Kisah Istri Nabi Musa yang bernama Shafura atau Shafuriyya mungkin sudah tidak asing di telinga umat Islam. Pasalnya, kisah cinta Nabi Allah ini sering di dengar dalam berbagai tafsiran. Adapun cerita yang paling banyak dijadikan pembelajaran adalah bagaimana istri Nabi tersebut selalu menjaga rasa malunya.
Istri Nabi Musa dipuji dengan sifat malunya dan selalu menjaga diri atau Iffah. Bahkan, sifat malunya ini dijadikan sebagai pakaiannya dan menjadi identitas diri. Hal inilah yang kemudian menjadikan Shafura sosok perempuan salihah yang patut diteladani.
Lantas, bagaimana sosok dari Shafura dan bagaimana pertemuannya dengan Nabi Musa? Berikut rangkuman kisah Shafura, istri Nabi Musa yang selalu menjaga rasa malunya. Yuk, simak!
Bertemu dengan Nabi Musa saat menunggu di sumber air
Sebelum menjadi istri Nabi Musa, Shafura adalah seorang perempuan yang kerap membantu ayahnya mengembala ternak. Berdasarkan Tafsir Qhashashi, diceritakan suatu hari Nabi Musa melarikan diri dari kejaran Firaun dan tentaranya. Dia pun sampai di suatu kampung bernama Madyan.
Saat itu, Nabi Musa melihat sekelompok orang sedang berebut air untuk ternak mereka di sumber mata air. Dari kejauhan, Nabi Musa melihat dua orang perempuan yang sedang menahan ternaknya untuk minum air. Dua orang perempuan tersebut adalah Shafura dan Layya, kakaknya.
Karena penasaran, Nabi Musa menghampiri keduanya dan bertanya mengapa mereka melakukan hal tersebut kepada hewan-hewan ternaknya. Perempuan itu menjawab bahwa dia tidak bisa memberi minum dombanya sebelum para pengembala laki-laki pergi karena ayahnya yang sudah tua dan tidak lagi mampu mengambil air untuk ternaknya.
Nabi Musa kemudian menolong kedua perempuan tersebut. Dia mengambil ternak mereka dan membawanya ke sumber air. Dengan begitu, hewan ternak itu dapat segera mendapatkan air untuk minum. Setelah selesai, Nabi Musa kembali mengarahkan ternak tersebut kepada Shafura dan Layya. Tanpa bicara, Nabi Allah tersebut pun pergi dan mencari tempat yang teduh untuk beristirahat.
Ajakan jamuan untuk Nabi Musa
Kebaikan Nabi Musa ini ternyata berhasil menyentuh hati Shafura. Dia merasa sangat senang karena dapat pulang ke rumahnya lebih cepat dan hewan ternaknya kembali terlihat segar. Setelah sampai di rumah, Dia pun dengan bersemangat menceritakan sosok orang yang membantunya kepada sang ayah.
Mendengar cerita sang anak, ayah Shafura berkeinginan untuk menjamu Nabi Musa dan mengucapkan terima kasih. Dia pun meminta sang anak untuk memanggil laki-laki penolong tersebut. Shafura pun bergegas mencarinya. Setelah sampai di hadapan Nabi Musa, dia berjalan malu-malu dan menutup wajahnya dengan lengan jubahnya.
Nabi Musa akhirnya berjalan menuju rumah Shafura untuk memenuhi panggilan dari ayah gadis yang dibantunya. Kala itu, alih-alih membiarkan Shafura memimpin jalan, Nabi Musa justru memintanya untuk jalan di belakang. Hal ini dilakukan untuk menghindari fitnah karena mereka yang hanya jalan berdua.
"Berjalanlah di belakangku. Aku ini laki-laki Ibrani, tidak boleh menatap bagian belakang perempuan. Tunjukan kepadaku jalan, ke kanan atau ke kiri."
Dijodohkan dengan Nabi Musa
Setelah sampai di rumah Shafura, Nabi Musa pun memperkenalkan dirinya dan menjelaskan secara ringkas apa yang tengah dialaminya kepada ayah Shafura. Perempuan tersebut pun meminta sang ayah untuk membalas budi Nabi Musa dengan memberikannya pekerjaan.
"Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya." (QS. Al-Qasas: 26)
Mendengar cerita Nabi Musa, ayah Shafura pun merasa kagum dengan sosok pemuda di hadapannya. Tak disangka, dia juga ingin menjodohkan Nabi Musa dengan salah satu anaknya.
"Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik." (QS. Al-Qasas: 27)
Nabi Musa pun menerima perjodohan tersebut. Dia menikah dengan Shafura, memiliki keturunan, dan hidup bahagia.
Istri Nabi Musa yang selalu menjaga rasa malunya
Kisah Shafura sebagai istri Nabi Musa sangat terkenal karena selalu menjaga rasa malunya. Dia bahkan menjadikan rasa malunya sebagai pakaian dan perhiasan yang dikenakannya. Hal ini agar bersifat malu tersebut menjadi identitas dirinya.
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, 'Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikanmu memberi minum ternak) kami'." (QS. Al-Qasas: 25)
Abu As-Su'ud menjelaskan jika makna jalan malu-malu dari perempuan tersebut adalah yang berjalan dengan tidak berjingkrak-jingkrak. Selain itu, Ibnu Katsir juga mengatakan jika Shafura menutup wajahnya karena sangat malu.
"Sesungguhnya Shafura menutup wajahnya dengan pakaian karena sangat malu, karena ketika itu menutup wajah tidak diwajibkan kepadanya."
Sosok yang selalu tampil dengan santun
Di samping selalu menjaga dirinya, Shafura juga adalah perempuan yang terpercaya, tangguh, dan tidak goyah saat bertemu dengan Nabi Musa. Hal ini karena dia selalu yakin bahwa dirinya suci, bersih, dan memiliki etika serta pendidikan yang tinggi. Selain itu, dia juga orang yang kalah berbicara seperlunya, tidak kurang dan tidak juga berlebihan.
Itulah rangkuman informasi mengenai kisah Shafura, istri Nabi Musa yang selalu menjaga rasa malunya. Semoga informasi tersebut dapat bermanfaat dan menjadi teladan yang baik.