Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

7 Fakta Kanker Ovarium, Gejalanya Tampak Ringan Tapi Bisa Mematikan

Jangan anggap sepele ya!

Alfonsus Adi Putra

Beberapa waktu lalu, selebritas Feby Febiola (42) buka-bukaan di akun media sosialnya tentang kanker ovarium stadium 1C yang tengah ia lawan. Ia mengunggah foto rambutnya yang cepak, yang merupakan bagian dari kemoterapi yang dijalaninya.

Berdasarkan data dari World Cancer Research Fund International tahun 2018 tentang jenis kanker yang paling banyak menyerang perempuan, kanker ovarium berada di peringkat ke-8. Sebanyak 295,414 kasus baru dilaporkan, yaitu 3,6 persen dari semua jenis kanker (kecuali kanker kulit melanoma) di tahun 2018.

Selain itu, menurut dari terbaru dari American Cancer Society (ACS), kanker ovarium adalah kanker mematikan ke-5 yang dialami oleh 21,750 pasien wanita di Amerika Serikat (AS). Dari angka tersebut, hampir 14.000 memiliki kemungkinan kecil untuk selamat.

Sering kali muncul dengan gejala ringan tapi bisa ganas, inilah serba-serbi tentang kanker ovarium yang mesti kamu tahu.

1. Apa itu kanker ovarium? Seberapa berbahaya untuk perempuan?

Sesuai namanya, kanker ovarium adalah jenis kanker yang merusak organ indung telur pada kaum wanita. Sekilas pelajaran biologi, wanita memiliki dua ovarium di dua sisi rahim (uterus). Berukuran hanya sebesar biji kacang almon, ovarium bertugas memproduksi sel telur (ovum) dan hormon estrogen serta progesteron.

Kanker ovarium akan lebih mudah ditangani pada tahap awal. Namun, jika sudah menyebar ke bagian pelvis (tulang panggul) dan perut, maka akan lebih sulit ditangani.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2015, RS Kanker Dharmais di Jakarta merekam 537 kasus baru dengan 146 kematian akibat kanker ovarium, menempatkannya di ranking 10 besar kanker paling mematikan dalam periode 2010-2013.

Menurut National Ovarian Cancer Coalition, terdapat minimal 30 jenis kanker ovarium tergantung dari jenis selnya. Namun, biasanya kanker ovarium dimulai dari tiga tahap sel utama, yaitu:

  • Sel epitelial: sel pada dinding luar ovarium;
  • Sel benih: sel pada calon sel telur;
  • Sel stromal: sel yang melepaskan hormon dan menyambungkan struktur ovarium.

Dari ketiga sel tersebut, sel epitelial yang dianggap paling sering (85-90 persen kasus) dan paling berbahaya. Kenapa? Karena biasanya baru terdeteksi ketika sudah kronis.

Sementara itu, sel benih adalah yang paling jarang (tercatat hanya 7 persen kasus) dan memiliki 90 persen kemungkinan untuk sembuh.

Seperti kanker lainnya, kanker ovarium terbagi menjadi empat stadium:

  • Stadium 1: Kanker hanya berada di satu atau dua ovarium dan belum menyebar;
  • Stadium 2: Kanker sudah menyebar ke jaringan pelvis dan uterus;
  • Stadium 3: Kanker sudah menyebar ke selaput rongga perut (peritoneum), usus, dan tiroid;
  • Stadium 4: Kanker sudah menyebar ke organ yang jauh dari ovarium seperti ginjal atau hati.
independent.co.uk

2. Gejala kanker ovarium sering dianggap hanya "perut kembung" biasa

Pada stadium awal, kanker ovarium atau kanker indung telur jarang menunjukkan gejala. Itulah yang membuat kanker baru terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut.

Selain itu, bila memang ada gejala, sering disalahartikan sebagai gejala penyakit yang ringan. Menurut National Health Service (NHS), beberapa gejala awal kanker ovarium meliputi:

  • Perut kembung;
  • Perut membuncit;
  • Rasa nyeri di perut atau pinggul;
  • Sering merasa begah saat makan;
  • Peningkatan frekuensi buang air kecil.

Tampak ringan, bukan? Namun, bila gejala-gejala di atas berlangsung selama dua minggu atau lebih, lebih baik segera periksa ke dokter.

Dirangkum dari berbagai sumber, gejala-gejala tersebut juga bisa berubah mengikuti penyebaran kanker. Gejala yang paling menonjol antara lain:

  • Mual;
  • Sembelit atau konstipasi;
  • Penurunan berat badan;
  • Nyeri saat berhubungan intim;
  • Keluar darah dari vagina.

3. Penyebab kanker ovarium: dari genetik, obesitas, hingga HPV

Definisi kanker adalah mutasi sel yang tumbuh dan membelah diri tidak terkendali hingga merusak organ. Dalam kasus ini, keganasan terjadi di ovarium atau indung telur.

Penyebab pasti kanker ovarium belum diketahui pasti. Namun, dilansir dari laman Medical News Today, diduga penyebabnya adalah:

  • Faktor genetis;
  • Usia (> 50 tahun);
  • Rekam jejak reproduksi;
  • Kanker payudara;
  • Terapi hormon setelah menopause;
  • Obesitas;
  • Infeksi human papillomavirus (HPV).

Sebuah studi oleh peneliti Brasil yang diterbitkan di jurnal "International Journal of Gynecological Cancer" tahun 2013 menyatakan, kemungkinan HPV memiliki andil dalam kanker ovarium. Ada pula temuan serupa oleh tim peneliti Maroko, yang dipublikasikan di jurnal "Bioinformation" tahun 2019.

Meski demikian, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut dan berskala besar untuk benar-benar membuktikan hubungan antara HPV dan kanker ovarium.

4. Kemungkinan kasus kanker ovarium pada transgender

Pada transgender, khususnya pria trans (dari perempuan lalu mengidentifikasi diri sebagai laki-laki), histerektomi atau operasi angkat rahim dikatakan dapat mencegah kanker ovarium.

Namun, menurut penelitian di AS berjudul "Cancer in Transgender People: Evidence and Methodological Considerations" dalam jurnal "Epidemiologic Reviews" tahun 2017, pria trans tetap harus waspada. Terapi hormon androgen yang dijalani sebagai prosedur transisi gender juga dapat memperbesar kemungkinan kanker ovarium.

Sayangnya, ada beberapa kondisi yang membuat para transgender untuk berobat. Lembaga National LGBT Cancer Network mengatakan bahwa mereka sering kali malu dengan identitas baru dirinya. Jika salah satunya adalah kamu, tidak perlu malu, lawan stigma, dan segeralah berobat!

standard.co.uk

5. Deteksi dini adalah kunci penting dalam melawan kanker ovarium

Deteksi dini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup penderitanya. Kanker ovarium yang terdeteksi dini tentunya akan lebih mudah ditangani.

Perlindungan terbaik adalah lewat metode pencegahan, memahami risiko, dan mengenali tanda-tanda potensi kanker ovarium. Bila perempuan merasakan gejala kanker ovarium seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, periksakan diri ke dokter.

Nantinya, dokter akan melakukan beberapa prosedur lanjutan seperti pemindaian (dengan USG, MRI atau CT scan), tes darah untuk memeriksa kadar protein CA-125, dan biopsi.

Dilansir dari Medical News Today, dari ketiga prosedur tersebut, biopsi adalah yang paling akurat dalam mendeteksi kanker ovarium sebelum menetapkan langkah pengobatan.

Deteksi dini juga penting untuk mencegah kanker terlanjur berkembang ke stadium lanjut. Kalau sudah menjalar ke organ lainnya (metastasis) dan menyebabkan komplikasi, maka kemungkinan pasien untuk sembuh menipis.

Komplikasi yang bisa terjadi di antaranya:

  • Luka (perforasi) pada usus;
  • Timbunan cairan pada selaput paru-paru;
  • Penyumbatan pada saluran kemih;
  • Penyumbatan usus.

6. Pengobatan kanker ovarium

Jika hasil biopsi menunjukkan kamu positif kanker ovarium, jangan berkecil hati. Peluang untuk sembuh tetap ada. Bila kanker ovarium masih dalam stadium awal, ACS menyatakan kemungkinan pasien untuk hidup adalah mencapai 90 persen.

Dua opsi pengobatan utama kanker ovarium adalah operasi (pengangkatan rahim atau pengangkatan indung telur) dan kemoterapi.

Tiap prosedur memilki risikonya masing-masing. Misalnya pada prosedur operasi, bisa mengakibatkan kemandulan. Maka dari itu, sebisa mungkin libatkan orang-orang terdekat sebelum mengambil keputusan.

Kabar buruknya, pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari kanker ovarium tetap berpotensi untuk kembali memiliki kanker, misalnya dalam beberapa tahun ke depan.

Menurut laman NHS, jika kanker kembali, biasanya sudah sangat sulit untuk diobati dan hanya bisa dikurangi gejalanya lewat terapi radiologi. Tercatat hanya sepertiga wanita dengan kanker ovarium dapat hidup hingga 10 tahun setelah diagnosis, sementara mayoritas hanya 5 tahun.

7. Yuk, cegah kanker ovarium!

Dengan potensi bahaya yang ditimbulkan, baik perempuan maupun pria trans mesti mencegah kemunculan kanker ovarium sebaik mungkin. Caranya adalah dengan:

  • Menerapkan pola hidup sehat;
  • Memiliki anak lebih dari satu;
  • Menghindari terapi pergantian hormon;
  • Menggunakan pil kontrasepsi kombinasi;
  • Melakukan pemeriksaan berkala.

ACS juga menyatakan bahwa kehamilan pada usia kurang dari 26 tahun risikonya kecil untuk terkena kanker ovarium, apalagi jika memberikan ASI. Penggunaan kontrasepsi juga dikatakan dapat menekan risiko kanker. Namun, ini perlu konsultasi lebih lanjut dengan dokter.

Selain itu, karena kanker ovarium juga bisa diturunkan secara genetik, kamu bisa berkonsultasi dengan dokter untuk menguji gen dan mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalkan risikonya. Pencegahan yang paling mungkin dilakukan adalah ooforektomi atau histerektomi.

time.com

Itulah fakta-fakta seputar kanker ovarium. Para ahli sepakat bahwa perlindungan terbaik adalah memahami cara-cara pencegahan, memahami risiko, dan mengenali berbagai gejala potensi kanker ovarium.

Bila kamu mengalami perut kembung, nyeri di panggul atau perut, kesulitan makan atau cepat merasa kenyang, gangguan kemih, dan ukuran perut membesar, apalagi dirasakan selama 2-3 minggu, segera periksakan diri ke dokter. Deteksi kanker ovarium sedini akan meningkatkan kelangsungan hidup pasien.

Selain itu, cegah kanker ovarium (dan kanker lainnya) dengan menerapkan gaya hidup sehat, ya!

Disclaimer: Artikel ini sudah diterbitkan di laman IDN Times dengan judul "Gejala Tampak Ringan, tapi Bisa Mematikan! Ini 7 Fakta Kanker Ovarium"

TOPIC

IDN Channels

Latest from Health