Simak Perjuangan 5 Perempuan Muslim Menciptakan Dunia Tanpa Kekerasan

Selamat Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Bela!

Simak Perjuangan 5 Perempuan Muslim Menciptakan Dunia Tanpa Kekerasan

Sabtu (24/11), auditorium IFI Thamrin Jakarta dipenuhi pengunjung demi menyaksikan pemutaran film dokumenter yang berjudul “Women Sense Tour, Episode 2: Indonesia” dan mengikuti  forum diskusi yang diadakan oleh IFI yang bekerja sama dengan UN Women Indonesia.

Film ini bercerita tentang bagaimana lima perempuan asal Indonesia berjuang demi kesetaraan hak para perempuan di daerahnya. Sarah Zouak, salah seorang sutradara dari film ini mengatakan bahwa pesan yang ingin dia sampaikan adalah bagaimana cara terbaik untuk melawan penindasan ialah melalui kepedulian dan persatuan.

“Aku pikir yang ingin kutunjukkan dari film dokumenter ini adalah: sangat mungkin untuk menjadi seorang feminis dan muslim pada saat yang bersamaan,” ujar Sarah kepada Popbela. Baginya, agama yang dipeluknya bukanlah halangan dan justru menjadi kekuatan.

Nadya Saib selaku Pendiri Bisnis Sosial Wangsa Jelita juga membagikan pandangan yang serupa. Bagi Nadya, ada banyak role model perempuan feminis dalam Islam.

“Karena aku entrepreneur, aku bakal sebut satu yang entrepreneur juga. Khadijah, she is a very successful entrepreneur,” kata Nadya. “Jadi, kalau dibilang perempuan muslim itu nggak intelektual, I don’t know which Islam you talking about,” tambahnya.

Simak Perjuangan 5 Perempuan Muslim Menciptakan Dunia Tanpa Kekerasan

Selain Nadya, acara diskusi itu juga diramaikan oleh kehadiran Lita Anggraini sebagai Pendiri Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT). Meski bergerak pada bidang yang berbeda, seperti yang dibilang Lita, ada impian untuk menciptakan dunia yang anti kekerasan dan egaliter.

“Apa yang kita ambil sebagai tanggung jawab adalah menciptakan lingkungan yang mengizinkan semua orang untuk melanjutkan pencarian jati dirinya,” tutur Nadya.

Tiga orang perempuan lainnya yang menceritakan kisahnya dalam film dokumenter ini adalah Masnuah Mbanuk (Pendiri Koperasi Nelayan Perempuan Puspita Bahari), Latifah Iskandar (Pendiri Rifka Annisa Women’s Crisis Center), dan Endang Susilowati (Koordinator Perkumpulan Panca Karsa untuk Advokasi Buruh Migran). Potret kelima “pahlawan” ini dianggap mampu merepresentasikan kelompok marjinal yang berbeda dengan tujuan organisasi yang beragam pula menurut Justin Devillaine sang sutradara.

Perjalanan Justin dan Sarah tiga tahun lalu ke lima negara, Moroko, Tunisia, Turkey, Indonesia, dan Iran membawa mereka pada kisah-kisah menarik. Mereka mengabadikan kisah 5 perempuan dalam 5 negara itu dalam kurun waktu sebulan untuk setiap negaranya.

Indonesia sebagai titik kedua pertualangan ternyata menyimpan beberapa cerita lucu. Justin bercerita bagaimana mereka sempat tersesat karena menaiki bus dengan tujuan yang salah. Hanya bermodalkan identitas narasumber dan nama lokasi, mereka berdua seakan mencari harta karun untuk dapat sukses melakukan wawancara.

Sambil tertawa Sarah pun menceritakan pengalaman mereka, “Ketika kami melakukan wawancara, sebagian besar narasumber berbicara dengan bahasa Indonesia. Dan kamu tahu? Kami sama sekali nggak mengerti satu patah kata pun, kami nggak punya penerjemah.”

Sarah sangat berharap setelah pertemuannya dengan banyak perempuan ketika menjalankan proyek ini, akan ada sesuatu yang berubah. Hal yang mendorongnya untuk melaksanakan film dokumenter ini adalah refleksinya terhadap kondisi perempuan muslim di negara asalnya. “Kami punya data statistik bahwa 80% korban muslimophobia di Perancis adalah perempuan,” ujarnya.

Menurut Justin, isu tentang ini sangat kompleks untuk dijelaskan dan ada banyak alasan untuk para perempuan merasa takut tentang itu. Justin mengatakan, “Untuk mereka yang merasa takut dan ingin melewati halangan ini, kamu nggak sendirian. Dan kami percaya padamu. Dan nggak masalah untuk nggak merasa baik-baik saja”.

Menutup kegiatan diskusi pada sore itu, aktris dan penulis Velove Vexia menyampaikan harapannya.

“..Spirit dari memperjuangkan hak-hak perempuan, hak untuk menyuarakan opininya, hak untuk merasa aman dan nyaman, dan juga hak memilih keputusan apapun dalam hidupnya. Dan, semoga sebagai influencer saya bisa membuat teman-teman memperjuangkan hal yang sama. Karena kalau bukan kalian siapa? Dan, kalau bukan sekarang, kapan?”

Untuk kamu yang ingin mengikuti kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, rangkaian kampanye ini akan dimulai setiap tanggal 25 November (Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan) dan akan berakhir pada 10 Desember (Hari Hak Asasi Perempuan).

Selamat memperjuangkan suara perempuan, Bela!

Baca Juga: Ketika Perempuan Indonesia Belum Merdeka dari Tindak Kekerasan

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved