Sebentar lagi, Indonesia akan merayakan hari kemerdekaannya yang ke-79. Momen itu tentu tak boleh dilewatkan begitu saja. Ada beragam cara yang bisa kamu lakukan untuk memaknai kemerdekaan.
Salah satu cara untuk memaknai kemerdekaan adalah dengan membaca puisi kemerdekaan 17 Agustus. Pasalnya, lewat puisi kita bisa merasakan semangat perjuangan dan pengorbanan para pahlawan Indonesia.
Puisi juga bisa menjadi bentuk penghormatan kepada mereka yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, Popbela.com telah merangkum 30 puisi kemerdekaan 17 Agustus yang bisa kamu baca dan resapi.
1. Puisi kemerdekaan 17 Agustus tentang perjuangan
Puisi kemerdekaan 17 Agustus yang pertama adalah tentang perjuangan. Seperti yang diketahui, para pahlawan tidak mudah dalam berjuang mendapatkan kemerdekaan Indonesia.
Sebelum proklamasi dibacakan, para pahlawan berusaha melepaskan diri dari penjajahan yang sudah berpuluh-puluh tahun dialami Indonesia. Mereka juga rela mengorbankan pikiran, waktu, bahkan nyawanya untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.
Untuk mengenang perjuangan para pahlawan itu, berikut beberapa puisi yang bertema perjuangan.
- Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
Karya: W.S. Rendra
Tuhanku,
Wajah-Mu membayang di kota terbakar
Dan firmanMu terguris di atas ribuan
Kuburan yang dangkalAnak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
Tapi bangkai dan wajah mati yang sia-siaApabila malam turun nanti
Sempurnalah sudah warna dosa
Dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurkuMalam dan wajahku
Adalah satu warna
Dosa dan nafasku
Adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
Kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-Apa yang bisa diucapkan
Oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
Mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku - Museum Perjuangan
Karya: Kuntowijoyo
Susunan batu yang bulat bentuknya
Berdiri kukuh menjaga senapan tua
Peluru menggeletak di atas meja
Menanti putusan pengunjungnya.Aku tahu sudah, di dalamnya
Tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
Terkubur kenangan dan impian
Aku tahu sudah, suatu kali
Ibu-ibu direnggut cintanya
Dan tak pernah kembaliBukalah tutupnya
Senapan akan kembali berbunyi
Meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.Ingatlah, sesudah sebuah perang
Selalu pertempuran yang baru
Melawan dirimu. - Gerilya
Karya: W.S Rendra
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalanAngin tergantung
Terkecap pahitnya tembakau
Bendungan keluh dan bencanaTubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling dijalanDengan tujuh lubang pelor
Diketuk gerbang langit
Dan menyala mentari muda
Melepas kesumatnyaGadis berjalan di subuh merah
Dengan sayur-mayur di punggung
Melihatnya pertamaIa beri jeritan manis
Dan duka daun wortelTubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling dijalanOrang-orang kampung mengenalnya
Anak janda berambut ombak
Ditimba air bergantang-gantang
Disiram atas tubuhnyaTubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling dijalanLewat gardu Belanda dengan berani
Berlindung warna malam
Sendiri masuk kota
Ingin ikut ngubur ibunya - Diponegoro
Karya: Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak genta. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
inasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang - Lagu dari Pasukan Terakhir
Karya: Asrul Sani
Pada tapal terakhir sampai ke Jogja
Bimbang telah datang pada nyala
Langit telah tergantung suram
Kata-kata berantukan pada arti sendiri.
Bimbang telah datang pada nyala
Dan cinta tanah air akan berupa
Peluru dalam darah
Serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
Bertanya akan kesudahan ujian
Mati atau tiada mati-matinyaO Jenderal, bapa, bapa,
Tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali
Ataukah suatu kehilangan keyakinan
Hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
Dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
Akan hilang ditup angin, karena
Ia berdiam di pasir kering
O Jenderal, kami yang kini akan mati
Tiada lagi dapat melihat kelabu
Laut renangan Indonesia.
