Raja Ampat, Papua bukan hanya sekedar destinasi eksotis di mata seorang Lissabrina Pasla. Tapi juga sebuah surga yang tak hanya menyuguhkan keindahan, namun pada tahun 2009, di sanalah Lissa menemukan keluarga barunya yang penuh dengan kasih. Selama satu bulan tinggal di Raja Ampat, Lissa sudah akrab dengan warga setempat, sampai-sampai Lissa mengajari para Bapak setempat permainan kartu capsa hingga mereka mahir.
Sebagai manusia kota yang tinggal di daerah terpencil, Lissa sudah terbiasa untuk tidak bergantung dengan handphone, karena di sana tidak ada signal. Tapi Lissa juga pernah 'diserang' kutu maleo di hutan, sehingga membuat badannya gatal selama dua minggu. "Yang paling sedih itu saat saya kena gejala malaria dan harus pulang ke Jakarta, semua warga lokal dari kecil hingga tua sudah seperti keluarga saya sendiri dan mengantarkan saya sampai dermaga dan melambaikan tangan sampai menangis. Luar biasa sedih!" tulisnya saat diwawancarai via email.
Memiliki jiwa petualang sedari remaja, bagaimana ya pendapat Lissa mengenai isu woman empowerment? Yuk kita simak jawaban Lissa berikut ini Bela.
Berdoa berbicara kepada Tuhan.
Kesuksesan adalah dimana saya sukses menaklukan diri saya sendiri, yakni menaklukan rasa takut.
Well, aku bekerja sebagai presenter travel sejak usia saya 17 tahun. Dari pekerjaan ini, saya bisa belajar apapun dari tim di tempat aku bekerja, keluarga, teman, dan budaya di tempat yang aku sambangi. I learn from everything! Dan pelajaran yang paling berharga yang saya dapat dan menjadi bekal dalam hidup saya adalah selalu bersyukur.
Harapan saya untuk perempuan adalah bisa hidup lebih mandiri.
Kesalahan terbesar dalam karier adalah saya takut melangkah dan saya melewatkan kesempatan baik yang datang.
Pagi aku biasa minum air putih, lalu bikin kopi. Kebetulan aku hari ini lagi di Alor, Nusa Tenggara Timur dan mau diving. Sebelum diving biasanya aku ngobrol sama partner kerja membahas kegiatan hari ini. Setelah makan crackers, aku dan dive guide biasanya cek alat diving, briefing, lalu baru deh tampilanku sudah lengkap dengan pakaian diving dan siap menikmati alam bawah laut di Pulau Alor.
Bebas, santai dan berani.
Saya bangga menjadi perempuan karena perempuan adalah makhluk yang rumit!
Saya ditantang melakukan terbang solo paralayang di ketinggian 100 meter hanya dengan bekal 10 menit ground handling.