Fakta Menarik Observatorium Bosscha yang Muncul di 'Pengabdi Setan 2'

Kini dijadikan cagar budaya nasional

Fakta Menarik Observatorium Bosscha yang Muncul di 'Pengabdi Setan 2'

Observatorium Bosscha semakin trending sejak kemunculannya di film Pengabdi Setan 2. Awalnya, tempat observasi ini hanya sebuah tempat edukasi dan mengingatkan banyak orang tentang film Petualangan Sherina. Sejak muncul di film horror hit tersebut, image-nya menjadi cukup berubah.

Meski begitu, observatorium yang terletak di Lembang, Bandung ini menarik dan layak untuk kamu kunjungi, Bela, terutama kamu yang suka sekali dengan astronomi. Berikut beberapa fakta menarik observatorium Bosscha mulai dari kapan berdirinya, arsitektur hingga fungsinya saat ini.

Dibangun atas inisiasi astronom Hindia Belanda

Fakta Menarik Observatorium Bosscha yang Muncul di 'Pengabdi Setan 2'

Mengutip dari laman resminya, Observatorium Bosscha yang dahulu dikenal sebagai Bosscha Sterrenwacht dibangun atas inisiasi Karel Albert Rudolf (K.A.R.) Bosscha. Dibantu oleh saudara, R.A. Kerkhoven dan seorang astronom Hindia Belanda, Joan George Erardus Gijsbertus Voûte. Bosscha menghimpun para peminat untuk membentuk sebuah perkumpulan yang akan merealisasikan ide pembangunan observatorium.

Pada pertemuan 12 September 1920 di Hotel Homann Bandung, dibentuk Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda atau Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereniging (NISV) yang memiliki tujuan spesifik “mendirikan dan memelihara sebuah observatorium astronomi di Hindia Belanda, dan memajukan ilmu astronomi”.

Karel Bosscha bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong bintang. Nama Bosscha digunakan sebagai nama observatorium sebagai penghargaan atas jasa  K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium tersebut. Observatorium Bosscha diresmikan pada 1 Januari 1923.

Lokasi dan arsitek Observatorium Bosscha

Melansir dari laman Cagar Budaya Kemendikbud, persiapan pembangunan Observatorium Bosscha dimulai pada tahun 1920-1923. Pembangunannya sendiri dilakukan pada tahun 1923 dengan Wolff Schoemaker sebagai arsiteknya. Sementara itu, pondasi bangunannya dibangun oleh De Hollandsche Beton Maatschappij.

Dalam proses pembangunan, Bosscha mendapatkan bantuan dari pemilik perusahaan susu “Baroe Adjak”, Ursone Bersaudara, berupa tanah seluas 6 hektar di daerah Lembang. Daerah tersebut dipilih sebagai lokasi pembangunan karena tiga hal yaitu:

  • Lokasinya tepat pada celah perbintangan untuk melihat gugus galaksi sisi selatan
  • Topografi di wilayah Lembang berada pada posisi yang cukup aman
  • Di Bandung akan dibangun sebuah perguruan tinggi yang mempunyai Jurusan Astronomi, sehingga dengan adanya Observatorium di Lembang akan membantu proses pembelajaran jurusan Astronomi tersebut.

Sempat rusak saat Perang Dunia II

Pada 1942, di tengah Perang Dunia II dan Jepang berhasil menduduki Indonesia, pejabat berkebangsaan Jepang atau Indonesia mengganti para pegawai pemerintahan kolonial Belanda.

Observatorium Bosscha kemudian dipimpin oleh Masashi Miyadi, seorang kapten muda Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang yang kemudian menjadi direktur Observatorium Astronomi Tokyo. Segala aktivitas penelitian di Observatorium Bosscha sempat berhenti selama Perang Dunia II.

Karena kondisi observatorium yang rusak setelah perang, Belanda mengirim Dr. Chris H. Hins, direktur selanjutnya, ke Indonesia pada 1946, untuk memulihkan observatorium. Dia menemukan bahwa kondisinya seperti hutan dan membutuhkan waktu 3 tahun bagi dia agar dapat berfungsi kembali seperti semula.

Diserahkan ke Indonesia, Observatorium Bosscha jadi tempat edukasi dan penelitian

Pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV secara resmi menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI. Oleh pemerintah Republik Indonesia, observatorium ‘dititipkan’ untuk menjadi bagian dari FIPIA (Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam) Universitas Indonesia yang kemudian menjadi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung.

Bersamaan dengan itu, dimulailah secara resmi pendidikan tersier astronomi di Indonesia. Observatorium Bosscha juga masih merupakan observatorium astronomi terbesar di Indonesia, dengan kontribusi dalam penelitian dan pendidikan astronomi yang signifikan di Asia Tenggara.

Selain mengemban tugas dalam penelitian dan pendidikan, Observatorium Bosscha melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat, baik dalam bentuk kegiatan rutin maupun kegiatan yang bersifat insidental bergantung pada terjadinya fenomena astronomi yang menarik. Salah satunya adalah pengamatan hilal Muharram 1444H/2022M kemarin.

Observatorium Bosscha pun membuka peluang kolaborasi dan belajar bagi mahasiswa maupun peneliti dari berbagai tempat di seluruh dunia. Peneliti dan mahasiswa dari berbagai tempat boleh dan telah datang untuk melakukan pengamatan astronomi, melakukan analisis data astrofisika, belajar instrumentasi, dan lain sebagainya.

Observatorium Bosscha juga menerima mahasiswa maupun peneliti yang ingin belajar topik-topik non–astronomi yang relevan, misalnya tentang sejarah, bangunan, manajemen, serta lingkungan di Observatorium Bosscha.

Dicanangkan sebagai Cagar Budaya Nasional

Sejak tahun 2004 Observatorium Bosscha dicanangkan sebagai Cagar Budaya Nasional, dan pada tahun 2008 ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional. Melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 184/M/2017, Observatorium Bosscha ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya tingkat Nasional melalui penilaian atas kualitas kondisi fasilitas lahan dan fisik gedung dan instrumentasi observatorium, koleksi hasil pengamatan dan pustaka yang tak ternilai, dan juga bahwasanya Observatorium Bosscha masih terus berkontribusi pada sains astronomi dan pada upaya pencerdasan bangsa Indonesia.

Pada tahun 2021, Observatorium Bosscha diangkat sebagai bangunan cagar budaya peringkat Kabupaten melalui surat Keputusan Bupati Bandung Barat 188.45/Kep.731-Disparbud/2021.

Peraturan Pemerintah yang secara eksplisit mencantumkan Observatorium Bosscha sebagai kawasan dan institusi yang perlu dilindungi fisik maupun fungsinya, yaitu tertuang dalam:

  • Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2016: “Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat”
  • Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 45 Tahun 2018: “Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung”

Observatorium Bosscha memiliki status institusional dengan berada di bawah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Instrumen-instrumen di Observatorium Bosscha

Observatorium Bosscha memiliki peran untuk melakukan pengamatan objek-objek astronomi maupun fenomena terkait, seperti eksoplanet, sabit muda (hilal), bintang ganda, gugus terbuka, dan okultasi.

Oleh karena itu, ada berbagai instrumen yang mendukung dan teleskop adalah yang utama. Instrumen pengamatan di Observatorium Bosscha didominasi oleh teleskop optik yang berjumlah 8 teleskop utama dan belasan lainnya teleskop portabel.

Ada juga 3 teleskop radio. Tidak hanya penelitian saja, teleskop di Observatorium Bosscha juga dimanfaatkan untuk program penjangkauan publik, baik secara langsung maupun virtual.

Teleskop-teleskop di Observatorium Bosscha, juga terus diperbarui agar pengamatan dapat berjalan secara optimal. Berikut beberapa nama instrumen yang ada di Observatorium Bosscha:

  • Teleskop Refraktor Ganda Zeiss
  • Bosscha Robotic Telescope (BRT)
  • Teleskop STEVia
  • Teleskop GAO-ITB RTS
  • Teleskop Surya
  • Teleskop Portabel
  • Teleskop Bamberg
  • Teleskop GOTO
  • Teleskop Schmidt Bimasakti
  • Teleskop Radio 2,3 m (Status: dalam perbaikan)
  • Teleskop Radio Hidrogen 6 m (Status: tidak aktif)
  • Teleskop Radio JOVE (Status: tidak aktif)

Fasilitas penunjang di Observatorium Bosscha

Observatorium Bosscha memiliki tiga fasilitas penunjang yang utama, yang memiliki peran tersendiri untuk melengkapi keperluan penelitian maupun pembelajaran di Observatorium Bosscha.

Pertama ada perpustakaan yang berisi puluhan ribu koleksi buku dan publikasi terkait astromoni. Buku-buku ini sering menjadi sumber bahan bacaan pagi para astronom. Fasilitas kedua adalah bengkel teknik dengan kelengkapan instrumennya sering dijadikan ruang kerja untuk pengembangan instrumen pengamatan.

Terakhir yang juga cukup penting adalah Wisma Kerkhoven, yang difungsikan sebagai tempat singgah para tamu Observatorium Bosscha dan kegiatan internal maupun lokakarya. Di dalamnya ada ruang rapat, dua kamar menginap, dapur, ruang makan, dan ruang kerja.

Tiket masuk dan waktu terbaik kunjungan

Observatorium Bosscha buka pukul 09.00 WIB hingga 14.30 WIB. Melansir dari Dolan Yok, harga tiket masuknya sekitar Rp15 ribu - Rp20 ribu. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah pada malam hari pada bulan kemarau (April-Oktober).

Namun, saat ini observatorium masih ditutup untuk kunjungan publik berkaitan dengan kondisi pandemi COVID-19. Jika kamu berminat mengunjungi observatorium ini saat berkunjung ke Bandung, sering-sering melihat website atau media sosialnya, ya.

Itulah beberapa fakta menarik dan sejarah dari Observatorium Bosscha yang trending setelah muncul di film Pengabdi Setan 2. Tertarik berkunjung, Bela?

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved