Puisi tentang alam akan membuat siapa saja mengagumi keindahan dunia ini. Dengan bahasa yang indah di dalamnya, pembaca bisa membayangkan betapa indah lanskap yang digambarkan oleh para penyair.
Selain menggambarkan objek alam yang indah, dalam karya berikut ini para penyair juga menyiratkan pesan tertentu. Supaya bisa melihat dunia lebih dalam dan indah, bacalah dan resapi puisi karya penyair berikut ini.
1. Akulah Si Telaga karya Sapardi Djoko Damono
Akulah si telaga, berlayarlah di atasnya
Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang
Menggerakkan bunga-bunga padma
Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya
Sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
Perahumu biar aku yang menjaganya.
2. Hutan Karet karya Joko Pinurbo
Daun-daun karet berserakan
Berserakan di hamparan waktu
Suara monyet di dahan-dahan
Suara kalong menghalau petang
Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan
Berloncatan di semak-semak rindu
Dan sebuah jalan melingkar-lingkar
Membelit kenangan terjal
Sesaat sebelum surya berlalu
masih kudengar suara bedug bertalu-talu
3. Pantun Terang Bulan di Midwest karya Taufiq Ismail
Sebuah bulan sempurna
Bersinar agak merah
Lingkarannya di sana
Awan menggaris bawah
Sungai Mississippi
Lebar dan keruh
Bunyi-bunyi sepi
Amat gemuruh
Ladang-ladang jagung
Rawa-rawa dukana
Serangga mendengung
Sampaikah suara
Cuaca musim gugur
Bukit membisu
Asap yang hancur
Biru abu-abu
Danau yang di sana
Seribu burung belibis
Lereng pohon pina
Angin pun gerimis
4. Derai-Derai Cemara karya Chairil Anwar
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah
5. Biru Bukit, Bukit Kelu karya Taufiq Ismail
Adalah hujan dalam kabut yang ungu
Turun sepanjang gunung dan bukit biru
Ketika kota cahaya dan dimana bertemu
Awan putih yang menghinggapi cemaraku
Adalah kemarau dalam sengangar berdebu
Turun sepanjang gunung dan bukit kelu
Ketika kota tak bicara dan terpaku
Gunung api dan hama di ladang-ladangku
Lereng-lereng senja
Pernah menyinar merah kesumba
Padang ilalang dan bukit membatu
Tanah airku
6. Sajak Matahari karya WS. Rendra
Matahari bangkit dari sanubariku
Menyentuh permukaan samodra raya
Matahari keluar dari mulutku
Menjadi pelangi di cakrawala
Wajahmu keluar dari jidatku
Wahai kamu, wanita miskin!
Kakimu terbenam di dalam lumpur
Kamu harapkan beras seperempat gantang
Dan di tengah sawah tuan tanah menanammu!
Satu juta lelaki gundul!
Keluar dari hutan belantara
Tubuh mereka terbalut lumpur
Dan kepala mereka berkilatan
Memantulkan cahaya matahari
Mata mereka menyala
Tubuh mereka menjadi bara
Dan mereka membakar dunia
Matahari adalah cakra jingga
Yang dilepas tangan Sang Krishna
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu
Ya, umat manusia!
7. Lereng Merapi karya Sitor Situmorang
Ku tahu sudah, sebelum pergi dari sini
Aku akan rindu balik pada semua ini
Sunyi yang kutakuti sekarang
Rona lereng gunung menguap
Pada cerita cemara berdesir
Sedu cinta penyair
Rindu pada elusan mimpi
Pencipta candi Prambanan
Mengalun kemari dari dataran ....
Dan sekarang aku mengerti
Juga di sunyi gunung
Jauh dari ombak menggulung
Dalam hati manusia sendiri
Ombak lautan rindu
Semakin nyaring menderu ....
8. Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
9. Malam Laut karya Toto Sudarto Bachtiar
Karena laut tak pernah takluk, lautlah aku
Karena laut tak pernah dusta, lautlah aku
Terlalu hampir tetapi terlalu sepi
Tertangkap sekali terlepas kembali
Ah malam, gumpalan cahaya yang selalu berubah warna
Beginilahh jika mimpi menimpa harapan banci
Tak kusangka serupa dara
Sehabis mencium bias mendera
Karena laut tak pernah takluk, mereka tak tahu aku di mana
Karena laut tak pernah dusta, ku tak tahu cintaku di mana
Terlalu hampir tetapi terlalu sepi
Tertangkap sekali terlepas kembali
10. Gunung Lokon karya Acep Zamzam Noor
Sebuah resonansi
Digetarkan cahaya pagi
Ujung dari doa yang murung
mengendap di keheningan
Lereng gunung
Monumen kabut
Yang menjulang tanpa tiang
Menjadi gerbang sunyi
Angin tanpa arah
Dingin tanpa muasal
Mengental
Seperti amsal
Sebuah vibrasi
Yang diletupkan lava
Menepi di akhir mazmur
Dari udara tercium
Harum sulfur
Kaldera waktu
Yang bergolak tanpa suara
Menjelma daratan baru
Kuburan tanpa nisan
Luka tanpa jejak
Menguap
Bersama epitaf
11. Taman di Tengah Pulau Karang karya Taufik Ismail
Di tengah Manhattan menjelang musim gugur
Dalam kepungan rimba baja, pucuknya dalam awan
Engkau terlalu bersendiri dengan danau kecilmu
Dan perlahan melepas hijau daunan
Bebangku panjang dan hitam, lusuh dan retak
Seorang lelaki tua duduk menyebar
Remah roti. Sementara itu berkelepak
Burung-burung merpati
Di lingir Manhattan bergelegar pengorek karang
Merpati pun kaget beterbangan
Suara mekanik dan racun rimba baja
Menjajarkan pohon-pohon duka
Musim panas terengah melepas napas
Pepohonan meratapinya dengan geletar ranting
Orang tua itu berkemas dan tersaruk pergi
Badai pun memutar daunan dalam kerucut
Makin meninggi
12. Sabana karya Umbu Landu Paranggi
Memburu fajar
Yang mengusir bayang-bayangku
Menghadang senja
Yang memanggil petualang
Sabana sunyi
Di sini hidupku
Sebuah gitar tua
Seorang lelaki berkuda
Sabana tandus
Mainkan laguku
Harum napas bunda
Seorang gembala berpacu
Lapar dan dahaga
Kemarau yang kurindu
Dibakar matahari
Hela jiwaku risau
Karena kumau lebih cinta
Hunjam aku ke bibir cakrawala
13. Berdiri Aku karya Amir Hamzah
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datar ubur terkembang
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas
Benang raja mencelup ujung
Naik marak mengerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak
Dalam rupa maha sempurna
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju
14. Manila Bay, Senja karya Acep Zamzam Noor
Kau membawaku pada puncak gelombang
Dan gelombang membakarku dengan sepinya
Sebelum gelap turun, masih ku baca sisa topan
Nafasmu seakan bisikan yang jauh, seakan
Sekarat langit yang panjang
Keperihanmu adalah borok bumi yang kekal
Dan kau menuntunku pada pusat nyerinya
Sebelum ajal tiba, kupuja eranganmu dengan cinta
Kepalsuan dan dusta yang sama. Darahku tumpah lagi
Lautan tetaplah garam yang menyirami luka
15. Adakah Suara Cemara karya Taufiq Ismail
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu.
Demikian kumpulan puisi tentang alam yang sarat akan makna dan pesan di dalamnya. Para penyair bukan hanya berhasil membuat kata-kata yang indah, tetapi juga berhasil membuat pembaca membayangkan keindahan alam yang digambarkan.
Di antara puisi di atas, mana yang paling menyentuh untukmu, Bela?