Melansir dari Refinery29.com, Abbie Baker, Direktur dari perusahaan Baker Recruitment mengungkapkan beberapa tips atau cara menilai calon atasan saat menjalani proses rekrutmen, apakah ia menunjukkan tanda-tanda toxic atau tidak.
Siapa yang bisa mendeteksi karakter atasan saat masih menjalani proses rekrutmen untuk masuk ke kantor baru? Hal ini tentu berpotensi menyebabkan situasi 'nasi sudah menjadi bubur' atau maksudnya, terlanjur masuk di bawah pimpinan yang toxic.
Lalu, bagaimana caranya mendeteksi tanda-tanda bos toxic?
Pemeriksaan latar belakang
1. Reputasi profesional
Sama seperti para rekruter yang akan memeriksa latar belakang kandidat, kamu sebaiknya juga memeriksa latar belakang perusahaan dan calon atasan di kantor baru. Kabar baiknya, kemajuan teknologi memudahkanmu untuk melakukannya melalui media sosial dan platform karier.
Perihal ini, Abbie Baker merekomendasikan situs Glassdoor, di mana para karyawan dan mantan karyawan dapat meninjau perusahaan dan atasan secara anonim. Dengan ini, para kandidat dapat menyimak tinjauan mengenai budaya kerja dan perilaku atasan terhadap bawahan terlebih dahulu.
2. Hubungan antarrekan kerja
Siapa sangka ternyata ada korelasi kuat antara kebahagiaan karyawan dan hubungan mereka dengan atasan. Abbie Baker sendiri menjelaskan bahwa hal ini terbukti dari salah satu alasan karyawan resign paling umum, yakni budaya kerja, termasuk hubungan dengan atasan.
Perusahaan konsultasi manajemen skala global McKinsey juga menemukan dalam surveinya bahwa 75% peserta mengatakan bahwa pengalaman kerja paling memberatkan yang membuat mereka stres adalah atasan langsung mereka.
Untuk menilai apakah hubungan antara calon atasan dan karyawan sehat atau tidak, kamu bisa mencoba meninjau media sosial perusahaan serta calon atasan, dan platform karier, seperti LinkedIn. Seringkali, hal ini dapat menampilkan kebersamaan antar rekan kerja.
Namun, ulasan dari para karyawan maupun mantan karyawan di berbagai situs atau platform juga harus dipertimbangkan untuk mengumpulkan masukan yang lebih komprehensif.
3. Frekuensi iklan lowongan pekerjaan
Menemukan iklan lowongan pekerjaan akan memberi kebahagiaan tersendiri bagi para pencari kerja. Namun, rasa bahagia yang normal ini kadang mengalihkan orientasi seseorang dari ketelitian untuk menganalisis frekuensi iklan lowongan pekerjaan tersebut.
Apabila suatu perusahaan cenderung mengiklankan informasi lowongan pekerjaan untuk satu posisi secara terus-menerus, ada potensi bahwa perusahaan mengalami pergantian karyawan secara cepat. Dengan kata lain, banyak karyawan keluar dari posisi tersebut.
Abbie Baker menegaskan bahwa kandidat sebaiknya berpikir kritis dan mempertanyakan, “Mengapa perusahaan mengalami pergantian karyawan untuk satu posisi yang sama secara terus-menerus? Bukankah ada potensi masalah yang menciptakan keadaan tersebut?”
Proses wawancara
4. Validasi kejujuran
Meneliti latar belakang perusahaan sebagaimana poin-poin seharusnya telah membuahkan kesimpulan tertentu. Namun, jawaban yang sebenarnya akan muncul di permukaan saat memasuki proses wawancara dengan pihak HR maupun user atau calon atasanmu.
Dalam hal ini, pertanyaan yang sebaiknya diajukan berfungsi untuk memvalidasi temuanmu, seperti alasan perusahaan mengalami pergantian karyawan untuk satu posisi yang sama, sistem kerja yang diterapkan, serta kultur yang menjadi bagian kehidupan di kantor.
