Di dalam hubungan romantis, setiap orang pada dasarnya menginginkan adanya kedekatan baik secara fisik maupun emosional dengan pasangan. Kendati demikian, nggak semua orang mampu menerima kedekatan itu secara sehat. Ini disebabkan oleh gaya keterikatan atau attachment styles yang dimiliki seseorang.
Seseorang dengan anxious attachment style atau gaya keterikatan cemas akan cenderung mengejar dan terlalu melekat dengan pasangannya. Namun, bagi orang dengan avoidant attachment style atau gaya keterikatan penghindar, ia justru akan menarik diri dan mendorong pasangannya menjauh jika merasa hubungan sudah terlalu dekat.
Uniknya, orang dengan tipe anxious akan tertarik dengan tipe avoidant, begitu pun sebaliknya. Sebab, seseorang dengan anxious attachment style secara tidak sadar melihat tantangan atau peluang untuk memiliki hubungan emosional yang ia dambakan yang tidak terpenuhi di masa kecil pada pasangan avoidant.
Sedangkan bagi seseorang dengan avoidant attachment style, ia tertarik pada kerentanan orang yang cemas karena dapat membantunya terhubung dengan perasaan yang tidak dapat dia rasakan di dalam dirinya sendiri.
Namun, ketika keduanya tidak menyadari gaya keterikatan masing-masing dan bagaimana dampaknya terhadap hubungan romantis, keduanya akan merasa tersakiti dan ujungnya membuat hubungan jadi cenderung toxic.
Di artikel kali ini, Popbela akan membahas 5 tanda kamu terjebak dalam hubungan anxious-avoidant. Yuk, simak ulasan selengkapnya berikut ini.
1. Hubungan diawali dengan chemistry yang intens
Setiap pasangan yang ideal adalah mereka yang memiliki chemistry yang baik. Namun, kalau kamu terjebak dalam hubungan anxious-avoidant, kamu langsung merasakan chemistry yang sangat intens dengan pasangan. Biasanya, di awal kamu merasa bahwa pasanganmu adalah sosok belahan jiwa dan kesulitan melihat red flags alias tanda bahaya dari pasangan.
2. Pasangan anxious selalu mengkhawatirkan hubungannya
Karena pasangan avoidant membutuhkan jarak dan cenderung menarik diri, hal ini membuat pasangan anxious merasakan kecemasan yang intens. Pasangan anxious akan selalu mengkhawatirkan hubungannya dan tidak bisa merasa tenang apabila pasangan avoidant tidak hadir untuk memberinya validasi.
Apabila kamu pemilik tipe anxious, maka kamu dengan cepat menggantungkan nilai dirimu dari pasangan avoidant. Misalnya, ketika pasangan avoidant tidak cukup responsif, kamu cenderung menyimpulkan kalau kamu tidak berharga atau tidak cukup baik di mata pasangan avoidant.
3. Pasangan avoidant selalu mempertanyakan hubungannya
Jika kamu memiliki tipe avoidant, maka kamu akan merasa kewalahan dengan hubungan romantis yang telah terbentuk. Kamu akan merasa bahwa hubunganmu terasa biasa-biasa saja dan tidak se-istimewa sebelumnya. Walaupun di awal chemistry telah terbentuk dengan intens, dalam situasi ini kamu akan segera menarik diri dari pasangan anxious.
Kamu juga kerap mempertanyakan seputar hubunganmu, seperti, “Apakah hubungan ini yang sebenarnya kuinginkan?” “Apakah aku siap untuk hubungan ini?” atau “Apakah dia adalah orang yang tepat untukku?”.
4. Pasangan avoidant selalu menghindar, sedangkan pasangan anxious selalu merasa ditinggalkan
Apabila kamu memiliki tipe avoidant, kamu akan menarik diri saat pertama kali menunjukkan kedekatan dalam hubungan dengan pasangan anxious. Kamu juga akan berubah menjadi pendiam dan tidak tertarik. Hal ini disebabkan karena di masa kanak-kanak, kamu belajar bahwa merasakan emosi apa pun akan membuatmu lemah.
Sedangkan kalau kamu pemilik tipe anxious, kamu akan semakin melekat dan menjadi semakin putus asa untuk mendapatkan validasi dari pasangan avoidant guna menunjukkan bahwa semuanya baik-baik saja ketika pasangan avoidant mulai menarik diri.
5. Sering terjadi konflik
Karena sikap pasangan avoidant yang menjauh dan pasangan anxious yang terlalu melekat, maka konflik dalam hubungan pun tak terelakkan. Ketika kamu punya anxious attachment style, maka kamu akan mengejar pasangan avoidant yang mana hanya akan membuatnya semakin menjauh.
Bentrokan intimasi inilah yang membuat kamu dan pasangan merasa frustasi dalam hubungan dan menciptakan siklus tarik ulur yang menyakitkan.
Kendati hubungan anxious-avoidant tergolong toxic, tetapi masih ada kemungkinan untuk dibenahi. Kuncinya ialah dengan meningkatkan kesadaran diri atas gaya keterikatan masing-masing, belajar untuk berkomunikasi secara sehat, dan jika diperlukan, lakukan konseling dengan bantuan terapis ataupun psikolog.
Itu tadi 5 tanda kamu terjebak dalam hubungan anxious-avoidant. Bagaimana menurutmu, Bela?