Panggung musik tanah air tak pernah sepi dari penampilan musisi nasional dan internasional. Di awal tahun ini saja, sudah terselenggara belasan konser besar seperti konser Super Diva, Dewa 19, Maroon 5, SEVENTEEN, Niki Zefanya, NCT 127, Java Jazz Festival dan lain-lain.
Sayangnya, masih banyak kasus penipuan tiket oleh calo atau oknum tidak bertanggungjawab yang menggunakan bot saat membeli tiket konser. Memperingati Hari Musik Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Maret, World bersama Tools for Humanity Indonesia hadirkan solusi untuk melawan bot dan penipuan tersebut. Seperti apa?
Praktik penipuan
Tingginya antusiame masyarakat akan tiket konser berbanding lurus dengan masalah penipuan dan praktik curang penjualan tiket konser. Pada tahun 2024, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat setidaknya 182 kasus penipuan terkait konser yang dilaporkan, dengan total transaksi mencurigakan mencapai Rp2,3 miliar. Angka ini melonjak signifikan dari 119 kasus di tahun 2022, dengan transaksi mencurigakan mencapai Rp735 juta.
Praktik ini sering kali melibatkan identitas palsu di media sosial, tempat dimana permintaan tiket di kalangan penggemar musik sangat tinggi. Para oknum menggunakan identitas samaran seperti menyalahgunakan KTP orang lain untuk mengelabui pembeli, serta rekening bank sementara untuk melakukan transaksi.
Selain itu, para calo tiket juga menggunakan bot untuk memborong tiket konser ketika penjualan dibuka dan menjualnya kembali dengan harga sangat tinggi. Praktik ini tidak hanya merugikan para penggemar musik, tetapi juga berdampak pada para promotor acara.
Rugikan promotor dan penggemar musik
Rizki Aulia, atau yang lebih dikenal dengan Kiki Ucup, adalah salah seorang promotor konser yang terkena dampaknya. Ia pernah menemukan kejanggalan pada festival musik Pestapora yang ia selenggarakan pada tahun 2022 dan 2023, yakni lebih dari separuh pembelian tiket tercatat berasal dari domain di Amerika Serikat. Akibatnya, promotor tidak bisa mendeteksi dimana lokasi pembeli dengan antuasiasme tinggi.
“Ini mengindikasikan bahwa mereka menggunakan bot untuk mendapatkan tiket. Promotor jadi nggak bisa nge-mapping nih sebenarnya antusias tertingginya dan pembeli tingkat terbanyak tuh ada di mana.” ujar Kiki. Ia juga menekankan pentingnya edukasi publik mengenai risiko pembelian tiket konser melalui calo serta perlunya pembenahan sistem penjualan tiket.
Tak hanya promotor, Ananda Badudu, musisi dari kelompok musik Banda Neira ini juga ingin keadilan dan keamanan bagi penggemar musik saat membeli tiket konser. Menurutnya, pemanfaatan bot untuk membeli tiket konser adalah contoh pemanfaatan teknologi untuk tujuan yang salah. Hal tersebut juga berdampak pada finansial industri musik.
“Dana dari konsumen seharusnya dimanfaatkan untuk menutup produksi atau memberi profit bagi promotor dan artis untuk menjamin perputaran dan kesinambungan industri, tapi calo menggiringnya ke luar ekosistem sehingga merugikan stakeholder utama dalam industri yakni konsumen, artis, dan promotor,” ujarnya.
Teknologi PoH hadir sebagai solusi
Semakin canggih dan berkembangnya modus penipuan tiket konser musik, langkah-langkah keamanan yang ada saat ini seperti verifikasi email atau tes CAPTCHA tidak lagi cukup untuk menghentikan bot dan penipu. Tools for Humanity, sebuah perusahaan teknologi global, menghadirkan teknologi Proof of Human (PoH) melalui World. Teknologi ini dirancang untuk memastikan bahwa hanya manusia asli— bukan bot—yang dapat membeli tiket konser.
Teknologi ini mengintegrasikan langkah-langkah verifikasi menggunakan iris mata menggunakan Orb, sebagai pembuktian identitas mereka sebagai manusia asli. Dengan begitu, hampir mustahil bagi para oknum untuk membuat akun media sosial palsu atau bot untuk membeli tiket. Sehingga para penggemar musik terlindung dari praktik calo dan penipuan serta promotor mendapatkan data penjualan yang lebih akurat.
“Proof of Human bukan sekedar solusi teknologi, tetapi juga sebuah langkah nyata untuk membangun ekosistem digital yang lebih adil dan aman bagi semua orang, termasuk komunitas musik Indonesia. Kami percaya bahwa dengan mengadopsi teknologi ini, para penggemar musik nantiya dapat terlindungi dari penipuan dan pada akhirnya mendukung pertumbuhan industri musik yang lebih sehat," ujar Wafa Taftazani, General Manager Tools for Humanity Indonesia.