Seiring kemajuan teknologi, masyarakat kita kini bisa merasakan pengalaman virtual yang menakjubkan. Beberapa dekade terakhir, bermacam robot yang berguna untuk membantu kehidupan manusia terus dikembangkan, mulai dari robot berwujud mesin hingga menyerupai manusia atau lazim disebut droid. Robot-robot ini pun dikendalikan dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Dengan kata lain, robot itu memiliki kecerdasan menyerupai makhluk hidup.
Nggak heran, dalam pengembangannya, manusia pun mulai tertarik untuk berinteraksi dengan robot-robot ini. Bahkan interaksinya bukan hanya secara kasual, tapi lebih intim atau lebih akrab dengan istilah digiseksual (digisexual). Menurut peneliti etika Neil McArthur dan Markie Twist dari Universitas Manitoba, kini kita akan menghadapi fenomena digiseksual.
Istilah 'digiseksual' akan makin marak, seperti dilaporkan penelitian terbaru Jurnal Terapi Hubungan dan Seksual tentang munculnya fenomena robot boneka seks sebagai pengganti pasangan. Singkatnya, digiseksual ini digunakan untuk menyebut orang dengan identitas seksual yang terpenuhi lewat media teknologi, semacam fetisisme terhadap robot dan kesenangan virtual.
McArthur pun mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi juga turut memfasilitasi manusia untuk dapat berinteraksi secara seksual. Saat ini teknologi interaksi seksual secara digital pun sudah lazim. Laman pornografi menyediakan konten 3D yang bisa diakses via Virtual Reality (VR). Ada juga sexbots, asisten virtual yang dikhususkan untuk kegiatan dewasa.
McArthur menambahkan akan semakin banyak orang menyadari pengalamannya dengan teknologi akan memengaruhi identitas seksualnya. Misalnya untuk memenuhi beberapa keinginan atau fantasi yang nggak bisa diterima pasangan konvensional. Penganut digiseksual akan memilih sikap untuk menghindari bermitra dengan manusia dan mendukung realita baru berupa robot yang dapat disesuaikan untuk berbicara dan berinteraksi. Fenomena yang umumnya banyak dialami para pria ini, memicu pesatnya perkembangan industri robot seks dan sex toys.
Tanda seseorang yang mengalami digiseksual ini pertama kali terlihat dari rasa nggak nyaman ketika bercinta dengan pasangannya yang memang adalah manusia. Para penganut paham seksual ini sangat menyukai menggunakan teknologi untuk melakukan hubungan seks karena yang dicari adalah ekspresi seksual dan erotis.
Seseorang yang menganut paham ini bertemu dengan pasangan mereka secara online, mereka akan mengomunikasikan sejauh mana mereka lebih suka terlibat dengan teknologi saat berhubungan seks. Beberapa orang yang menganut paham seksual ini akan melakukan hal seperti menonton video porno VR bersama-sama atau menggunakan mainan seks yang terhubung secara elektronik dengan WiFi misalnya.
Dikutip dari Your Tango, ada satu teknologi baru yang akan sangat menarik bagi para penganut digiseksual ini, yaitu VR dengan konten dewasa dan Teledildonik juga membuat terobosan besar ke pasar mainan seks. Dalam dua hingga tiga tahun ke depan, semua mainan seks akan terhubung melalui Bluetooth ke perangkat dan konten lain.
Para sexbots yang dilengkapi dengan (AI), seperti Harmony dan Henry dari Abyss Creations juga akan semakin populer. Mereka dapat diprogram khusus untuk masing-masing pemilik sesuai keinginan si pemilik. Pada akhirnya nanti para sexbots ini akan diciptakan sangat hidup dan interaktif yang bisa duduk di sofa atau berbaring di tempat tidur bersama.