O Jenderal, kami yang kini akan jadi
Tanah, pasir, batu dan air
Kami cinta kepada bumi iniAh mengapa pada hari-hari sekarang, matahari
Sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
Yang akan dikirim ke bumi.Jenderal, mari Jenderal
Mari jalan di muka
Mari kita hilangkan sengketa ucapan
Dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan,
Engkau bersama kami, engkau bersama kami,
Mari kita tinggalkan ibu kita
Mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
Mari jenderal mari
Sekali in derajat orang pencari dalam bahaya,
Mari jenderal mari jenderal mari, mari.... -
Putra-Putra Ibu Pertiwi
Karya: Mustofa BisriBagai wanita yang tak ber-ka-be saja
Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
Pahlawan-pahlawan bangsa
Dan patriot-patriot negara
(Bunga-bunga
kalian mengenalnya
Atau hanya mencium semerbaknya)Ada yang gugur gagah dalam gigih perlawanan
Merebut dan mempertahankan kemerdekaan
(Beberapa kuntum
dipetik bidadari sambil senyum
Membawanya ke sorga tinggalkan harum)Ada yang mujur menyaksikan hasil perjuangan
Tapi malang tak tahan godaan jadi bajingan
(Beberapa kelopak bunga
di tenung angin kala
Berubah jadi duri-duri mala)Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
Pahlawan-pahlawan dan bajingan-bajingan bangsa
(di Taman Sari
bunga-bunga dan duri-duri
Sama-sama diasuh mentari)Anehnya yang mati tak takut mati justru abadi
Yang hidup senang hidup kehilangan jiwa
(Mentari tertawa sedih memandang pedih
Duri-duri yang membuat bunga-bunga tersisih)
2. Puisi kemerdekaan 17 Agustus dari penyair
Masa-masa kemerdekaan yang kita ketahui saat ini sebagian besar dari sejarahnya saja. Padahal, para penyair telah menuliskan puisi kemerdekaan 17 Agustus yang bisa kita resapi untuk mengetahui situasi di masa itu.
Para penyair mulai dari Moh. Yamin, Taufik Ismail, hingga Widji Tukul menyuarakan pemikirannya tentang kemerdekaan melalui karyanya.
Oleh karena itu, penting bagi kita membaca karya-karya mereka agar kemerdekaan Republik Indonesia ini dimaknai secara lebih mendalam.
Berikut puisi-puisi para penyair tentang kemerdekaan.
- Kita Adalah Pemilik Sah Negeri Ini
Karya: Taufik Ismail
Tidak ada pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancurApakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang laluDalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalanMengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya, inikah yang namanya merdeka - Merdeka atau Mati
Karya: Moh. Yamin
Darah di tanah tak bertuan menggenang
Ratusan nyawa melayang
Bergelimpangan di medan perang
Mengangkat panji kemenangan
Seorang pejuang berteriak lantang
Gagah berani memegang senjata lawan penjajah
Dua kata menjadi pilihan
Merdeka atau mati
Tubuh kekar dihujani peluru
Penuh lubang di sekujur tubuh
Darah bercucuran mereka tetap tegak berdiri
Sekali lagi lantangkan merdeka atau mati - Hari Kemerdekaan
Karya: Sapardi Djoko Damono
Akhirnya tak terlawan olehku
Tumpah di mataku, dimata sahabat-sahabatku
Ke hati kita semua
Bendera-bendera dan bendera-bendera
Bendera kebangsaanku
Aku menyerah kepada kebanggan lembut
Tergenggam satu hal dan kukenal
Tanah dimana ku berpijak berderak
Awan bertebaran saling memburu
Angin meniupkan kehangatan bertanah air
Semat getir yang menikam berkali
Makin samar
Mencapai puncak ke pecahnya bunga api
Pecahnya kehidupan kegirangan
Menjelang subuh aku sendiri
Jauh dari tumpahan keriangan di lembah
Memandangi tepian laut
Tetapi aku menggenggam yang lebih berharga
Dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
Makin bercahaya makin bercahaya
Dan fajar mulai kemerahan - Karawang-Bekasi
Karya: Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
Terbayang kami maju dan mendegap hati?Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawaKami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetakKenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung SjahrirKami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impianKenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi - Bunga dan Tembok
Karya: Widji Thukul
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besiSeumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiriJika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun – tirani harus tumbang! - Prajurit Jaga Malam
Karya; Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
3. Puisi kemerdekaan 17 Agustus yang menyentuh
Puisi merupakan karya sastra yang bisa menyentuh para pembacanya. Namun, membuat puisi yang menyentuh juga tidak mudah.
