Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki baju adat tersendiri. Pakaian adat tersebut biasanya dipakai untuk acara tertentu, seperti pernikahan atau acara adat lainnya. Salah satunya adalah baju adat Palembang yang tampak begitu mewah dan menawan.
Baju adat Palembang sudah ada sejak masa Kesultanan Palembang sekitar abad ke-16. Namun, dulu hanya kalangan bangsawan saja yang boleh memakainya. Berbeda dengan saat ini yang bisa dipakai untuk siapa saja dan kapan saja.
Ada dua jenis pakaian adat Palembang, yakni pakaian adat Aesan Gede dan pakaian adat Aesan Paksangko. Seperti apa detail pakaian adat tersebut dan apa saja aksesori yang dikenakan? Lihat detailnya di bawah ini.
1. Aesan Gede
Baju adat Palembang yang pertama bernama Aesan Gede. Dalam bahasa Palembang, aesan berarti pakaian, sedangkan gede artinya besar. Artinya, Aesan Gede merupakan pakaian yang melambangkan kebesaran.
Disebut dengan pakaian kebesaran karena Aesan Gede merupakan pakaian kebesaran peninggalan kerajaan Sriwijaya atau disebut swarnadwipa. Hal itu tampak pada detail pakaiannya yang begitu mewah dan gagah.
Biasanya, pakaian ini dipakai untuk upacara adat pernikahan, khususnya pada acara munggah. Munggah merupakan puncak upacara pernikahan yang dijalankan oleh mempelai laki-laki dan perempuan.
Pakaian Aesan Gede yang dipakai oleh mempelai laki-laki dan perempuan pun berbeda. Berikut adalah detail pakaian dan aksesori yang dikenakan oleh masing-masing mempelai saat memakai baju adat Aesan Gede.
Pakaian Laki-Laki
Pertama, mempelai laki-laki mengenakan kesuhan. Kesuhan merupakan mahkota berhiaskan melati dan tebeng malu yang melambangkan sifat berani. Kesuhan pada laki-laki terdapat dua jenis motif, yakni motif hias cemen atau pemberani dan motif bunga mawar yang artinya kesucian.
Bagian badan laki-laki juga perlu mengenakan kalung kebo unggah dan selempang sawit. Kebo unggah tersebut memiliki makna kesuburan dan sebagai penolak bala. Sementara selempang sawit berjumlah 2 yang menyilang dari bahu kiri ke pinggang kanan dan sebaliknya bermakna laki-laki dan perempuan yang sejajar.
Sementara bagian badan pakaian Aesan Gede dilengkapi dengan macam-macam gelang, seperti gelang kulit bahu, gelang sempuru, gelang betapo, dan gelang gepeng.
Selain gelang, laki-laki juga perlu memakai pending atau ikat pinggang berbentuk lempengan dan selempang sawit yang terbuat dari emas. Terakhir untuk bagian badan, sebagai penutup bahu dan dada dari bahan songket yang bermakna kesabaran.
Bagian kaki laki-laki mengenakan celano sutra atau celana sutra dan canela atau alas kaki berbentuk seperti selop.
Pakaian Perempuan
Mempelai perempuan juga memakai mahkota kesuhan yang juga berhiaskan melati. Namun, kesuhan yang dipakai oleh mempelai perempuan melambangkan sifat keibuan, kelembutan, dan kekeluargaan. Mahkota ini pada perempuan terdiri dari motif cen yang artinya kelahiran.
Selain itu, perempuan juga memakai bungo rampai membentuk bunga cempaka di kepala yang terbuat dari bahan emas sebagai lambang perempuan harus menutup aurat.
Tak hanya itu saja, aksesori di kepala perempuan juga dilengkapi dengan gandik atau ikat kepala yang terbuat dari beludru berwarna merah. Gandik tersebut melambangkan ketenangan hati dan pikiran.
Sementara sanggulnya terbuat dari rambut asli yang dirangkai dengan bunga mawar dan melati disebut gelung malang. Makna dari aksesori tersebut adalah untuk menunjukkan bahwa perempuan merupakan sosok yang anggun dan tenang menghadapi sesuatu.
Pada bagian badan perempuan, pakaian Aesan Gede dilengkapi dengan taratai atau penutup dada, kalung kebo munggah, aneka macam gelang, dan songket lepus.
Untuk alas kakinya, pakaian adat ini dilengkapi dengan canela yang sama dengan alas kaki laki-laki namun berbeda ukuran.
2. Aesan Paksangko
Baju adat Palembang yang satunya disebut Aesan Paksangko. Tak jauh beda dengan Aesan Gede, pakaian adat ini sama-sama melambangkan keagungan raja dan digunakan oleh kalangan kerajaan di masa lalu.
Kini, Aesan Paksangko juga sering digunakan sebagai pakaian adat pernikahan. Baju ini terdiri dari baju kurung yang bermotif detail bunga bintang keemasan dengan dilengkapi aksesori lainnya.
Namun, terdapat sedikit perbedaan antara pakaian Aesan Paksangko laki-laki dan perempuan. Selengkapnya, lihat detailnya berikut ini.
Pakaian Laki-Laki
Laki-laki yang akan memakai pakaian Aesan Paksangko harus memakai hiasan kepala songkok atau kopiah berwarna keemasan. Mereka juga mengenakan busana senada dengan selempang songket dengan celana atau seluar. Biasanya, songket yang dipakai menggunakan songket lepus sulam.
Pakaian Perempuan
Sedangkan pakaian Aesan Paksangko yang dipakai perempuan dilengkapi dengan mahkota paksangko dan dihiasi dengan kembang goyang, kembang kenango, dan kelapo standan. Mahkota paksangko itu merupakan hiasan kepala yang berasal dari akulturasi budaya Tionghoa di Palembang.
Sementara busananya memakai baju kurung merah dengan motif bintang emas. Warna merah itu bagi masyarakat Palembang identik dengan buah manggis yang melambangkan kejujuran.
Demikian dua jenis baju adat Palembang beserta dengan detail aksesorinya. Ternyata, ada banyak sekali pelengkap baju adat ini dan setiap bagiannya memiliki filosofi tersendiri, ya?