Kehadiran TikTok rupanya membawa dampak besar bagi industri musik. Platform video pendek ini memang bisa membuat sebuah lagu viral dalam sekejap. Namun, hal tersebut juga menjadi bumerang bagi para penyanyi. Jika lagunya tak populer di TikTok, mereka bahkan terancam tak bisa menelurkan karya baru.
Melansir dari i-D, berikut rangkuman para musisi luar negeri yang merasa terbebani akan tren baru ini, terhadap penciptaan karya mereka.
"Berbicara dengan label setelah tantrum TikTok (yang aku alami). Mereka bilang, "wow, (pengaruh) TikTok benar-benar kuat). Aku seperti oke keren bisakah aku merilis laguku sekarang? Mereka bilang "mari kita lihat!". Katakan aku harus bagaimana lagi," kata pelantun lagu "Closer", Halsey, di akun Twitter pada 23 Mei.
Tidak jadi diri sendiri
Penyanyi lain yang juga buka suara soal keharusan viral di TikTok adalah Rebecca Lucy Taylor alias Self Esteem. Ia yang sudah berusia lebih dari kepala tiga membuat musik yang sesuai dengan usianya sendiri. Namun, ia terbebani karena harus menyesuaikan dengan audiens TikTok yang rata-rata berada di usia 15-25 tahun.
"Aku merasakannya dan aku tahu akan merasakannya di album selanjutnya agar tetap relevan. Namun, mengapa relevansi itu terhubung ke generasi muda? TikTok terasa seperti senjata untuk mengabadikan obsesi ini dengan kaum muda sebagai hal terbaik yang kamu bisa," terangnya.
Label seolah ingin mengaplikasikan teknik pemasaran yang sama kepada setiap artisnya. Hal ini menumbuhkan anggapan artis diibaratkan seperti komoditas untuk dijual kepada pasar daripada seperti musisi dengan ciri khasnya sendiri.
Banyak tuntutan
Menggunakan TikTok untuk mempromosikan karya berarti harus selalu mengetahui tren yang sedang ramai. Belum lagi, para penyanyi ini harus menemukan cara untuk mengemasnya dengan menarik.
"TikTok adalah satu aplikasi yang diminta (label) untuk kulakukan sendiri. Namun, labelku akan menyebutkannya sekarang dan nanti lalu memberitahuku tagar atau topik tentang yang sedang tren. Tetapi secara keseluruhan, mereka menyerahkannya kepadaku," ujar Rachel Chinouriri.
Hal itu diakui Rachel membuatnya sulit untuk beristirahat dari media sosial karena takut kehilangan momentum. Tuntutan serupa juga datang kepada penyanyi FKA Twigs. Pasalnya, label punya ekspektasi tersendiri untuk konten TikTok-nya.
"Benar bahwa semua yang diminta oleh label rekaman adalah (video-video) TikTok dan saya diberi tahu hari ini karena tak cukup berusaha," ungkap penyanyi asal Inggris itu.
Masih diskriminatif terhadap perempuan
Hal lain yang juga membebani para penyanyi, terutama perempuan, saat melakukan promosi di TikTok adalah para penggunanya yang masih diskriminatif terhadap perempuan. Mereka dibenci tanpa alasan bahkan dianggap merusak lagu.
"Separuh dari yang aku unggah, aku dibenci (karenanya). Dan aku tahu jika seorang laki-laki mengunggahnya, bahkan jika Tommy yang melakukannya, mereka akan mendapatkan limpahan cinta," kata Piri, dari duo Piri & Tommy.
Jadi kekhawatiran baru
Lebih dari semua itu, penggunaan TikTok untuk promosi menimbulkan kekhawatiran baru para penyanyi terhadap penggemar karyanya. Mereka mengakui bahwa pendengar bisa bertambah, mungkin hingga dua kali lipat. Namun, mereka ragu di karya selanjutnya para pendengar itu masih akan tetap bertahan.
"Kalau aku punya sebuah lagu TikTok yang tiba-tiba membuat pendengarku bertambah dua kali lipat, aku tak tau betapa hebatnya itu akan terasa. Seberapa nyata mereka? Dan berapa banyak yang akan ada untukku di album yang aku bisa saja mengubah hal-hal menjadi lebih sulit dicerna?" tanya Rebecca.
Duh, ternyata kenyataan di balik industri musik yang gemerlap tak seindah itu, ya, Bela? Bagaimana dengan para musisi di Indonesia? Jadi penasaran nggak, sih?