Ada fenomena baru yang kini sedang melanda para pencari kerja baru yang biasa kita sebut dengan nama fresh graduates. Telenta muda yang lahir di akhir tahun 80-an dan pertengahan tahun 90-an itu kini lebih memilih untuk banyak berkarier di dunia start-up dibandingkan bekerja untuk perusahaan besar.
Bekerja di perusahaan start-up memiliki banyak keuntungan, mulai dari lingkungan kerja yang informal hingga proses belajar yang cepat. Namun bekerja di dunia start-up juga memiliki kelemahan. Berikut adalah tantangan yang akan millenials hadapi sebagai fresh graduate yang nantinya akan menduduki posisi di dunia start-up.
1. Tidak ada standar gaji dan tunjangan kerja
Tantangan pertama yang harus fresh graduate hadapi saat melamar di perusahaan start-up adalah bernegoisasi masalah gaji. Jika kamu melamar ke perusahaan start-up ternama, maka kesempatan untuk mendapatkan gaji yang besar mungkin akan terbuka lebar. Namun intinya, gaji di perusahaan start-up akan lebih fluktuatif dibandingkan di perusahaan berkembang.
Kebanyakan perusahaan start-up juga tidak menjamin tunjangan kerja seperti tunjangan keluarga, hari tua, kesehatan dan lain-lain. Maka dari itu, pikirkan baik-baik mengenai hal ini sebelum kamu memutuskan untuk bekerja dalam jangka waktu yang panjang di bidang start-up.
2. Tidak ada struktur organisasi
Salah satu keuntungan bekerja di bidang start-up adalah tidak adanya struktur organisasi yang menuntut kamu harus berlaku formal kepada atasan. Bahkan dengan bos sekalipun, kamu bisa bercanda dan bergurau layaknya seorang sahabat.
Dalam beberapa kasus, beberapa perusahaan start-up bahkan tidak memiliki bos, Hal ini kadang membuat fresh graduate gamang karena biasanya mereka menginginkan keberadaan seorang bos yang bisa berperan sebagai mentor dan mengajari mereka mengenai hal baru.
3. Tekanan untuk selalu bekerja
Kebanyakan perusahaan start-up tidak punya waktu libur. Kinerjanya selalu dipantau 24 jam dalam sehari, sehingga kebanyakan karyawannya dituntut untuk selalu bekerja di manapun dan kapanpun dibutuhkan. Bukan hanya bekerja di tim, kadang seorang fresh graduate juga dituntut untuk mampu bekerja dengan orang-orang yang lebih senior darinya.
Kamu juga harus siap sedia untuk dihubungi baik melalui telepon, pesan atau email mengenai pekerjaan di waktu yang tak diduga-duga seperti akhir pekan atau tengah malam. Hal ini jelas berbeda jika bekerja di perusahaan berkembang di mana pekerjaan sudah memiliki jadwalnya masing-masing.
4. Pegawai mengerjakan banyak pekerjaan
Jika perusahaan besar memiliki banyak tim seperti tim HRD, IT, pemasaran dan keuangan, di perusahaan start-up, seorang fresh graduate dituntut untuk bisa menguasai banyak keahlian yang sebenarnya bukan bidangnya.
Sebagai fresh graduate, pegawai baru kadang bisa bertindak sebagai sales yang memasarkan jasa atau barang, lalu melakukan pembukuan atau malah bertindak sebagai social media campaigner, sehingga kamu tidak bisa membatasi diri dalam satu jenis pekerjaan.
5. Ketidakpastian finansial
Ketika bekerja di dunia start-up, seorang fresh graduate harus bersiap dengan gejolak yang terjadi di dunia digital. Ada banyak kemungkinan kalau perusahaan start-up yang dianggap besar dan ternama beberapa tahun ini, tiba-tiba menjadi lesu di tahun-tahun mendatang sehingga berkarier di satu perusahaan start-up tidak bisa menjamin masa tua.
Maka dari itu, fresh graduate yang pertama kali bekerja di bidang start-up disarankan untuk menyerap ilmu yang didapatnya untuk bisa menjadi batu loncatan menuju perusahaan start-up berkembang lainnya atau bahkan membuka bisnis baru.
6. Kultur kerja yang terus berkembang
Jika di perusahaan besar biasanya karyawan baru akan mengikuti norma dan peraturan yang berlaku, di dunia start-up, fresh graduate memiliki kesempatan untuk menentukan norma apa yang berlaku dalam perusahaan tersebut. Kultur dalam perusahaan start-up biasanya adalah ketentuan dari diskusi pihak-pihak yang berkepentingan.
Jadi, jika ada beberapa fresh gradute yang menjadi bagian dari kelompok pegawai pertama di sebuah perusahaan start-up, bukan tidak mungkin ia yang akan menentukan sendiri norma yang berlaku. Bahkan jika pekerjaan tersebut cukup fleksibel, ia tidak harus datang ke kantor dan bisa mengerjakan tugas dari rumah.