Ibu, Ayah, kutitipkan surat yang bahkan belum tentu akan dapat kalian baca. Kuharapkan kesehatan dan kebahagiaan kalian di dunia dan di akhirat nanti. Kuucapkan terima kasih karena kalian telah membuatku ada di dunia ini, meskipun mungkin hanya sebentar kalian merasakan aku ada.
Ibu, Ayah, yang bahkan aku tak tahu namanya. Selalu kubawa kalian dalam setiap lantunan doa. Karena kutahu Tuhanku akan menerimanya meski tanpa makna.
1. Ingin sekali aku bertemu, meski tahu aku takkan mampu
Ibu, Ayah, ingin sekali aku bertemu kalian, menatap dua wajah yang sudah menyumbangkan kemiripan dengan wajahku ini. Ingin sekali kupeluk dua tubuh yang bahkan wanginya saja belum pernah terbayang.
Ingin kuajak kalian menemui dua orangtua yang aku panggil Mama dan Bapak semenjak aku bisa bicara. Berterima kasihlah pada mereka, mereka sudah menganggap layaknya darah merekalah yang mengalir di tubuhku ini. Berterima kasihlah, mereka tidak pernah sekalipun mempermasalahkan asal tubuh dan sikap yang mungkin jauh berbeda dengan mereka ini.
2. Pernahkan kalian memikirkanku?
Satu hal yang selalu ingin kutanyakan sampai saat ini umurku akan menginjak 28 tahun. Apakah kalian pernah memikirkanku seperti aku menyimpan semua pikiranku mengenai kalian? Pernahkan terlintas bagaimana rupaku? Apakah aku lulus sekolah? Apakah aku punya teman? Apakah aku pernah sedih? Apakah ada teman yang mengejek asalku? Apakah aku bahagia? Dulu mungkin terpikirkan semua hal itu, tapi perlahan waktu menghapusnya.
3. Aku sudah menerima takdir hidup ini
Untuk Ibu dan Ayah yang aku tidak tahu di mana dan tidak tahu di mana aku berada. Aku mungkin pernah marah dan benci pada kalian, sesaat aku mendengar cerita yang mungkin seharusnya tidak kudengar. Cerita yang bahkan sudah dikunci rapat dalam bilik rahasia terdalam di hati Bapakku yang sekarang. Cerita yang membuatku terpuruk karena merasa tidak diinginkan, ditinggalkan. Tapi, kemudian Tuhan menyadarkanku, bahwa kehadiranku membawa berkah bagi keluarga sekarang ini.
Bapak yang sampai sekarang masih kaku dan Mama yang bahkan tidak pernah memelukku, mendengar cerita orang lain bahwa betapa bahagianya mereka berdua mendapatkanku di waktu itu. Betapa kehadiranku yang tidak kalian inginkan, memberi cerita yang lebih bermakna bagi mereka. Saat itulah aku mulai membuang benciku. Saat itu aku mulai menerima kehidupan baruku.
4. Ibu, Ayah, terima kasih
Ibu, Ayah, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih.
Berkat cerita ini aku tahu rasanya jadi kuat. Meskipun awalnya berat, sangat berat. Aku sudah mampu tersenyum dan tertawa bila ada yang menanyakannya, bila ada yang ingin mendengar cerita ini. Bahkan aku tersenyum saat menulis cerita ini.
Ibu, Ayah, mari bahagia di tempat yang berbeda. Mungkin kita tidak bisa makan bersama di meja, atau berpiknik sambil menghirup udara bahagia bersama, tapi mari tetap bahagia dengan cara yang kita sendiri tentukan jalannya.
Ibu, Ayah, sayang dan rinduku aku sampaikan lewat surat ini.
Dari anakmu yang jauh di sini.
Mau ikut kompetisi menulis artikel surat terbuka dan dimuat di Popbela seperti ini? Baca ketentuannya di bawah ini.