Ada sebuah kota bernama Yerusalem yang begitu spesial untuk tiga agama sekaligus, yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi (Yudaisme). Kota yang juga dikenal dengan nama Al-Quds ini memiliki luas sekitar 125,156 km persegi. Letak persisnya di dataran tinggi Pegunungan Yudea yang berada di antara Laut Tengah dan Laut Mati.
Sebagai wilayah yang rawan sengketa, kota ini memiliki sejarah yang cukup panjang. Berbagai pertumpahan darah telah terjadi di sini sejak ribuan tahun lalu. Simak sejarah lengkapnya di bawah ini.
Didirikan kaum Kanaan
Mengacu kepada berbagai peninggalan, Yerusalem diduga kuat didirikan oleh kaum Kanaan pada 3.000 SM. Waktu ini terpaut cukup jauh dari kehadiran ketiga agama yang kini menganggapnya sebagai kota suci.
Ada pula yang menyebutkan kesucian kota ini telah ada sejak 3.300-1.200 SM. Nama Yerusalem pun dipercaya berasal dari kata Uru-Salim yang berarti “Tanah yag dibangun oleh Tuhan Salim”. Salim sendiri adalah nama tuhan bagi kaum Kanaan.
“Itu karena nama paling awal Uru-Salim mengacu pada nama Tuhan orang Kanaan,” tulis Haitham F. Al-Rathout, arsitek dan arkeolog dari An-Najah National University of Palestina, dalam bukunya The Architectural Development of Al-Agsa Mosque in the Early Islamic Period: Sacred Architecture in the Shape of ‘Holy’.
Yerusalem juga memiliki kondisi geografis kota dan iklim Yerusalem yang berada di tengah-tengah (moderat). Menurut Haitham, hal inilah yang menarik kaum Kanaan untuk menempatinya.
Bukti kuat yang menunjukkan Yerusalem telah ditinggali sejak 3.000 SM adalah adanya temuan arkeologi yang sebagian besar merupakan bejana tembikar dari kuburan kuno serta adanya struktur dinding pemukiman. Sementara itu, Yerusalem telah memiliki sistem perairan yang cukup canggih pada 1.800 SM.
Selain itu, temuan dokumen lain menyebutkan bahwa teks dari Mesir Zaman Perunggu berjudul Execration Text (1.900 SM) dan Surat El-Amarna (1.400 SM) semakin memperkuat dugaan ini. Di sana, Yerusalem disebut dengan nama Rushalimum yang mirip dengan Uru-Salim.
“Nama itu mirip dengan sebutan Uru-Salim yang tercatat kemudian dalam lempengan tanah liat, penemuan di el-Amarna, Mesir Tengah,” ujar arkeolog, orientalis, sekaligus sarjana agama bernama Jodi Magness dalam The Archaeology of the Holy Land: From the Destruction of Solomon’s Temple to the Muslim Conquest.
Kuil Solomon
Awal mula Yerusalem menjadi kota suci bagi umat Yahudi adalah penaklukan kota ini oleh Daud, raja kedua Bani Israel. Ia mengambil alih Yerusalem dari kaum Yebus sekitar 1.000 SM. Sang raja pun menjadikan kota ini sebagai ibu kota kerajaannya.
Di kota ini pula, Salomon yang merupakan putra Daud membangun kuil untuk tuhan mereka, Yahweh. Kuil tersebut merupakan kuil pertama bagi kaum Yahudi. Sayangnya, kuil ini dihancurkan saat Yerusalem dikuasai oleh pasukan Raja Neo-Babilonia, Nebukadnezar II, pada 597 SM dan 586 SM.
Kuil tersebut baru dibangun kembali saat Persia berkuasa di Yerusalem pada 538 SM. Namun, kekuasaan itu tak bertahan lama. Yerusalem sempat dikuasai oleh Kekaisaran Makedonia, Kekaisaran Helenistik, hingga Kaum Makabe.
Giliran Romawi mengambil alih Yerusalem pada 63 SM. Saat itu, kota sempat dihancurkan. Ketika Raja Herodes berkuasa pada 37 SM, hal sebaliknya terjadi. Pembangunan kota dilakukan hingga adanya proyek perluasan kuil.
“Terjadi perluasan ke arah utara dan beberapa aktivitas di area Masjid Al-Aqsha sekarang,” kata Haitham.
