Ada beberapa jenis kanker yang menyerang perempuan, salah satunya adalah kanker ovarium. Selain kanker serviks dan payudara, nyatanya kanker ovarium juga diderita oleh banyak perempuan di dunia. Minimnya informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai kanker ovarium, menjadi salah satu penghambat upaya pencegahan dan pendeteksian dini.
Padahal kanker ovarium merupakan penyebab kematian nomor delapan akibat kanker pada perempuan di seluruh dunia. Di Indonesia, kanker ovarium berada di peringkat tiga dari sisi insiden dan tingkat kematian untuk penyakit kanker pada perempuan.
Nah, untuk menjawab tantangan ini, AstraZeneca bekerja sama dengan Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia (HOGI) dan Indonesian Cancer Information & Support System (CISC) meluncurkan Kampanye 10 Jari untuk mengenal faktor risiko dan deteksi dini kanker ovarium.
Ketua HOGI, Prof. DR. dr. Andrijono, Sp.OG(K) mengatakan, “Setiap perempuan perlu mewaspadai ancaman kanker ovarium dengan mengenal faktor risiko dan deteksi dini kanker ovarium. Gejala kanker ovarium sering kali disalahartikan dengan gejala penyakit lain, sehingga sering luput dari perhatian dan baru ditemukan ketika telah mencapai stadium lanjut. Padahal jika dideteksi lebih awal, kanker ovarium dapat ditangani. Tapi faktanya 20% dari kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal, 94% pasien stadium awal ini akan dapat hidup lebih dari 5 tahun setelah didiagnosis."
Selain itu, spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Pungky Mulawardhana, Sp.OG (K) juga menyampaikan, “Kanker ovarium jarang ditemukan pada stadium awal karena berkembang secara tersembunyi dan hampir tidak bergejala. Bila timbul gejala klinis, umumnya merupakan akibat dari pertumbuhan, perkembangan, serta komplikasi yang sering timbul pada tingkat stadium lanjut. Saat keadaan sudah pada stadium yang lanjut, kanker akan sulit untuk disembuhkan."
Selama pandemi COVID-19 ini juga membuat perawatan kanker secara global sangat terganggu. Hal ini memberikan dampak yang signifikan terhadap prospek untuk melakukan diagnosis dini guna mendapatkan hasil yang lebih baik pasien. Bukti baru menunjukkan bahwa rujukan di seluruh dunia telah berkurang sebanyak 80%.
Di tahun 2020, diagnosa penyakit kanker turun sekitar 40% dan kemungkinan lebih buruk lagi dengan berlanjutnya situasi pandemi saat ini.
Direktur AstraZeneca Indonesia, Bapak Rizman Abudaeri mengatakan, “Selama pandemi, ketakutan akan risiko terjangkit COVID-19 ketika mengunjungi rumah sakit atau klinik telah menghalangi pasien untuk mendapatkan perawatan kesehatan, menyampaikan gejala penyakit yang dirasakan atau datang untuk melakukan pemeriksaan rutin. Banyak pasien yang terdiagnosa dengan kanker bahkan tidak meneruskan pengobatan mereka. Diagnosa sedini mungkin dan pengobatan yang tepat merupakan faktor penting untuk menentukan keberhasilan pengobatan kanker."
Kampanye 10 Jari merupakan kampanye untuk mengenal enam faktor risiko dan empat tanda kanker ovarium. Enam faktor risiko kanker ovarium yaitu memiliki riwayat kista endometriosis, ada riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium dan kanker payudara, mengalami mutasi genetik, angka paritas rendah, gaya hidup buruk, dan pertambahan usia.
Sedangkan tanda kanker kanker ovarium adalah kembung, nafsu makan berkuran, sering buang air kecil dan nyeri panggul atau perut10. Pada umumnya kanker ovarium tidak disertai gejala pada stadium awal.
Untuk menutup, Prof Andrijono juga menyampaikan, "Oleh karena itu Kampanye 10 Jari akan membantu perempuan Indonesia lebih waspada terhadap kanker ovarium. Segera ke dokter, jika memiliki salah satu dari 6 faktor risiko dan salah satu dari 4 gejala kanker ovarium. HOGI mengapresiasi sinergi dengan AstraZeneca dan CISC dalam upaya meningkatkan kesadaran perempuan Indonesia terhadap kanker ovarium. Harapannya semakin banyak perempuan yang melakukan deteksi dini kanker ovarium dan memiliki harapan hidup yang lebih baik.”