Di zaman sekarang yang serba menuntut, sering kali depresi menjadi hal yang tak disadari. Bahkan, gejala seperti bad mood yang berkepanjangan kerap dinilai sebagai sebuah kelaziman yang tak menuntut perawatan. Yang lebih parah, ketidakpekaan dan ketidakpedulian ini berujung pada ketidaktahuan berbagai jenis depresi yang sebenarnya bisa saja sedang dialami.
Agar kamu lebih peka terhadap gejala-gejala mengenai depresi, kenali terlebih dahulu jenis-jenis depresi. Selain lebih tau, hal tersebut juga dapat menghindari kamu dari self-diagnosed perihal depresi, Bela.
1. Depresi klinis
Saat kamu merasa enggan beranjak dari tempat tidur, tidak lagi menikmati suasana kantor, kampus, rumah, maupun lingkungan sosial lain favorit, dan hal-hal yang dulunya menyenangkan kini justru membuatmu merasa marah atau bahkan hampa dalam rentang waktu tertentu, bisa jadi kamu sedang mengalami depresi klinis. Menurut National Institute of Mental Health (NIMH), jenis depresi ini merupakan yang paling umum.
NIMH menjelaskan bahwa tak ada orang yang benar-benar mengalami gejala depresi ini sama persis. Namun biasanya, tanda-tanda yang terlihat antara lain perasaan putus asa, kehilangan minat terhadap hobi, sulit berkonsentrasi, perubahan nafsu makan dan berat badan, rasa sakit secara fisik tanpa penyebab yang jelas, dan pikiran untuk bunuh diri. Mengingat ada banyak metode perawatan yang dapat dilakukan, segeralah mencari bantuan dari orang yang kamu percaya maupun pihak profesional.
2. Depresi musiman
Percaya atau tidak, jenis depresi yang satu ini memang memiliki makna yang harfiah. Umumnya, depresi musiman (biasa disebut Seasonal Affective Disorder atau disingkat SAD) banyak dialami pada musim dingin dan akan mulai membaik saat memasuki musim semi.
Menurut American Academy of Family Physicians, sekitar 4 sampai 6 persen orang mengalami depresi musiman cukup parah. Adapun waktu yang dibutuhkan oleh dokter untuk mendiagnosis gangguan ini setidaknya dua tahun berturut-turut.
Wanita memiliki kecenderungan empat kali lipat lebih tinggi untuk mengalami kondisi ini dibandingkan laki-laki. Biasanya, depresi musiman mulai dialami individu yang berusia 20-an tahun dan semakin besar kemungkinannya seiring bertambahnya usia.
Gejala yang sering diperlihatkan antara lain tidur lebih sering, keinginan mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat, dan suasana hati yang buruk. Untuk mengatasinya, psikoterapis Paul Hokemeyer PhD menyarankanmu untuk lebih banyak berolahraga dan bergerak, menjaga pencahayaan rumah tetap terang meski di siang hari, menyetel lagu-lagu upbeat, dan menggunakan terapi light box bila dibutuhkan.
3. Gangguan bipolar
Menurut Hokemeyer, kamu yang mengalami gangguan bipolar (biasanya dalam episode 'manic') memiliki dua puncak mood yang sangat bertolak belakang. Sekitar 2,6 persen populasi di Amerika Serikat mengalami kondisi ini dengan 83 persen di antaranya sudah termasuk dalam kategori parah. Sayangnya, meski dapat dilakukan perawatan, psikolog Susan Fletcher mengatakan bahwa banyak di antara penderita yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah seorang manic.
Penderita gangguan bipolar sangat membutuhkan support system sebab obat-obatan hanya mampu membantu untuk menjaga kestabilan suasana hatinya. Kamu juga mungkin butuh melakukan terapi untuk mengidentifikasi apa saja yang dapat memicu terjadinya situasi ekstrem sebagaimana yang dikatakan oleh psikolog Margaret Rutherford PhD. Psikolog Joel A. Dvoskin PhD juga menambahkan bahwa beberapa orang berhasil mengatasi hal ini tanpa menggunakan obat-obatan, tetapi dengan menghindari hal-hal yang dapat memicu stres.
4. Distimia
Distimia (Persistent Depressive Diorder atau PDD) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan gairah suasana hati yang sangat rendah dan berlangsung secara konsisten selama setidaknya dua tahun. Menurut Hokemeyer, saat mengalami ini kamu akan merasa bahwa segala sesuatunya seolah-olah terasa lebih berat untuk dilakukan daripada seharusnya.
