"Seperti sebuah senja, mungkin itulah kita. Indah sekejap dan berujung menyakitkan. Layaknya matahari yang harus kembali pada siang. Dan bulan yang harus kembali pada malam. Seperti itulah kita, yang juga harus kembali pada takdir masing-masing."
Seperti kutipan itulah kiranya gambaran hubungan kami. Berada di samping bayangnya selalu menyenangkan. Tuhan pula yang mempertemukan kami dengan cara yang indah, ketika langit berubah menjadi jingga-merah muda, ya saat senja tiba kami bertemu. Hingga suatu saat, aku tak lagi bertemu dengannya.
Kulihat Kamu Bahagia Bersamanya
Aku harap itu selamanya, walau kamu tak lagi denganku. Apalagi kulihat matamu berbinar-binar saat mencertakannya kepadaku. Seperti siang, yang selalu ditemani hujan dan angin, begitu pula hubunganmu dengannya. Tetapi aku tetap menemuimu, hanya untuk memastikan kau baik-baik saja.
Kamu Melarangku Memilih Orang Lain
Saat aku mencoba menerima seseorang yang akan menemaniku, lantas kau marah padaku. Entah tak sependapat denganku atau kau memang marah karena aku memilih orang lain? Sebetulnya, aku marah pada diriku sendiri. Aku marah karena aku dengan yang lain. Hanya saja aku tak berdaya untuk tak berterus terang padamu, bahwa aku menyayangimu dibanding dengannya.
Tak Perlu Berdusta
Bila kau selama ini bersamanya, hanya untuk menutupi kalau kau menyukai diriku, sama saja kamu menyakiti dirimu sendiri, terlebih lagi aku. Terus teranglah aku akan berterimakasih padamu.