5 Tanda Trauma Bonding, Sebuah Ikatan Emosional yang Toxic

Terjadi akibat trauma masa lalu yang membuat 'kecanduan'

5 Tanda Trauma Bonding, Sebuah Ikatan Emosional yang Toxic

Apakah kamu pernah dengar cerita tentang seseorang yang terjebak dalam hubungan toxic dengan pasangannya, tapi dia nggak bisa semudah itu untuk keluar dari hubungan tersebut?

Kalau kamu pernah mendengar dan bertanya-tanya tentang hal ini, kamu perlu mengetahui tentang istilah ikatan trauma atau trauma bonding.

Menurut salah seorang psikoterapis, Jourdan Travers, trauma bonding diartikan sebagai sebuah keterikatan secara emosional yang dimiliki seseorang dengan pelaku kekerasan. 

Hal ini bisa terjadi ketika seseorang memiliki perasaan sayang, atau merindukan individu yang telah melecehkannya, karena ia telah mengembangkan hubungan dengan pelaku.

Trauma bonding rentan terjadi pada seseorang yang mengalami pelecehan di masa kanak-kanak, karena dia secara nggak sadar akan tertarik pada pasangan yang toxic di usia dewasa, dan menganggap hubungan toxic terasa akrab. Perasaan akrab atau familiar inilah yang membuat seseorang sulit untuk keluar dari hubungannya yang toxic.

Melansir mindbodygreen, dalam praktiknya, trauma bonding terlihat seperti siklus kompulsif tentang keinginan untuk menyenangkan hati pasangan. Hal ini ditandai dengan adanya insiden kekerasan berupa pelecehan fisik, verbal, atau emosional, dan kemudian periode "bulan madu" di mana semuanya tampak baik-baik saja. 

Sang pelaku kekerasan ini mungkin akan menunjukkan penyesalan dan mengatakan kalau karakter mereka yang penuh dengan kekerasan itu bukanlah karakter asli mereka. Mereka mungkin akan berjanji untuk nggak melakukannya lagi, hingga akhirnya korban percaya, tapi nyatanya pola 'beracun' itu akan terus berlanjut.

Untuk melihat tanda dari trauma bonding, kamu bisa simak 5 tandanya di bawah ini, ya.

1. Mengabaikan red flag karena terpikat hal-hal manis dalam hubungan.

5 Tanda Trauma Bonding, Sebuah Ikatan Emosional yang Toxic

Menurut salah seorang psikolog, Nadine Macaluso, ikatan trauma dimulai dengan adanya janji cinta, rasa percaya, dan rasa aman.

Selama fase awal hubungan, biasanya seseorang tertipu oleh topeng kepercayaan diri, dominasi, dan karisma pasangannya, yang bisa membuatnya percaya bahwa dia akan dicintai dan dilindungi.

Ketika seseorang terikat dengan pasangannya, otomatis tubuhnya akan melepaskan senyawa kimia yang menciptakan perasaan bahagia, seperti dopamin dan oksitosin.

Namun, dalam kasus trauma bonding, ikatan ini dapat membuatnya "kecanduan" kepada pelaku. Nadine melanjutkan, gairah dan janji menggoda akan menyingkirkan intuisi seseorang.

Si pelaku mungkin memikatnya dengan menggunakan taktik psikologis tertentu, seperti berbohong, menipu, love bombing (menghujani dengan hadiah, kasih sayang, atau perhatian yang berlebihan), dan kemudian 'topengnya' pun terlepas.

2. Energi terasa terkuras dan menghindari komunikasi terbuka.

Meskipun hubungan yang tercipta karena trauma bonding juga memiliki beberapa momen membahagiakan, tetap saja sebagian besar hubungan tersebut nggak akan membuat seseorang merasa “hidup”. Sebaliknya, dia hanya akan merasa energinya terkuras.