Bad mood yang kamu rasakan pun bisa terjadi hingga sekitar 50 persen dari total keseluruhan waktumu. Profesor sekaligus psikolog Cara Gardenswartz PhD menjelaskan bahwa seringnya, bukan penderita yang menyadari adanya masalah ini, melainkan orang lain terutama di lingkungan terdekat. Profesor Rudy Nydegger PhD juga menyampaikan bahwa ketidaksadaran oleh penderita tersebut dikarenakan mereka tidak merasa sedih, tetapi hanya suasana hati yang sangat buruk.
5. Depresi atipikal
Jenis depresi yang satu ini menjadikan momen bahagia sebagai pemicu untuk mood yang sendu dan depresi. Disampaikan oleh Fletcher, depresi atipikal lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan laki-laki.
Beberapa penderita depresi ini juga biasanya salah mengartikan bahwa gangguan yang dialami tak lain hanya sebuah rasa lelah atau kebosanan yang biasa. Adapun beberapa gejala lainnya adalah peningkatan nafsu makan atau berat badan, sensitivitas yang berlebihan terhadap sebuah penolakan, terlalu banyak tidur, dan merasa berat pada bagian lengan atau kaki. Selain itu, penderita juga umumnya mengalami kesulitan untuk melakukan rutinitas sehari-hari dan berpikir bahwa hidup tak lagi berarti.
6. Depresi mayor
Berdasarkan data NIMH, sekitar 16,2 persen orang dewasa di Amerika Serikat mengalami setidaknya satu episode jenis gangguan ini. Mereka biasanya mengalami penurunan mood dan energi, kehilangan atau melonjaknya nafsu makan, rasa sakit yang tak terjelaskan, dan jadi lebih sulit atau terlalu banyak tidur. Gejala ini pun dialami setiap hari dan dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan.
Tanda lainnya, menurut Hetcher, adalah kamu akan lebih mengalami lebih banyak hari-hari buruk nan sendu. Perawatan yang dilakukan meliputi terapi bicara dan medikasi. Untuk beberapa kasus yang lebih serius, depresi ini membutuhkan jenis metode terapi ETC. Adapun menurut American Psychiatric Association, 80 hingga 90 persen orang yang melakukan perawatan ini merasa lebih baik.
7. Depresi situasional
Depresi ini merupakan efek yang ditimbulkan dari kejadian-kejadian tak mengenakkan dalam hidup seperti kehilangan orang yang disayangi, menderita penyakit serius, perceraian, pemecatan, kesulitan finansial, berada dalam hubungan yang abusif, dan sebagainya.
Menurut psikolog dan profesor senior Deborah Serani PhD, beban stres yang dialami tak hanya secara emosional, tetapi juga psikis secara signifikan. Karenanya, segera mencari bantuan merupakan langkah tepat untuk mencegah sebelum situasi kian memburuk.
Dvoskin menuturkan bahwa kombinasi dari durasi serta tingkat keparahan yang menentukan kapan rasa sedih yang dialami bertransformasi menjadi depresi. Tanda-tanda depresi situasional juga meliputi sulit tidur, rasa cemas, rasa sedih, putus asa, berduka, perubahan nafsu makan, dan rasa sakit pada tubuh sebagaimana disebutkan oleh Gardenswatz.
Dalam kasus ini, perawatan melalui obat-obatan biasanya dibutuhkan dan bila depresi berlangsung lebih dari enam bulan, Fletcher menyatakan bahwa kemungkinan depresi akan berkembang dalam bentuk yang lainnya.
8. Depresi pascapersalinan
Sindrom baby blues bukan hal yang asing di kalangan wanita terutama yang tengah hamil atau melahirkan. Kondisi ini biasanya ditandai dengan menangis terus menerus, mood swings, rasa cemas, dan sulit tidur. Bila kondisi ini dibiarkan terlalu lama, Serani mengungkapkan bahwa ikatan emosional antara ibu dan anak pun akan sangat berisiko. Oleh
Oleh karena itu, perawatan berupa kombinasi terapi dan obat-obatan diperlukan untuk mengatasi hal ini. Alih-alih merasa ada beban moral, Hokemeyer menjelaskan bahwa kamu hanya perlu untuk menerima kenyataan tengah mengalami kondisi psikologis biasa semata. Kamu pun perlu untuk berbicara dengan keluarga atau sahabat yang dipercaya dan dapat berempati serta tidak menghakimi atas situasi yang sedang terjadi.
Sekalipun wawasan mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental di Indonesia mulai terbangun dan meluas, masih banyak orang yang tak menyadari kondisinya sendiri atau malu untuk mengakuinya. Padahal, semakin cepat kamu peduli dan merawat, semakin sedikit frekuensimu untuk mengalami hari-hari yang terasa buruk dan berat.