Menikmati 'Opera Rock Ken Arok', Sindir Penguasa dan Zaman Bobrok

Karya Harry Roesli yang tak habis dimakan masa

Menikmati 'Opera Rock Ken Arok', Sindir Penguasa dan Zaman Bobrok

Sabtu, 5 Oktober 2024, Jakarta penuh dengan lautan manusia. Dimulai dari Stasiun Manggarai, kawasan Monas, Stasiun Gondangdia, Stasiun Cikini, hingga Stasiun Sawah Besar tempat saya turun, dipenuhi dengan ratusan (atau bahkan ribuan?) orang yang berduyun-duyun mendatangi Monas. Rupanya, hari itu bertepatan juga dengan Hari Ulang Tahun TNI dan pesta rakyat secara gratis digelar di kawasan Monas. 

Padatnya jalanan dan transportasi umum, tidak menyurutkan saya untuk datang di hari kedua Synchronize Festival 2024 yang digelar di JIEXPO Kemayoran. Seolah manusia tak ada habisnya, kawasan JIEXPO yang juga menjadi tempat dua event besar ini dipadati banyak orang di tiap sudutnya.

Sampai di venue tepat saat adzan Magrib berkumandang

Menikmati 'Opera Rock Ken Arok', Sindir Penguasa dan Zaman Bobrok

Tiba di venue tepat saat adzan Magrib berkumandang, saya langsung menuju ke District Stage, panggung dimana pertunjukan yang ingin saya tonton. Terlihat panggung masih dipersiapkan oleh tim dan penonton di depan panggung juga belum begitu padat, saya pun memutuskan untuk melihat-lihat lokasi festival.

Memiliki waktu 30 menit sebelum pertunjukan 'Opera Rock Ken Arok: Harry Roesli' mulai, saya memanfaatkan waktu tersebut dengan berkeliling venue sembari mengisi air minum di 'Sumber Mata Air', keran air minum gratis yang ada di lokasi Synchronize Fest selama tiga hari.

Opera Rock Ken Arok, album Harry Roesli yang melegenda

Saat membaca rundown Synchronize Fest 2024 hari kedua, 'Opera Rock Ken Arok: Harry Roesli' sudah menarik perhatian saya. Berkolaborasi dengan musisi-musisi ternama, seperti Isyana Sarasvati, Sal Priadi, dan Dira Sugandi, pertunjukan ini memvisualkan album milik musisi legenda asal Bandung tersebut.

Opera Rock Ken Arok sendiri merupakan album dengan genre progressive rock milik Harry Roesli yang rilis pada tahun 1977. Di dalamnya, mengangkat kisah legenda Ken Arok dan Ken Dedes, sembari 'menyentil' kehidupan masa kini. Satu hal yang membuat saya salut, meski dirilis di tahun 70-an, konflik yang diangkat masih begitu relate dengan kehidupan masa modern ini. Apakah ini pertanda sejarah terulang kembali?

Kisah sejarah yang dibawakan dengan ringan

Pertunjukan 'Opera Rock Ken Arok: Harry Roesli' mengisahkan tentang kisah cinta dan perebutan kekuasaan antara Ken Arok (diperankan oleh Fauzan Lubis), Ken Dedes (diperankan oleh Isyana Sarasvati), dan Tunggul Ametung (diperankan oleh Sal Priadi). Bukan hanya menampilkan kisah legenda yang pernah kita pelajari di buku sejarah, opera ini merupakan visualisasi dari album Opera Rock Ken Arok yang merangkum sejarah tersebut.

Sejak menit pertama dimulai, penonton akan terbuat terpaku menatap panggung. Sebab, tak cuma nyanyian yang ditampilkan, tapi juga tarian dan kostum yang semakin menghidupkan kisah tersebut.

Akting memikat dari para musisi yang terlibat

Pertunjukan opera ini berjalan tanpa dialog sama sekali. Alih-alih dialog, interaksi para pemain di atas panggung dilakukan dalam bentuk lagu yang semua liriknya ditulis sendiri oleh Harry Roesli. Para musisi yang terlibat pun terlihat begitu total dalam menghidupkan perannya masing-masing. Mereka tak hanya bernyanyi sebagai pengganti dialognya, para musisi ini juga dituntut untuk berakting, dan ternyata, akting mereka begitu mengalir dan juga memikat.

Saya sangat salut dengan para musisi yang turut tampil di panggung opera tersebut. Mulai dari Sal Priadi, Isyana Sarasvati, Fauzan Lubis, Candil, dan Dira Sugandi. Semuanya berhasil menarik perhatian penonton lewat akting dan suara mereka yang memukau.

Isyana Sarasvati yang mencuri perhatian

Satu hal yang menarik perhatian saya saat menyaksikan opera ini adalah kehadiran Isyana Sarasvati yang memerankan sosok Ken Dedes. Menampilkan adegan selingkuh di atas panggung opera, Isyana berhasil membuat penonton gemas karena karakternya yang anggun sekaligus culas di saat yang bersamaan. Aktingnya sebagai sosok antagonis ini sedikit banyak mengingatkan saya akan perannya di film Petualangan Sherina 2, di mana dalam film tersebut ia juga memerankan tokoh yang culas.

Dalam opera tadi malam, Isyana membawakan dua lagu sebagai pengganti dialognya. Penonton pun terpukau saat Isyana menyanyikan lagu kedua dengan gaya seriosa khas opera, tapi tetap masih terasa nuansa rock-nya sebagai benang merah genre dalam pertunjukan ini.

Jika kamu penasaran bagaimana penampilan Isyana di 'Opera Rock Ken Arok: Harry Roesli', kamu bisa menyaksikan rangkumannya di video berikut ini.

Kritik terhadap pemerintah dan isu terhangat saat ini

Bukan cuma sekadar pertunjukan panggung yang menghibur, 'Opera Rock Ken Arok: Harry Roesli' juga dimanfaatkan oleh seniman terkait untuk memberikan kritik pedas terhadap pemerintah dan isu yang terhangat saat ini. Diwakili oleh Soleh Solihun dan Arie Kriting yang bertindak sebagai pencerita dalam opera ini, deretan kritik pedas disampaikan saat pertunjukan berlangsung. 

Kritik-kritik yang disampaikan melalui medium opera malam itu yakni kebohongan penguasa yang memanfaatkan masyarakat demi keuntungan pribadi mereka; politik dinasti yang berkembang di negara demokrasi; pungutan pajak yang besar terhadap mereka yang berpenghasilan rendah; cara culas untuk mencapai tujuan; hingga perselingkuhan yang semakin banyak kita dengar belakangan ini.

Dengan begitu banyaknya penonton yang hadir untuk menyaksikan opera tersebut, tentu menyampaikan kritik terhadap pemerintah melalui medium seni adalah hal yang cukup bijak. Gaya khas Soleh dan Arie yang tak menggurui tapi kata-katanya begitu mengena di benak penonton, membuat penyampaian aspirasi terasa lebih smooth. Harapan saya, dan mungkin juga semua penonton malam itu, kritik ini dapat didengar oleh mereka yang berkepentingan agar negara tempat kita tinggal menjadi rumah yang nyaman untuk ditinggali lebih lama lagi.

Pengalaman menonton festival yang tak biasa

Pertunjukan 'Opera Rock Ken Arok: Harry Roesli' bukan sekadar hiburan. Lebih dari itu, penampilan mereka kembali menyegarkan ingatan akan pelajaran sejarah di sekolah, dan yang tak kalah penting, menjadi medium yang tepat untuk menyampaikan aspirasi dan kegelisahan para pelaku seni terhadap apa yang sedang terjadi di negeri ini.

Tontonan ini membuat penonton pulang dengan pengalaman menyaksikan festival yang tak biasa, sekaligus memberikan pesan bahwa sebuah karya bisa menjadi bentuk kritik yang 'halus' tanpa kesan menggurui sedikit pun.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved