Saat sebuah film tayang, akan muncul berbagai reaksi dari para penontonnya. Tanggapan muncul dari sejumlah kalangan dengan medium yang beragam. Salah satu produknya adalah kritik film.
Festival Chat sesi ketiga Sundance Film Festival: Asia 2022 menghadirkan diskusi menarik soal hal ini, lho, Bela! Pembicaranya pun datang dari para kritikus yang mumpuni, yaitu Adrian Jonathan Pasaribu, Eric Sasono, dan Umi Lestari. Selain itu, hadir pula Alexander Matius, Film Programmer FLIX Cinema & Kinosaurus, sebagai moderator.
"Kritik itu lahir dari perasaan dan didewasakan oleh pengetahuan," kata Adrian.
Menyorot secara spesifik
Sekilas, kritik film memang tampak mirip dengan ulasan film. Namun, perbedaan yang cukup mencolok adalah kedalaman hal yang disorot. Dalam kritik film, aspek tertentu akan dibahas lebih jauh oleh si kritikus dengan pengetahuan yang dimilikinya.
"Kalau kita ngomongin film critic, pasti ada satu hal. Dia nggak pernah ngomongin si film itu secara general, tapi dia akan langsung to the point gue sukanya apa, di bagian apa, dan itulah yang akan aku tulis. Dan dari situ kita bisa melihat si kritikus ini sharing pengetahuan dia dan sharing taste-nya dia akan film," ujar Umi.
Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah, apakah sebuah kritik film harus berupa tulisan atau obrolan panjang? Eric punya perspektif tentang hal ini, nih, Bela!
"Persisnya (kritik film itu) soal argumen, sih. Bagaimana pendapat kita didukung oleh substansiasi, entah dari unsur filmnya atau apa pun lah. Yang jelas bahwa itu bisa dipertanggungjawabkan secara argumen akhirnya, meskipun perspektifnya sangat sempit. Ketika argumennya ada, ya, sudah. Terserah masing-masing penulis saja. Karena repot sekali kalau punya syarat-syarat," tuturnya.
Aspek dalam kritik film
Karena hal itulah, ada sejumlah aspek yang perlu diperhatikan dalam membuat sebuah kritik film. Menurut hasil diskusi Adrian dan kritikus lain yang tergabung di Cinema Poetica, ada tiga hal yang patut jadi sorotan.
"Pertama, unsur filmnya, apa yang terlihat. Kita bicara adegan dulu, yang bisa kita teliti, kita perhatiin. Bagaimana, sih adegan ini bisa menghadirkan pengalaman yang sensasional. Kedua, aspek-aspek yang tersirat atau sering disebut konsep. Gimana cerita tersampaikan, gimana gagasan di balik gambar. Terakhir, konsep dari karyanya. Apakah film ini merespons konteks tertentu? Apakah representasi dalam film ini?" terangnya.
Selain itu, Umi punya tambahan pendapat soal aspek yang perlu ada di sebuah kritik film. Menurutnya, penting bagi kritikus untuk turut memperhatikan perspektif penonton dan menempatkan film tersebut dalam sudut pandang generasi yang berbeda.
"Untuk kritik, yang pertama harus ada itu posisi si penonton sama yang dia tonton. Penonton punya perspektif. Nah, perspektif macam apa yang bisa kamu sharing ke situ. Terakhir, bagaimana kamu memosisikan film ini di generasinya, atau dengan generasi sebelumnya," katanya.
Tertarik menjadi seorang kritikus film, Bela?