Di momen kemerdekaan ini, puisi kemerdekaan 17 Agustus di bawah ini bisa menjadi inspirasi untuk menulis puisi yang menyentuh.
Tema-tema puisi yang menyentuh seputar 17 Agustus bisa bermacam-macam, mulai dari suasana 17 Agustus sampai kritik terhadap hal-hal yang dianggap tidak adil.
Harapannya, momen kemerdekaan bisa terus dikenang dan diabadikan lewat tulisan. Berikut beberapa puisi menyentuh yang menginspirasi.
- Jakarta 17 Agustus Dini Hari
Karya: Sitor Situmorang
Sederhana dan murni
Impian remaja
Hikmah kehidupan
BerNusa
BerBangsa
BerBahasa
Kewajaran napas
Dan degub jantung
Keserasian beralam
Dan bertujuan
Lama didambakan
Menjadi kenyataan
Wajar, bebas
Seperti embun
Seperti sinar matahari
Menerangi bumi
Di hari pagi
Kemanusiaan
Indonesia Merdeka
17 Agustus 1945 - Pahlawan Tak Dikenal
Karya: Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayangWajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat mudaHari itu 10 November, hujanpun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnyaSepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda. - Atas Kemerdekaan
Karya: Sapardi Djoko Damono
Kita berkata: jadilah
Dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
Di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
Di tepinya cakrawalaTerjerat juga akhirnya
Kita, kemudian adalah sibuk
Mengusut rahasia angka-angka
Sebelum Hari yang ketujuh tiba
Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
Dari segenap mimpi kita
Sementara seekor ular melilit pohon itu:
Inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah - Merdekalah Bangsaku
Karya: Moh. Yamin
Sejarahmu terus terkenang diingatanku
Tujuh belas Agustus saksi bisu hari kobebasanku
Para pahlawan bertaruh keras pertahankan keutuhanmu
Sebagai kenangan sepanjang hidup
Indonesia kini merdeka
Berkibarnya sang merah putih bawa napas lega tanpa nestapa
Mengenang cerita berderailah air mata
Kemerdekaan hilangkan jeritan laraIndonesia merdeka...
Lahirkan pemuda pemudi bangsa
Terbang ke awan menguak kedamaian
Menengok ke kanan bawa kebaikan
Kaki cengkeram erat semboyan kemerdekaan - Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu
Karya Widji Thukul
Apa guna punya ilmu
Kalau hanya untuk mengibuli
Apa gunanya banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
Di mana-mana moncong senjata
Berdiri gagah
Kongkalikong
Dengan kaum cukong
Di desa-desa
Rakyat dipaksa
Menjual tanah
Tapi, tapi, tapi, tapi
Dengan harga murah
Apa guna banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu - Gugur
Karya: WS. Rendra
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnyaKe dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannyaBagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknyaIa menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainyaBelum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,ia berkata:
”Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
4. Puisi kemerdekaan 17 Agustus tentang pengorbanan
Selain berjuang mendapatkan kemerdekaan Indonesia, para pahlawan juga mengorbankan segala yang dimiliki untuk bangsanya.
Mereka rela menghabiskan waktu, tenaga, bahkan mempertaruhkan nyawanya. Berkat pengorbanan itulah kini Indonesia bisa bebas dari bangsa penjajah.
Di masa penjajahan, ada banyak pahlawan yang gugur dengan hormat sebagai pejuang. Berikut adalah puisi puisi kemerdekaan 17 Agustus tentang pengorbanan para pahlawan di masa lalu.
