Ketika kamu memutuskan untuk bertunangan dengan pasangan, kamu tidak hanya menggabungkan hidupmu dengan kehidupan pasangan. Namun, kamu juga menyatukan kedua keluarga yang mungkin sangat berbeda.
Meskipun ini adalah kesempatan yang menggembirakan—karena keluargamu akan semakin besar—tetapi dalam beberapa kasus, ini tidak akan berjalan dengan mulus.
Apalagi karena perencanaan pernikahan bisa membuat stres dan dapat meningkatkan ketegangan di antara keluarga.
"Ketika membahas soal konflik antara keluarga, kamu harus menyadari bahwa mereka adalah orang dewasa yang mampu mengelola ketidaksepakatan. Mungkin kamu ingin memihak, tetapi lebih penting untuk mempertimbangkan konsekuensinya,” kata terapis pernikahan dan keluarga, Beverley Andre.
Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan ketika orangtua dan calon mertua tidak akur, serta bagaimana menjaga kedamaian tanpa kehilangan kewarasan dirimu.
1. Cari tahu di mana konflik terjadi
Tidak semua tipe kepribadian bisa menyatu, terutama jika gaya dan pendekatan komunikasi dan konflik antara orangtua dan calon mertua berbeda.
Kemungkinan mereka mereka berjuang untuk beradaptasi dengan pergeseran dinamika kekuasaan dan seberapa besar pengaruh yang dimiliki terhadap anaknya seputar pernikahan. Apalagi jika ada perbedaan budaya atau agama.
"Kedua keluarga mungkin berjuang dengan kompromi seputar menggabungkan tradisi masing-masing," ujar Beverly.
Jadi, cobalah mengidentifikasi apa saja yang menyebabkan orangtua dan calon mertua tidak setuju. Jika kamu bisa dapat mengetahuinya, itu bisa membantumu memperbaiki masalah sebelum menjadi lebih buruk.
2. Tetapkan batasan
Orangtua dan calon mertua pastinya ingin membantu mewujudkan impian pernikahanmu dan pasangan. Namun, terkadang kamu perlu bilang "Tidak, terima kasih" atas tawaran bantuan mereka dan menetapkan batasan yang jelas.
Apalagi jika kamu berhadapan dengan tipe orangtua yang terlalu bersemangat dan terkadang memaksa anak-anaknya.
"Saya merekomendasikan untuk menetapkan batasan yang jelas antara pasangan dan kepada masing-masing anggota keluarga agar lebih jelas mendefinisikan peran dan tanggung jawabnya. Ini untuk mencegah konflik yang tidak perlu atas pengambilan keputusan," tegas Beverly.
Setelah kamu dan pasangan menetapkan dan mengkomunikasikan batasan yang jelas, berulah kalian dapat melibatkan anggota keluarga, seperti mendelegasikan tugas atau mengundang masukan.
3. Jangan memihak
Kamu mungkin tergoda untuk berpihak kepada orangtua jika ada perselisihan. Namun, Beverly menyarankan untuk menyadari tidak terjebak dalam konflik yang dilibatkan oleh orangtua dan calon mertua.
Terlibat hanya bisa memperburuk keadaan dalam jangka panjang. Jadi, sebelum kamu secara tidak sadar mulai memihak, tarik napas dalam-dalam dan lihat kembali situasi dengan kepala yang lebih dingin.
4. Dorong orangtua dan calon mertua untuk membicarakannya
Tahan keinginan untuk menjadi mediator dan sebagai gantinya cobalah ajak orangtua dan calon mertua untuk membicarakan semuanya bersama.
Agar lebih mudah melakukannya, Beverly merekomendasikan untuk membuat lingkungan yang mendukung sebisa mungkin. Biarkan mereka tahu bahwa kamu mendengar kekhawatiran mereka dan ingin menemukan solusi yang membuat semua orang bahagia.
5. Tahu kapan harus campur tangan
Jika konflik antara orangtua dan calon mertua mulai memengaruhi hubunganmu dan pasangan, Beverly menyarankan untuk campur tangan dengan hati-hati.
Jika orangtuamu yang menyebabkan masalah, kamu harus menyelesaikannya. Pasangan juga harus melakukan hal yang sama dengan orang tuanya.
"Dengan berkomunikasi langsung kepada orangtua, kamu dan pasangan dapat mengelola masalah secara efektif tanpa meningkatkan ketegangan yang lebih lanjut," kata Beverly.
Meski begitu, penting juga untuk mengetahui kapan kamu dan pasangan harus ikut campur dan kapan harus membiarkan.
Jika konflik tampak kecil atau tidak berdampak langsung pada hubungan, biarkan orangtua dan calon mertua menyelesaikan perbedaan mereka secara mandiri.
6. Prioritaskan komunikasi sebagai pasangan
Potensi konflik antara orangtua dan calon mertua bukanlah hal yang mudah untuk diselesaikan. Untuk itu, Beverly merekomendasikan untuk memprioritaskan komunikasi yang jelas dan terbuka, tidak hanya dengan orangtua, tetapi juga dengan pasangan.
Beverly bilang, "Melakukan cara ini dapat memperkuat fondasi komunikasi ke dalam pernikahan karena kamu dan pasangan dapat memproses informasi bersama, berbagi pemikiran dan kebutuhan, dan mengkomunikasikannya kepada keluarga.”
Cobalah untuk tidak saling menyalahkan atas apa yang terjadi. Mendengarkan perspektif satu sama lain dan mengakui perasaan akan membangun kepercayaan dengan pasangan.
"Tegaskan kembali komitmen sebagai sebuah tim dengan dapat saling meyakinkan tentang kesiapan untuk menghadapi tantangan bersama, termasuk yang melibatkan orangtua," saran Beverly.