Di Indonesia sendiri, dunia plus size modelling memang belum mendapat tempat yang besar seperti di luar negeri. Bahkan, mungkin masih banyak orang yang belum tahu, seperti apa sih industri plus size modelling itu? Apalagi, stereotip yang terbangun untuk menjadi seorang model ialah perempuan yang kurus, tinggi, dan langsing. Padahal, dunia modelling nggak sesempit itu, lho!
Salah satu contohnya ialah Wiendy Nathalia. Menjajal dunia plus size modelling mungkin tak pernah terlintas di benaknya. Namun siapa sangka, inilah yang menjadi titik balik dirinya menjadi sosok yang percaya diri seperti sekarang ini. Nggak untuk dirinya sendiri, dara kelahiran 1 Desember 1989 ini juga ingin mengajak perempuan lainnya untuk mulai mencintai dirinya dan menunjukkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kebahagiaan.
Popbela pun berkesempatan untuk mengobrol bersama Wiendy Nathalia usai pemotretan #IAMREAL poWerpuff Beauty Issue.
Sempat merasa berada di titik terendah
Masa-masa sekolah menjadi titik terendah dalam hidup seorang Wiendy Nathalia. Pasalnya, ia merasa banyak orang yang melihatnya sebelah mata karena penampilannya berbeda dari “standar kecantikan” yang terbentuk di masyarakat. Itulah yang membuat Wiendy merasa rendah diri hingga membuatnya menjadi anak yang mudah emosi. Ia menjadi pribadi yang sangat sensitif ketika ada orang yang melihatnya karena merasa insecure terhadap penampilannya.
“Masa paling drop adalah masa sekolah karena aku paling ngerasa salah. Dan pada saat itu, nggak ada guru yang bilang, ‘Its okay to be fat. Gendut, aneh, itu nggak apa-apa,’. Mereka malah nyuruh kita ngikutin stereotip yang kurus, tinggi, langsing. Maka dari itu, sebenernya aku kurang setuju kalau orang-orang harus melalui satu sistem yang sama karena orang beda-beda kan,” ujar Wiendy.
Liposuction itu bukan solusi
Banyak orang berpikir, jalan pintas untuk bisa jadi langsing dalam waktu singkat ialah dengan menjalani proses sedot lemak alias liposuction. Wiendy pun sempat tergiur dan memutuskan untuk melakukan liposuction di Bali. Tapi rupanya, sedot lemak tak seindah yang ia bayangkan selama ini. Perempuan berusia 29 tahun ini harus merasakan sakit yang teramat sangat hingga ia tak dapat melakukan apa-apa dan harus rehat selama 3 bulan. Hingga akhirnya ia sadar bahwa apa yang ia lakukan selama ini adalah kesalahan.
“Yang paling membuat aku nge-down banget waktu melakukan liposuction itu setiap aku teriak-teriak, dokternya bilang, ‘Beauty is pain, rasain semuanya karena ya memang harus kayak gini kalau mau cantik’. Sampai aku ngerti, stigma orang cantik tuh sampai harus begini, lho. Sampai akhirnya ya sudah pokoknya nggak mau tahu gimana ceritanya, aku mesti happy sama diriku sendiri,” cerita Wiendy. “Pada saat ngelakuin liposuction di bagian pertama, aku ngerasa aku bodoh. Jadi aku berhenti pada saat operasi pertama dan nggak dilanjutin.”
Temukan rasa percaya diri usai sekolah model
Perkenalannya dengan sekolah model merupakan titik balik Wiendy untuk menghargai diri sendiri dan mencintai tubuhnya. Awalnya, Wiendy memang nggak pernah tahu dunia plus size modelling di Indonesia karena memang tak pernah terekspos selama ini. Perempuan berzodiak Sagitarius ini pun akhirnya mulai masuk ke sekolah model. Dari sinilah ia mengetahui bahwa mental orang-orang plus size ternyata banyak yang hancur karena pengaruh lingkungan.
Di sekolah model itu, Wiendy bertemu banyak orang yang senasib dengannya, di mana mereka merasa tak percaya diri hingga menjadi kaum minoritas di masyarakat. Seiring berjalannya waktu, ia merasa bahwa yang membuat mereka menjadi minoritas ialah karena nggak ada yang berani speak up kalau mereka sama seperti yang lainnya.
“Jadi karena nggak ada yang speak up akhirnya aku pun menciut, nggak berani buat ngasih tahu seperti, ‘aku mau apa’ atau ‘aku siapa’. Nah, karena aku tahu kayak gitu, aku lihat orang lain begitu, kenapa nggak dimulai dari aku? Karena ternyata setelah aku menerima diriku, nurunin berat badan tuh nggak sesusah itu kok,” ungkap lulusan sekolah model Kimmy Jayanti School ini.
Suka duka menjadi model plus size
Usai merampungkan pendidikannya di sekolah model, Wiendy pun mulai mendapat tawaran untuk menjadi model plus size. Sejak memulainya di tahun 2014 silam, Wiendy merasa semakin nyaman berkarier di dunia plus size modelling. Di sisi lain, Wiendy bertekad untuk membuat sesuatu yang dapat memberikan perubahan bahwa model plus size juga patut dihargai seperti perempuan lainnya. Anak sulung dari 2 bersaudara ini tak ingin hanya karena memiliki tubuh berisi, mereka jadi merasa rendah diri.
Mungkin banyak orang berpikir menjadi model plus size itu tak perlu menjaga bentuk tubuh, maka itu salah. Kenyataannya, banyak teori yang perlu dipelajari untuk menjadi seorang model plus size. Bukan hanya senyum di kamera saja, tapi ia juga harus bisa membawa pesan produk tersebut kepada customer. Salah satu tantangan yang biasa ia rasakan ialah bagaimana memilih angle foto yang tepat serta belajar memahami trik-trik dalam pemotretan untuk model plus size.
Pesan untuk perempuan plus size lainnya agar percaya diri
Segala lika-liku dan perjalanan hidup yang telah dilaluinya selama ini membuat Wiendy menjadi pribadi yang kuat dan percaya diri. Perempuan yang juga berprofesi sebagai tarot reader ini mengungkapkan bahwa semua orang memiliki kecenderungan untuk ‘menjatuhkan orang lain’ dengan memberi komentar buruk pada kita. Untuk itu, kita sendirilah yang harus melindungi diri sendiri supaya nggak terbawa pada pikiran negatif dari mereka. Mulailah dengan memupuk rasa percaya diri dari dalam, maka kita akan merasa baik-baik saja.
“Semua (kepercayaan diri) itu mulai dari dalam. Kalau misalnya kalian sendiri nggak bisa memulainya, kenapa kalian minta orang lain mulai dan bisa melihat kalian cantik? Jadi, percaya dulu sama diri kalian, baru orang akan percaya sama kamu,” tutup Wiendy.
Photo credit:
Photographer: Ila Schaffer
Makeup & Hair: Kay Mori, Yuliyana Lesmana, Elly Sitompul
Stylist: Nisya Wiliardi
Fashion Editor: Michael Richards
Wardrobe: jaket H&M, celana BSSAR