-
Kulihat Patung Pejuang
Karya: Ryan RachmanKulihat Patung Pejuang
Ku lihat patung pejuang
Berdiri di tepi jalan
Yang satu terluka
Yang lain memapahnya Keduanya seolah berkata:"Lihat tetes darah kami nak
Membasah di haribaan ibu pertiwi
Tak sempat kami melihat kalian
Hidup nyaman tanpa ketakutan"Lalu aku tersentak
Leluhurku gugur berkalang tanah
Melepas nyawa untuk merdeka - Kami
Karya: Mansur Samin
Kami tak sia-sia mempertahankan bumimu ini
menyerahkan gerak jiwa masak oleh tenaga
pandanglah jalan suram masa kalut yang dikeluhi
setiap kata mencari nilai dalam benda
Kami tak sia-sia mempertahankan keindahanmu ini
melepaskan ria dunia mencari arti sederhana
lihatlah kedamaian sejuk larut diremuk hari
seluruh malam menepis tibanya fajar
Kami telah bercinta dengan dunia dan air mata
inilah masa retak menghancurkan bintang sejarah
kesederhanaan jiwa menggelita sudah
tinggal kecewa melulu menjenguki hati yang mabuk
dan dari kerentaan pencapaian bentuk
pitam berkata: Tuhan sudah tiada di dunia!
Kami tak sia-sia mempertaruhkan jiwa ini
merebut derita dunia mendengungkan tangis anak manusia
bangkitlah penyair, rebut sikap yang masih kita miliki
seluruh makna kembalikan pada pencapaian sederhana. -
Merdeka Sejak Muda
Karya: Ozy V. AlandikaIndonesia sudah menua
Aku masih muda
Tunas baru bertumbuh
Membaca teks proklamasiMasih mengeja
Tapi biarlah
Kita sudah merdeka sejak muda
Boleh belajar dan berkarya
Boleh berpendapat dan berbicara
Boleh bermimpi dan bercita-cita
Baik hari ini maupun seterusnya - Terkepung
Karya: Sulaiman Juned
Seperti angin lolos dari kepungan
Keinginan berjuang
seperti desir angin membelai hati
sedang aku membutuhkan pejuang yang memiliki
cinta.Keinginan berjuang
adalah matahari yang memberi kehidupan
juga rembulan menuntun pejalan
di kegelapan.Keinginan berjuang
penjilat dan pengkhianat bermain-main di sungai cinta
untuk melemahkan kasih sayang, lalu induk burung
didapatkan karena anaknya.: Biarlah padi menguning dinikmati para cucu
Ah! - Sajak Anak-Anak Mati
Karya: Goenawan Mohamad
Tiga anak menari
tentang tiga burung gereja
Kemudian senyap
disebabkan senja
Tiga lilin kuncup
pada marmer meja
Tiga tik-tik hujan tertabur
Seperti tak sengaja
"Bapak, jangan menangis" - Indonesia Sudah Merdeka
Karya: Asty Kusumadewi
Penjajah melawan Indonesia
Peperangan di belahan penjuru Nusantara
Bambu runcing senjata utama
Memperjuangkan Indonesia merdeka
Konon katanya, sepotong roti lebih berharga
Soedirman jadi korbannya
Pengkhianat bangsa tunduk menggadaikan harga dirinya
Bersyukur, Jenderal dilindungi oleh Yang Maha Esa
Indonesia sudah merdeka
Kapten Pattimura dengan pedangnya
Jenderal Soedirman dengan tandunya
Pangeran Diponegoro dengan gerilyanya
Melawan penjajah sebegitu kuatnya
Ucapkan syukur kepada Tuhan kita
Dengan segala upaya
Dengan pertumpahan darahnya
Indonesia, sudah.. Merdeka!!
5. Puisi kemerdekaan 17 Agustus singkat
Untuk memeriahkan hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus, biasanya digelar berbagai perlombaan termasuk baca puisi.
Namun, membaca puisi untuk lomba biasanya disediakan waktu yang begitu singkat. Alhasil, kamu harus pintar-pintar memilih puisi yang singkat.
Berikut puisi kemerdekaan 17 agustus yang singkat dan padat.
