Morgan Oey kembali menunjukkan totalitasnya sebagai aktor lewat film terbarunya, Pengepungan di Bukit Duri. Beradu akting dengan deretan aktor dan aktris berbakat, film ini menjadi salah satu proyek yang paling ia nantikan. Bukan hanya karena nama besar Joko Anwar sebagai sutradara, tetapi juga karena cerita yang diangkat memiliki kedalaman emosi yang kuat.
Dalam film ini, Morgan berperan sebagai Edwin, seorang guru yang menghadapi tekanan berat dari lingkungan tempatnya mengajar. Karakter ini jauh berbeda dari peran-peran yang pernah ia mainkan sebelumnya, membuatnya harus melakukan eksplorasi lebih dalam, baik secara emosional maupun fisik.
Dalam wawancara eksklusif bersama Popbela, Morgan membagikan pengalaman dan tantangan yang ia hadapi selama proses syuting. Bagaimana kisahnya? Simak selengkapnya di sini!
Proyek film impian Morgan Oey
Bisa bekerja sama dengan Joko Anwar adalah impian banyak aktor, termasuk Morgan Oey. Ia mengaku selalu mengagumi karya-karya sang sutradara dan merasa ini adalah kesempatan emas yang tidak bisa ia lewatkan. Ketika pertama kali ditawari proyek ini, Morgan merasa campuran antara gugup dan bersemangat.
"Awalnya nggak percaya. Seriusan ini buat aku?" ungkapnya. Namun, setelah membaca naskah dan memahami visi besar dari film ini, ia semakin yakin bahwa ini adalah proyek yang harus ia ambil.
Menurut Morgan, Pengepungan di Bukit Duri bukan sekadar film aksi atau drama biasa. Ceritanya mengangkat isu sosial yang dalam dan menampilkan karakter-karakter yang kompleks.
"Ini bukan hanya soal adegan laga yang keren, tapi juga soal bagaimana karakter-karakter di dalamnya menghadapi berbagai tekanan hidup," jelasnya. Ia pun tak ragu untuk memberikan totalitasnya dalam proyek ini, meskipun tahu bahwa tantangan yang akan dihadapi tidaklah mudah.
Perankan karakter yang penuh tekanan dan trauma
Edwin, karakter yang diperankan oleh Morgan, adalah seorang guru yang berjuang dengan trauma masa lalunya. Selain menghadapi murid-murid yang memiliki karakter keras, ia juga harus berhadapan dengan tekanan dari sistem pendidikan yang tidak berpihak kepadanya. Peran ini menjadi tantangan tersendiri bagi Morgan, terutama dalam memahami sisi psikologis Edwin.
"Edwin itu bukan karakter yang hitam atau putih. Dia punya luka batin yang dalam, tapi di satu sisi dia juga ingin tetap bertahan dan berbuat baik," jelasnya.
Untuk bisa memerankan Edwin dengan lebih autentik, Morgan melakukan riset yang cukup mendalam. Ia membaca berbagai referensi tentang trauma psikologis dan berdiskusi dengan para guru serta psikolog.
"Aku ingin tahu bagaimana seseorang dengan beban emosional seperti Edwin menjalani kehidupan sehari-hari. Apa yang mereka pikirkan, bagaimana mereka merespons situasi, semuanya harus terasa nyata," tambahnya. Baginya, tantangan terbesar bukan hanya menghafal dialog, tetapi juga menampilkan ekspresi dan gestur yang bisa menggambarkan luka batin Edwin dengan begitu smooth tanpa terlalu terlihat bahwa sosok tersebut memiliki trauma yang dalam.
Persiapan fisik yang intens
Selain pendalaman karakter secara emosional, Morgan juga harus menjalani persiapan fisik yang cukup berat untuk film ini. Beberapa adegan mengharuskannya melakukan aksi yang intens, sehingga ia harus berlatih dengan tim stunt dan koreografer aksi selama beberapa bulan sebelum syuting dimulai.
"Aku harus membiasakan diri dengan adegan-adegan aksi yang menuntut ketahanan fisik. Latihannya nggak main-main," ujarnya.
Selain itu, Morgan juga harus menjaga kebugaran tubuhnya agar tetap prima selama proses syuting berlangsung. Ia menjalani latihan rutin dan menjaga pola makan agar tetap fit.
"Syuting film ini sangat menguras energi, jadi aku harus memastikan tubuhku dalam kondisi terbaik. Apalagi adegan-adegan emosional juga membutuhkan stamina yang kuat," tambahnya. Meski terasa melelahkan, ia menganggap pengalaman ini sebagai bagian dari tantangan yang membuatnya semakin berkembang sebagai aktor.
Serunya membangun chemistry dengan pemain lain
Salah satu hal yang paling dinikmati Morgan selama syuting adalah membangun chemistry dengan para pemain lainnya. Film ini memiliki banyak karakter dengan latar belakang yang beragam, sehingga interaksi antar karakter menjadi salah satu aspek penting yang harus diperhatikan.
"Setiap karakter di film ini punya cerita masing-masing, dan aku harus bisa membangun hubungan yang natural dengan mereka, terutama dengan karakter-karakter yang sering berinteraksi dengan Edwin," ungkapnya.
Untuk memperkuat chemistry, Morgan dan para pemain lain sering mengadakan diskusi dan latihan bersama sebelum syuting. Mereka juga banyak menghabiskan waktu di luar set untuk membangun kedekatan secara personal.
"Aku percaya kalau kita sudah nyaman di luar kamera, itu akan terasa juga di depan kamera. Jadi kami sering ngobrol, latihan bareng, bahkan sekadar nongkrong untuk lebih mengenal satu sama lain," tambahnya.
Harapan Morgan untuk film Pengepungan di Bukit Duri
Sebagai aktor, Morgan berharap film ini tidak hanya memberikan pengalaman sinematik yang mengesankan, tetapi juga bisa membawa pesan yang kuat bagi penonton. Menurutnya, Pengepungan di Bukit Duri adalah film yang menggambarkan realitas sosial yang sering kali luput dari perhatian banyak orang.
"Ada banyak hal yang bisa kita refleksikan dari film ini. Aku harap penonton bisa melihat lebih dari sekadar cerita di layar, tapi juga menangkap pesan yang ingin disampaikan," katanya.
Ia juga berharap perannya sebagai Edwin bisa memberikan perspektif baru tentang pentingnya empati dan keberanian dalam menghadapi hidup. "Aku ingin orang-orang bisa melihat bahwa setiap orang punya perjuangannya masing-masing. Jangan gampang menghakimi, tapi coba untuk memahami," tutupnya. Dengan semua usaha dan totalitas yang telah ia berikan dalam film ini, Morgan berharap Pengepungan di Bukit Duri bisa menjadi salah satu karya yang berkesan bagi penonton.