Dari jawaban yang diberikan oleh user, kamu dapat menganalisis dan membandingkannya dengan temuanmu mengenai latar belakang perusahaan dan atasan. Perhatikan juga apakah ada kecocokan atau perbedaan dalam konteks informasi yang mungkin ditutupi, dilebih-lebihkan, atau dikurangi.
5. Menilai beban kerja
Bekerja dengan giat dan jujur adalah kualitas yang senantiasa ditetapkan oleh semua perusahaan saat mencari kandidat. Namun, penting bagi kandidat untuk memastikan bahwa sistem kerja yang diterapkan juga tidak melanggar batasan hukum.
Oleh karena itulah, kamu harus menanyakan secara teknis tentang sistem kerja yang berlaku, termasuk alur kerja, porsi pekerjaan secara reguler, dan aspek penting lainnya. Dari jawaban yang diberikan, kamu dapat menilai karakteristik calon atasan dalam memimpin tim.
Apakah calon atasanmu memprioritaskan kesejahteraan dan kebahagiaan anggota tim, atau justru sebaliknya, lebih fokus pada pencapaian target dengan cara yang tidak manusiawi atau melanggar hak-hak karyawan yang dilindungi oleh hukum negara?
6. Penjelasan mengenai pekerjaan
Proses wawancara memang berfokus pada kegiatan tanya-jawab antara pihak HR atau user dengan kandidat yang melamar kerja di suatu perusahaan. Namun, penting bagi pihak rekruter untuk menjelaskan juga hal-hal terkait pekerjaan, baik informasi mengenai perusahaan maupun posisi yang dilamar.
Bagi Abbie Baker, adanya penjelasan mengenai latar belakang perusahaan dan rencana bisnis dapat menjadi tanda hijau atau green flag. Terlebih lagi, jika calon atasan juga menjelaskan sistem onboarding dan ekspektasi kesuksesan dalam bekerja jika kandidat diterima.
7. Dukungan atasan dalam meraih kesuksesan
Berbicara tentang posisi atasan, perlu diketahui bahwa karakteristik atasan yang baik adalah mereka yang dapat berfungsi sebagai mentor yang baik bagi anggota tim. Ini merupakan salah satu tanda green flag dan indikator sistem kerja yang sehat dalam suatu perusahaan.
Abbie Baker menjelaskan lebih lanjut, “Ini bukan hubungan satu arah, melainkan hubungan timbal balik. Kamu bekerja untuk seseorang (atasan), tetapi kamu juga mengharapkan mereka dapat membantu kamu dalam mencapai tujuanmu (di dunia karier).”
Untuk menganalisis potensi tersebut, kamu sebaiknya menanyakan hal-hal mengenai peran atasan dalam mendukung perkembangan karyawan, cara memitigasi isu, dan kegiatan perusahaan yang mendukung hal tersebut, seperti pelatihan, coaching, dan lain-lain.
Feedback setelah proses rekrutmen
8. Pencarian kerja dalam periode lama
Tidak mendapat kabar atau feedback setelah menjalani proses rekrutmen tidak serta-merta mengindikasikan keberadaan atasan yang toxic. Sebaliknya, kamu sebaiknya lebih mencurigai hal tersebut jika proses rekrutmen untuk posisi yang kamu lamar berlangsung terlalu lama.
Pasalnya, kondisi ini dapat menunjukkan bahwa atasan mungkin menuntut kualitas yang tinggi atau bahkan nyaris sempurna dari kandidat. Akibatnya, proses pemilihan kandidat terus berlarut-larut karena tidak memenuhi harapan tersebut untuk membuat keputusan.
Mengapa hal ini bermasalah? Mengeksptasikan kesempurnaan dapat membuka kemungkinan seseorang berlaku overstrict dan tidak menghargai proses. Selain itu, proses yang berlarut-larut dapat mengindikasikan sistem kerja yang tidak efektif dan efisien.
Dengan demikian, kamu sudah mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi atasan atau bos toxic saat menjalani proses rekrutmen. Kami berdoa kamu akan mendapatkan pekerjaan dengan sistem kerja yang sehat, amin!