- Pejuang Kemerdekaan
Karya: Rahmy Ardhy
Merah darahmu menggelora
Semangat juangmu membara
Tak pernah padam
Meski harus berkorban nyawa
Meski harus menderita
Kau telah memperjuangkan
Kemerdekaan Indonesia
Dengan perkasa
Dengan susah payah
Tanpa keluh kesah
Tak akan kami sia-siakan hasil
Perjuanganmu
Akan kami isi dengan membangun negeri
Agar Indonesia semakin mandiri. - Pemuda Pahlawan
Karya: Riky Fernandes
Gelagat keharuan tercium bagai bangkai kecoa yang mulai hancur.
Waktumu tidak banyak di atas fana.
Rapatkan jari-jemarimu agar sampai menuju menara
Bulatkan tekadmu untuk melawan arus kebencian setiap manusia-manusia itu.
Kukuhkan dua kakimu sampai ke kepala.
Tarik tali pelontar kain merah putihmu.
Usah kau sujud di atas tanah itu.
Tancapkan saja tiang semangatmu setinggi mungkin.
Senyummu kian memanis dengan topi jerami berwarna gelap.
Dan saat itulah kau akan tahu betapa sulitnya hidup.
Dengan hias keringat tanpa peduli hari telah mencapai senja. - Pahlawananku
Karya: Riza Hidayat
Pahlawanku..
Bagaimana ku bisa
Membalas jasa-jasamu
Yang telah kau berikan untuk bumi pertiwi
Haruskah aku turun ke medan perang
Haruskah aku mandi berlumuran darah
Haruskah aku tertembak peluru penjajah
Aku tak tahu cara untuk membalas jasamu
Engkau relakan nyawamu
Demi suatu kemerdekaan yang mungkin
Tak bisa kau raih dengan tanganmu sendiri
Pahlawanku.. engkaulah bunga bangsa - Mengenang
Karya: Yuliani Megantari
Muak jadi budak
Mereka maju dengan penuh yakin
Menentang benteng besi bersama
Sembilan obor telah menancap di sudut- sudut bumi
Bumi yang telah basah
Ketika mereka bergegas
Di pintu pagi yang cemas
Aku hanya dapat menanti kabar dari langit dan bumi
Dentang jam berbunyi detik demi detik
Mereka telah pergi
Kembali pada cahaya, yang menjadi air
Mengalir pada muara yang tak pernah berbatas
Kembali pada api, tanah pijakan ibu pertiwi
Terbang ke atas langit tak berlapis yang menyatu bersama udara
Merongga dalam kekekalan
Bumi telah mencatat nama mereka
Pada sebuah puisi yang kurangkai ini
Dan terkenang menjadi dongeng anak negeri - Apa Kata Bung Hatta
Karya: Hati Nurahayu
Banyak kata untuk negeri
Terjujur dari jiwa yang murni
Indonesia ada selalu di hati
Terucap pesan yang terpatri
Persatuan satu harus miliki
Jangan pudar karena dari para pembenci
Memecah belah negeri
Karena ingin kita dikuliti
Jatuh bangunnya negeri
Ingatlah selalu tertanam di diri
Bersatu padu selalu ada di jiwa kami
Penjajah pemecah belah takut kekuatan ini -
Hikmah Kemerdekaan
Karya: YaminTujuh puluh empat tahun silam
Ku belum dipertemukan
Raga belum terwujud
Nyawa belum bersemayam
Tapi tampak sinyal kehidupan
Di usiaku yang separuh baya ini
Aku hanya bisa menikmatimu
Belum bisa memberi warna
Teruntuk negeri ini
Pagi merayap siang
Tepat pukul sepuluh detik-detikmu diperdengarkan
Pekik merdeka menggema mengangkasa ke penjuru negeri
Dengan rasa haru ke sambut pekikmu
Itulah 30 puisi kemerdekaan 17 Agustus yang bisa kamu baca dan resapi maknanya di momen membahagiakan ini. Lewat puisi di atas, semoga kamu bisa meresapi makna kemerdekaan dengan lebih dalam.
Menurutmu, mana puisi tentang kemerdekaan yang paling menyentuh?