Hubungan beracun dipenuhi dengan perilaku yang membuat korban “menggila”, karena kenyataan dan kebenaran yang dipercayainya, biasanya ditafsirkan ulang oleh pelaku untuk membingkai tindakan mereka sebagai hal yang dapat diterima oleh sang korban.

Akibatnya, dia jadi takut untuk berbagi pikiran secara terbuka, sehingga seiring waktu, dia pun mengurangi bicara dan berbagi dengan pasangannya.

Penting untuk diingat bahwa hubungan yang sehat nggak hanya dapat menoleransi konflik, tetapi juga menyambutnya, karena konflik dilihat sebagai kesempatan untuk memperkuat hubungan.

Ketika konflik dapat disambut, hal ini menunjukkan bahwa pasangan cukup percaya satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.

Di sisi lain, dalam hubungan dengan trauma bonding, seseorang mungkin merasionalisasi perilaku buruk pasangannya sebagai kesalahan yang ia perbuat, dan berusaha lebih keras untuk nggak membuat pasangannya kesal. 

3. Nggak bisa menjadi seperti diri sendiri dan menyimpan rahasia.

Menurut Nadine, dalam trauma bonding terdapat sebuah pola perilaku menindas yang dimaksudkan untuk mengendalikan seseorang dan menghilangkan rasa percaya diri mereka, atau yang disebut sebagai kontrol koersif.

Kontrol koersif dapat mencakup isolasi langsung atau tidak langsung (misalkan teman dan keluarga korban akan menjauhkan diri karena nggak tahan dengan perilaku si pelaku), perampasan, memantau dan menginterogasi korban, membatasi akses keuangan, hingga melakukan pelecehan fisik serta emosional.

Trauma bonding juga akan menciptakan sebuah disonansi kognitif, atau perasaan nggak nyaman akibat pemikiran dan perilaku yang nggak konsisten yang dilakukan oleh pelaku.

Korban dari hubungan trauma bonding mungkin akan mulai memandang cinta melalui rasa sakit, oleh karena itu ia mengabaikan tindakan kasar pasangannya.

Korban juga mungkin menyimpan sisi diri mereka yang sebenarnya dari hubungannya tersebut, dan menyimpan masalah untuk diri sendiri. 

4. Membela perilaku buruk pasangan.

Nadine melanjutkan, mereka yang terjebak dalam hubungan berdasarkan trauma bonding sangat mungkin untuk segera membela pasangannya dan membenarkan tindakan pasangan mereka terhadapnya, bahkan ketika mereka jelas-jelas melakukan kesalahan.

Dalam hubungan yang sehat, setiap pasangan harus mampu bertanggung jawab atas perilaku yang diperbuat.

Jika ada yang menyalahkan pasangannya atas tindakan bermasalah yang dia perbuat dan nggak bisa mengakui kesalahannya, itu jelas merupakan sebuah red flag. 

5. Kesetiaan yang tinggi kepada pasangan yang kasar.

Setia kepada pasangan yang kasar adalah ciri dari ikatan trauma. Mungkin seseorang mencoba mengingat hal-hal baik dan mengabaikan saat-saat buruk untuk tetap menjalin hubungannya tersebut.

Nadine mengatakan, "sebuah ikatan trauma terjadi ketika seseorang dengan sengaja menyakiti pasangannya melalui pola ancaman, intimidasi, manipulasi, penipuan, atau pengkhianatan sehingga mereka memiliki kekuatan dan kendali."

"Pasangannya pun tetap setia kepada pelaku, meskipun merasa takut, sakit secara emosional, dan tertekan," lanjutnya.

Nah, jadi itulah 5 tanda dari trauma bonding. Penting untuk disadari bahwa hubungan yang lahir dengan ikatan trauma bisa membahayakan bagi tiap pasangan.

Kalau kamu merasa berada dalam hubungan ini dan merasa begitu terbebani secara emosional dan psikologis, jangan ragu untuk meminta bantuan ahli, ya.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved