Kebersamaan yang penuh berkah selalu menjadi ciri khas umat muslim dalam merayakan hari raya Idulfitri atau yang disebut juga dengan istilah Lebaran. Di Indonesia sendiri, kebersamaan tersebut biasanya dilakukan dengan rangkaian tradisi, seperti mudik atau melakukan perjalanan ke kampung halaman untuk saling bersilahturahmi dengan keluarga besar.
Tentu saja, ragam makanan khas Lebaran akan melengkapi pertemuan silaturahmi antar anggota keluarga, membuat suasana menjadi lebih erat dan menyenangkan. Namun, tahukah kamu? Dari semua aneka ragam makanan khas Lebaran, ada satu hidangan yang cenderung bersifat wajib dan selalu ada, bahkan kerap menjadi oleh-oleh, karena telah menjadi ikon, yaitu ketupat.
Tunggu sebentar, kamu pasti bertanya-tanya, memangnya apa hubungan antara ketupat dengan hari raya Lebaran? Untuk mengetahuinya, kami sudah menyiapkan ulasan mengenai sejarah dan makna khusus di balik tradisi ketupat dalam perayaan Lebaran di bawah ini. Selamat Lebaran, Bela.
Sejarah ketupat sudah ada sejak abad 15
Melansir dari situs informasi berbasis pendidikan Ruang Guru, seorang sejarawan Belanda, Hermanus Johannes de Graaf, yang dikenal atas karyanya mengenai sejarah Jawa, Malay Annual (1997), menjelaskan bahwa ketupat pertama kali muncul di Indonesia pada abad ke-15, tepatnya masa pemerintahan Kerajaan Demak.
Namun, berdasarkan ulasan kompas.com, pandangan berbeda muncul dari Fadly Rahman, seorang sejarawan dari Universitas Padjajaran. Ia mempertimbangkan kemungkinan lain bahwa ketupat bisa jadi berasal dari zaman Hindu-Buddha di Nusantara. Hal ini bersumber dari catatan sejarah bahwa masyarakat Bali menggunakan makanan berbentuk mirip ketupat untuk ritual ibadah, tetapi dengan nama yang berbeda, yakni tipat.
Meski demikian, dapat diyakini bahwa kehadiran ketupat muncul di Indonesia sebelum masa pra-Islam. Hal ini tercatat dalam sebuah prasasti yang tidak menggunakan istilah "ketupat," tetapi menyatakan bahwa makanan berisi beras yang dibungkus dengan daun kelapa sudah ada sebelum masa Islam dan umumnya digunakan sebagai makanan.
Sarana untuk dakwah agama Islam
Catatan Hermanus Johannes de Graaf menyatakan bahwa kemunculan ketupat di tengah masyarakat Jawa merupakan bagian dari upaya penyebaran agama Islam oleh Sunan Kalijaga. Diketahui ia sengaja menggunakan ketupat sebagai alat atau sarana untuk menyebarkan dakwah agama Islam di Tanah Jawa.
Mengapa demikian? Pada masa itu, mayoritas penduduk Jawa masih menganut sistem kepercayaan lain yang dikenal sebagai Kejawen. Memahami perbedaan yang ada, Sunan Kalijaga secara cermat memanfaatkan ketupat sebagai sarana untuk melakukan pendekatan dakwah melalui sisi budaya, karena menilai ketupat dikenal dekat dengan kebudayaan masyarakat Jawa pada saat itu.
Dari situlah, ketupat berkembang menjadi budaya dan filosofi Jawa yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam, menghasilkan akulturasi budaya antara keduanya. Kemudian, setelah agama Islam diterima oleh masyarakat Jawa secara luas, ketupat mulai menjadi hidangan khas pada perayaan Islam, seperti Idulfitri atau Lebaran.
Makna ketupat dalam tradisi Lebaran
Ketupat memiliki makna filosofis yang menghubungkan budaya Jawa dengan nilai-nilai Islam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor, seperti bentuk ketupat, sebutan ketupat dalam bahasa Jawa, dan bahan yang digunakan untuk membungkusnya.
1. Bentuk ketupat
Secara umum, bentuk ketupat melambangkan perwujudan kiblat papat limo pancer, yang artinya adalah keseimbangan alam dalam empat arah mata angin utama, yaitu timur, selatan, barat, dan utara.
Keempat sisi ketupat tersebut diinterpretasikan sebagai empat macam nafsu yang dimiliki oleh manusia dan dikalahkan dengan berpuasa. Dengan kata lain, menikmati ketupat dapat mengacu pada kemampuan untuk mengendalikan empat nafsu duniawi.
2. Sebutan ketupat dalam bahasa Jawa
Dalam bahasa Jawa, ketupat juga disebut "kupat," yang merupakan singkatan dari "ngaku lepat" dan "laku papat." Keduanya memiliki arti berbeda yang merujut pada Lebaran.
"Ngaku lepat" mengandung makna yang berkaitan dengan pengakuan kesalahan yang tercermin dalam tradisi Jawa, seperti sungkeman atau tindakan bersimpuh di hadapan orang tua sambil memohon ampun.
Sementara itu, "laku papat" merujuk pada empat tindakan dalam perayaan Lebaran, yakni lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Masing-masing memiliki makna yang berbeda dalam merepresentasikan aspek-aspek penting dalam hari raya Lebaran.
- Lebaran mengindikasikan berakhirnya puasa.
- Luberan bermakna kelimpahan dan menyiratkan pesan untuk memberikan harta kepada yang kurang beruntung melalui amal.
- Leburan merujuk pada keputusan saling memaafkan.
- Laburan, yang berasal dari kata "labur," menggambarkan seseorang yang suci dan bebas dari dosa manusia.
3. Bahan untuk membungkus ketupat
Sepanjang sejarah, ketupat menggunakan daun kelapa atau janur untuk membungkus nasi yang telah diolah sedemikian rupa.
Dalam bahasa Arab, kata "janur" diambil dari kata “jaá nur” yang berarti celah datang cahaya. Maksudnya adalah kondisi hati seseorang yang terbebas dari perasaan iri dan dengki, sebagaimana tercermin juga dari isi ketupat yang berwarna putih dan bersih.
Dengan demikian, ketupat jelas memiliki makna filosofis dan sejarah yang berkaitan dengan keindahan Lebaran dan nilai-nilai agama Islam. Tidak heran, Indonesia membudidayakan tradisi Lebaran dengan menyertakan hidangan ketupat.
Eits, kamu tidak lupa untuk menikmati ketupat bersama keluargamu saat Lebaran, bukan?