Warga Thailand tengah giat menyerukan gerakan Boycott Korea. Dampak paling signifikan terasa di sektor pariwisata. Data terbaru dari Korea Tourism Organization menunjukkan, angka kunjungan ke Negara Ginseng tersebut menurun drastis jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Isu ini ramai dibahas usai media lokal dari masing-masing negara mengkaji lebih lanjut akar masalahnya. Kira-kira apa penyebab munculnya gerakan Boycott Korea tersebut? Simak rangkuman informasi berikut.
Apa itu gerakan Boycott Korea?
Boycott Korea adalah gerakan yang dilakukan oleh warga Thailand untuk tidak berkunjung ke Korea Selatan. Akhir 2023 lalu, tagar "Ban Korea Travel" menjadi trending di Negara Gajah Putih tersebut. Mengutip laporan Bangkok Post, tagar itu digunakan oleh setidaknya satu juta unggahan, kendati hanya di platform X/Twitter saja.
Gerakan ini muncul karena warga Thailand mengeluhkan adanya diskriminasi yang mereka terima dari petugas imigrasi Korea Selatan. Sebagian tidak bisa masuk ke negara tersebut dan akhirnya dipulangkan kembali ke negaranya. Hal ini akhirnya membuat mereka jengkel karena telah membuang-buang waktu dan biaya liburan yang sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari.
Angka wisatawan menurun drastis
Dampak persoalan ini akhirnya terasa signifikan bagi sektor pariwisata. Sebelum gerakan ini muncul, Thailand menjadi salah satu negara yang menyumbang angka wisatawan terbanyak di Korea Selatan.
Jika dibandingkan dengan tahun lalu saja, angka tersebut menurun drastis. Korea Tourism Organization mencatat pada Januari–April 2023 jumlah wisatawan Thailand berada di angka 151.480 orang. Di periode yang sama untuk tahun ini, angka tersebut turun hingga 119.455 orang. Artinya, jumlah wisatawan Thailand telah menyusut sekitar 21%.
Sebagai alternatif, warga Thailand akhirnya memilih berlibur ke Tiongkok dan Vietnam. Kedua negara tersebut menawarkan akses bebas visa dan biaya liburan yang lebih murah. Meski Korea Selatan memiliki daya tarik utama Hallyu–bahkan sudah banyak orang Thailand yang juga menjadi idol–gerakan ini dinilai mengkhawatirkan apabila terus berlanjut dan tidak ditangani secara serius oleh pemerintah.
Gara-gara banyak imigran ilegal
Akan tetapi, masalah penolakan terhadap wisatawan Thailand ini rupanya tak terlepas dari isu imigran gelap. Laporan Harian Chosun menyebutkan bahwa angka imigran gelap Thailand meningkat tiga kali lipat, dari 52.000 hingga 157.000. Kenaikan drastis tersebut terjadi hanya dalam kurun waktu delapan tahun, yaitu 2015 hingga September 2023.
Charoen Wangananont, Presiden Thai Travel Agents Association (TTAA), di sisi lain memahami mengapa Korea Selatan menerapkan regulasi masuk yang ketat. Usai pandemi, banyak warganya yang bekerja secara ilegal di sana karena penduduk lokal bisa membayar tenaga dengan harga yang lebih murah. Ditambah lagi, pelaku industri kreatif seperti penyanyi dan Youtubers juga kerap menyalahgunakan visa liburan mereka untuk bekerja.
"Masalah ini perlu ditangani baik oleh Thailand maupun Korea Selatan. Mereka harus bekerja sama untuk mengurangi jaringan korup, terutama yang membantu tenaga kerja ilegal," ujar Charoen, dikutip dari Bangkok Post.
Hal serupa juga disinggung oleh The Korea Times dalam editorial terbarunya. Menurut media lokal tersebut, menyalahkan petugas imigrasi saja bukanlah tindakan yang adil karena mereka hanya menjalankan tugasnya.
"Oleh karena itu, menyalahkan petugas imigrasi yang bekerja keras atas serangan balik pariwisata di Thailand tidaklah adil. Namun, para pembuat kebijakan perlu membuat langkah-langkah yang tepat untuk menanggapi orang Thailand yang tidak puas dan menjelaskan kepada mereka apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi," tulis The Korea Times.