Terima kasih kepada Timo Tjahjanto yang sudah menyajikan karya-karya miliknya di perfilman Indonesia—dan yang terbaru, The Shadow Strays. Ketika berkesempatan untuk menontonnya sebelum rilis di Netflix pada 17 Oktober mendatang, membuat saya kembali jatuh cinta pada Timo seperti saya jatuh cinta pada Guy Ritchie dan David Fincher.
Di film aksi yang tidak cocok untuk perut lemah ini, kesempurnaan editing, kematangan arahan, sinematografi gila Batara Goempar, serta keseimbangan antara alur cerita dengan adegan aksi, bisa dinikmati sebagai sajian kebrutalan yang sangat menghibur.
Realisasi impian Timo Tjahjanto
Sutradara The Big 4 tersebut mampu membuat semua aktor yang terlibat dalam The Shadow Strays terlihat keren dan menjanjikan. Contohnya saja aktor-aktor yang biasa berlakon di proyek film drama atau horor. Seperti Taskya Namya, Aurora Ribero, Hiroaki Kato hingga kemunculan Mawar Eva de Jongh yang keluar dari persona femininnya.
Sedikit edukasi mengenai anatomi tubuh manusia, juga tersaji di sini. Selain hampir bisa melihat bokong Agra Piliang, ternyata tubuh manusia juga bisa mengeluarkan bunyi seperti siul, ketika ada pembuluh darah yang terputus dan darah mengucur ke luar tubuh.
“Bapak saya kan dokter ya, jadi saya juga sempat dulu disuruh jadi dokter. Kalau saya waktu itu melihatnya memang… Ini cuma pengetahuan ya, shallow aja. Emang tubuh manusia itu sangat kompleks kan, dan pembuluh darah itu kalau terputus atau apa gitu… nggak usah dari leher aja, tapi dari tangan atau dari kaki pun, bisa membuat suatu bunyi,” jelas Timo, mengenai adegan yang menarik perhatian saya.
“Karena akan seperti selang yang tertekan aja, jadinya akan mengeluarkan bunyi-bunyian gitu. Wong, mayat di kamar mayat aja bisa kentut, kadang-kadang. Jadi ya, itulah keajaiban tubuh manusia,” tambahnya lagi.
Timo juga biasanya suka berbagi mengenai referensi film atau adegan arahan sutradara favoritnya, seperti Quentin Tarantino hingga Akira Kurosawa. Sehingga, adegan di awal film The Shadow Strays, ada yang mengingatkan saya akan kematian O-ren Ishii di tangan The Bride pada film Kill Bill Volume 1.
Untuk hal ini, sutradara kelahiran 4 September 1980 itu menjelaskan, “karena, apakah ada yang lebih poetic daripada kita melihat salju yang putih itu bersimbah darah? Itu salah satu cinematic reference yang… bener sih, nggak cuma O-ren Ishii saja, tapi sebelum itu saya juga melihatnya dari film Akira Kurosawa. Itu memang momen yang keren menurut saya.”
Di film ini juga, saya menyadari bahwa betapa seksinya Hana Malasan yang berperan sebagai Instruktur Umbra ketika bercakap Bahasa Jepang—terima kasih kepada Hiroaki Kato dan Nobuyuki Suzuki yang turut mengemban tugas sebagai dialog coach—dan membuat saya bertanya-tanya; apakah Shi no kage (shadow of death) memang selalu keren seperti ini?
Lalu ada pula kehadiran Adipati Dolken sebagai Prasetyo menjadi sosok antagonis yang memiliki loyalitas tinggi hingga darah penghabisan. Serta tentu saja, Aurora Ribero yang menaklukkan karakter 13/ Nomi dengan gemilang. Ini adalah film aksi pertamanya and she nailed it.
Jika tulisan saya masih dalam format majalah, masih ada ruang untuk memuji seluruh pemeran dan jajaran warga di balik layar. Namun, tentu sisa ruang di laman digital ini adalah untuk membuka interpretasi subjektif penonton terhadap film yang mendapat skor 8.0/10 di IMDb tersebut, mungkin bisa dimulai dari sinopsis dan trailer di bawah ini.
Sinopsis The Shadow Strays
The Shadow Strays mengikuti kisah Codename ‘13’, seorang pembunuh bayaran muda yang diistirahatkan setelah misi yang berantakan. Selama masa jedanya, ia menjalin ikatan dengan Monji, seorang bocah yang baru saja kehilangan ibunya karena sindikat kejahatan. Ketika Monji menghilang, 13 memulai pencarian untuk menemukannya, meskipun ini berarti melawan mentornya—Umbra—dan organisasi tempat ia bernaung, “The Shadows”.
Film ini menggali tema penebusan dan kesetiaan, dengan latar belakang dunia kriminal yang keras dan tanpa ampun. Sehingga, bersiaplah menyaksikan aksi laga yang panjang dan semburan darah yang berulang-ulang.