Namun, penghancuran kuil lagi-lagi terjadi pada 70 M. Titus Flavius Vespasianus dari Romawi menjadi dalang peristiwa ini. Ia adalah putra Kaisar Vespasian yang memimpin Romawi selama perang Yahudi-Romawi yang pertama.
Tempat sakral umat Kristen
Yerusalem adalah tempat terjadinya berbagai peristiwa penting dalam agama Kristen, mulai dari tempat penyaliban, tempat kebangkitan dan kenaikan Kristus, dan berbagai peristiwa lainnya dalam inkarnasi.
Tempat yang dianggap suci oleh umat Kristen adalah Golgota, sebuah bukit di barat laut Temple Mount. Situs yang kini bernama Christian Quarter itu dihormati sebagai tempat penyaliban, gua penguburan, hingga tempat kebangkitan Kristus.
Kristen baru dilegalkan sebagai agama pada 325 M oleh kaisar Konstantin Agung. Ibunya yang bernama Helena juga memastikan Yerusalem adalah kota tempat mukjizat terjadi pada Kristus. Ia kemudian membangun beberapa gereja di sana.
“Ibu dari Kaisar Romawi Konstantin, mendirikan beberapa gereja di kota, termasuk Gereja Makam Suci,” sambung Haitham.
Sempat jadi kiblat umat Islam
Yerusalem juga penting bagi umat Islam karena adanya beberapa bangunan suci, seperti Masjid Al-Aqsa atau Al-Haram Al-Sharif (Tanah Suci yang Mulia). Di dalamnya terdapat Kubah Shakhrah atau Dome of the Rock yang merupakan sebuah bangunan berbentuk segi delapan dan memiliki kubah emas.
Umat Islam sendiri menaklukkan Yerusalem pada 637 M. Oleh Khalifah Umayyah, kota ini dijadikan sebagai pusat keagamaan. Yerusalem juga sempat dijadikan kiblat salat sebelum berubah ke Kakbah yang berada di Mekkah, Arab Saudi.
Masjid Al-Aqsa disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai tempat Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat ke langit ketujuh bersama Malaikat Jibril. Perjalanan itu dimulai dari Masjidil Haram di Mekkah. Melalui peristiwa ini, Rasulullah SAW bertemu dengan Allah SWT dan menerima perintah salat lima waktu.
“Kawasan suci ini dianggap keramat, baik orang Muslim atau Yahudi, sebagai tempat di mana Nabi Ibrahim (Abraham) dicegah untuk mengorbankan putranya Ismail atau Ishak bagi orang Kristen dan Yahudi, oleh Tuhan,” dikutip dari Aljazeera.
Jadi lahan sengketa
Hingga hari ini, Yerusalem masih menjadi lahan sengketa. Penyebabnya adalah keyakinan bahwa lokasi Kuil Solomon berada di lokasi Dome of the Rock saat ini. Namun, hal ini masih jadi kontroversi karena satu-satunya sumber hanyalah Alkitab. Tak ada sisa peninggalan kuil yang masih bisa ditemukan saat ini.
“Berbagai hipotesis kontroversial tentang lokasi Kuil Yahudi lebih disebabkan oleh interpretasi politik daripada bukti yang lebih objektif. Penggalian dan analisis ilmiah di area Masjid Al-Aqsa saat ini tidak mengungkapkan aktivitas struktural apapun dari abad ke-12 SM hingga abad ke-6 SM,” papar Haitham.
Haitham pun tak yakin bahwa Kuil Yahudi dulunya ada di kawasan itu. Para ahli harus mencari kemungkinan lokasi lain karena ukuran kuil yang dideskripsikan Alkitab dan kompleks Al-Aqsa saat ini tidak sama.
Senada, Ernest L. Martin dalam New Evidence for the Real Site of the Temple of Jerusalem (Abridged) yang terbit dalam Bible and Spade (Second Run) BSPADE 14:4 (Fall 2001) mengungkapkan lebih yakin kuil itu dulunya terletak di Mata Air Gihon yang berlokasi di utara Kota Daud (Sion) kuno, punggung tenggara Yerusalem.
“Semua saat ini yang bertempur di Yerusalem untuk memperebutkan Al-Haram Al-Sharif atau situs Kuil sedang berperang untuk tempat yang salah,” katanya.