Dari mulai ditanya "kapan nikah?" sampai "aku kenalin ya sama temanku". Dari mulai kakek-nenek sampai sahabat dekat. Semua orang seolah tidak tahan melakukan single-shaming pada perempuan jomblo di akhir usia 20-annya.
Kenapa ini sebuah shaming? Ya karena pertanyaan-pertanyaan itu memang membuat kami merasa diolok-olok. Malu, kesal, dan nggak tahu harus berkomentar apa lagi.
Punya pasangan di usia 20-an bukan keharusan
Banyak, kok, perempuan zaman sekarang yang baru menikah setelah masuk kepala tiga. Sudah berada di akhir 20-an bukan berarti nggak laku juga. Tidak ada satu pun lembaga baik negara ataupun agama yang mengharuskan perempuan menikah di usia 20-an dan tidak lebih.
Nggak ada namanya istilah perawan tua
Istilah inilah yang membuat perempuan diburu-buru menikah, takut jadi perawan tua, belum disentuh pria sementara usianya sudah tua. Bela, sekarang tren usia pernikahan perempuan memang sudah bergeser, kok! Lebih banyak yang menikah di antara usia 28-34 tahun. Kabar baiknya, di usia tersebut mereka sudah matang secara emosional, sehingga lebih siap menjadi orangtua dan menjalani kehidupan rumah tangga.
Perempuan juga boleh fokus ke cita-cita dulu
Kalau ada laki-laki usia 20-an akhir belum punya pasangan dengan alasan fokus mengejar karier, orang-orang akan menganggap itu wajar, bahkan bagus. Sebaliknya kalau perempuan, "nggak usah terlalu ngoyo, kamu kan perempuan". Lho, perempuan juga sah-sah saja kalau mau fokus mengejar cita-cita dulu. Perempuan zaman sekarang harus bisa mandiri, dong, baik mandiri secara finansial maupun secara emosional.
Buat apa, sih, orang-orang meributkan status orang lain? Kalau punya harapan ya doakan dalam hati saja. Nggak perlu bertanya berulang kali, di depan orang banyak pula. Meski bentuknya doa "Semoga cepat dapat jodoh ya!" sering kali maknanya adalah sebuah olok-olok "Duh, keburu kamu jadi perawan tua!". Sedih, beneran!