakutan akan penolakan atau keinginan menyerah saat mendapatkan kebahagiaan.
Ada tiga kriteria keyakinan negatif yang berasal dari bagaimana orang memandang dirinya, perspektif terhadap perempuan dan laki-laki, serta cara pandang terhadap hubungan. Pemikiran itu seperti kepercayaan bahwa dirinya tak pantas bahagia atau jadi single itu lebih baik daripada memiliki pasangan.
Bisa juga, berwujud dalam bias kognitif seperti mengeneraslisasikan perempuan atau laki-laki karena pernah mengalami pengalaman kurang menyenangkan. Bahkan, pikiran sepele seperti, "aku tak punya waktu untuk menjalin hubungan baru".
3. Adanya prioritas lain, pemilih, hingga skill yang buruk saat pendekatan, menjadi alasan paling banyak kenapa seseorang memilih melajang.
Menelaos Apostolou, peneliti dalam jurnal Frontiers in Psychology 2020, Single's Reasons for Being Single: Empirical Evidence From and Evolutionary Perspective, mengambil sampel sebanyak 648 orang Amerika.
Dari temuan ini, ia mengategorikan alasan seseorang memilih single ke dalam 18 faktor berbeda. Alasan terbanyak menunjukkan pada skills yang buruk saat pendekatan, merasa bebas jika sendiri, takut tersakiti, memiliki prioritas lain, hingga cenderung memilih.
Dilihat dari gender, ada perbedaan faktor di mana laki-laki lebih menyukai kebebasan dan lebih ingin mencari pasangan terbaik, serta tidak mau terikat dalam keluarga. Sedangkan perempuan, lebih menyukai menjadi single untuk menghindari hubungan yang tidak sehat.
Dalam segi usia, orang yang lebih muda punya indikasi jadi single karena minim pengalaman kencan. Mereka masih menganggap dirinya tak menarik dan punya komitmen yang buruk. Sementara orang yang lebih dewasa memilih single karena ingin bebas.
4. Menjadi single juga erat kaitannya dengan sikap defensif
Dilansir Psychology Today, Lisa Firestone, Psikolog Klinis serta Director of Research and Education for the Glendon Association, mencantumkan delapan alasan seseorang masih single.
Salah satu di antaranya adalah perilaku defensif yang individu dapat dari pola asuh saat masih kecil. Beberapa orang yang pernah terluka dalam hubungan interpersonal, punya kemungkinan lebih besar mengembangkan sifat defensif ini.
Ini berarti apa yang seseorang alami di waktu anak-anak, akan mempengaruhi interaksi dan dinamika hubungan saat dewasa. Proses ini berimbas pada pandangan seseorang terhadap hubungan dan bagaimana ia membangunnya.
Jika individu diasuh orangtua yang abai dan dingin, maka ia akan tumbuh dalam perasaan tidak percaya pada afeksi orang lain. Bahkan, mungkin dapat mengembangkan kebiasaan kurang adaptif, seperti selalu curiga terhadap orang yang ingin menunjukkan ketertarikan.
5. Menurut Psikolog dan Founder Cinta Setara, Sri Juwita, ada beberapa faktor yang membuat orang menghindari komitmen dan terlalu pemilih
Menurut Psikolog dan Founder dari Cinta Setara, Sri Juwita Kusumawardhani, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menghindari komitmen dan terlalu pemilih. Pertama adalah faktor kondisi keluarga. Misalnya, hubungan yang tak harmonis dengan orangtua ketika kecil.
Hal ini yang membuat seseorang lebih berhati-hati dalam memilih pasangan. Ia khawatir kondisi keluarganya akan terulang. Namun, ia juga menambahkan bahwa hal ini tentunya tidak dialami pada setiap orang yang single.
Selanjutnya, ada faktor pengalaman tidak menyenangkan di hubungan sebelumnya. Misalnya, pernah mengalami diselingkuhi atau ditinggal pasangan. Peristiwa seperti ini membuat seseorang jadi lebih takut untuk memasuki hubungan baru yang lebih serius.
"Menurut saya, wajar ya jika berhati-hati dalam memilih pasangan, apalagi untuk hubungan serius seperti pernikahan. Namun, tentunya membuka hati dan memberikan kesempatan juga penting karena kita perlu mengetahui dengan jelas dulu sebelum menolak. Perlu juga membuat daftar aspek yang memang diharapkan ada dari pasangan dan aspek-aspek yang fleksibel. Artinya, dapat ditoleransi dari pasangan agar tetap realistis dalam melakukan pilihan," jelas Wita, panggilan akrab Sri Juwita.
6. Lantas, kenapa ada orang yang cenderung menolak afeksi dari orang yang tertarik dengannya?
Menurut Wita, ada orang-orang yang memang cemas bahwa nantinya ia akan terluka atau ditinggalkan ketika sudah merasa nyaman dengan seseorang. Sehingga, ia lebih memilih untuk tidak terikat sama sekali karena ingin menghindari rasa sakit nantinya.
"Menjalin hubungan dan menyimpan kepercayaan memang memiliki risiko yang besar untuk sakit hati. Oleh karena itu, pilihlah pasangan dengan cermat dan hati-hati. Jangan sampai menyia-nyiakan waktu terlalu lama untuk orang yang salah. Tapi berpikir untuk mencari orang yang akan terus ada selamanya untuk kita, tanpa menyakiti kita sedikit pun, juga tidaklah realistis. Di dalam hubungan yang sehat tetap akan ada konflik, akan ada emosi negatif, tapi tidak intens dan sering. Yang penting adalah apakah mau saling memaafkan dan tumbuh dari kesalahan. Semoga yang masih sulit membuka hati untuk orang-orang yang sudah tulus, pada akhirnya berani mengambil risiko untuk mencintai, ya!" tutupnya.
Ada berbagai komponen yang membentuk persepsi seseorang terhadap hubungan, baik itu ketika single maupun saat berpasangan. Bagi mereka yang belum yakin mengambil komitmen dengan seseorang, kadang yang dibutuhkan hanya keberanian untuk menghadapi konsekuensi pada pilihannya.
Disclaimer: Artikel ini sudah terbit di laman IDN Times dengan judul "Keyakinan Seperti Ini yang Bikin Orang Sulit Bertemu Jodoh"