Novel karya Pidi Baiq kembali diangkat ke layar lebar untuk mengobati kerinduan para penggemar Dilan. Film bertajuk Dilan 1983: Wo Ai Ni tersebut mengambil plot mengenai kehidupan masa kecil Dilan bersama keluarga, sahabat, serta cinta monyetnya.
Menjelang penayangannya pada 13 Juni 2024 mendatang, Falcon Pictures menggelar acara Press Screening film Dilan 1983: Wo Ai Ni di CGV Paris Van Java, Bandung, Jawa Barat pada Minggu (9/6/2024).
Film yang disutradarai oleh Fajar Bustomi dan Pidi Baiq ini memberikan gambaran mengenai kehidupan masa kecil Dilan hingga tumbuh menjadi pribadi yang puitis ketika dewasa. Rupanya, hal ini juga dipengaruhi oleh hubungan Dilan dan orangtuanya yang hangat nan manis.
Nah, kali ini Popbela akan membahas soal 5 bukti hangatnya hubungan orangtua dan anak atau parent-child relationship yang tergambar di film Dilan 1983: Wo Ai Ni. Scroll sampai habis, ya!
1. Perhatian dan berlemah lembut
Sejak kecil, Dilan (M. Adhiyat) memang sering terlibat perkelahian dengan teman sebayanya. Meskipun Dilan hanya membela diri, namun perkelahian tersebut membuat luka di wajahnya.
Melihat anaknya terluka, Bunda (Ira Wibowo) tidak langsung memarahi Dilan. Dengan nada yang lembut dan tidak menyalahkan, Bunda menanyakan apa yang terjadi pada Dilan. Alih-alih memarahi, Bunda justru memberikan pengertian agar anaknya tidak berkelahi lagi dengan teman.
2. Anggap anak seperti teman
Meski terpisah jarak karena sering ditugaskan di luar kota, Ayah (Bucek Depp) begitu dekat dengan keempat anaknya, yakni Ida (Adzana Ashel), Landin (Zayyan Sakha), Banar (Muzakki Ramdhan), Dilan (M. Adhiyat), dan Disa (Queen Lubis). Ia tak memiliki jarak dengan anak-anaknya, bahkan menganggap mereka seperti teman.
Ketika Dilan pulang malam setelah mengaji di musala dan mengendap-endap masuk rumah, sang ayah yang mengetahui hal tersebut langsung memasang wajah galak di depan Dilan. Tapi bukannya memarahi, ia justru memberi celetukan yang membuat Dilan tertawa dan memeluk sang anak. Hal ini membuktikan kalau ayah dan anak ini begitu dekat seperti sahabat.
3. Selalu memberi apresiasi pada anak
Tak sedikit orangtua yang gengsi untuk memberikan pujian kepada anak-anaknya. Namun, hal itu tidak terjadi pada kedua orangtua Dilan. Bunda justru sering kali membanggakan anak-anaknya untuk setiap pencapaian yang berhasil dilakukan sang buah hati.
Seperti ketika Bunda mengapresiasi putri sulungnya, Ida, yang berhasil berkuliah di IKIP Bandung. Ia begitu bangga menyebutkan kalau Ida adalah anak yang hebat karena bisa masuk ke kampus favorit di kota tempat tinggal mereka.
4. Luangkan waktu untuk quality time
Meski memiliki kesibukan masing-masing, keluarga Dilan tetap menyisihkan waktu untuk quality time bersama. Ketika sang ayah kembali ke Bandung setelah ditugaskan dari Karawang, keluarga Dilan tak menyia-nyiakan momen tersebut untuk pergi bersama.
Tak harus dengan kegiatan mewah, hal sederhana seperti makan di warung pinggir jalan, berkeliling di toko buku, dan bercengkrama nyatanya berhasil menciptakan memori masa kecil yang indah dan terkenang hingga dewasa nanti.
5. Tidak menghakimi anak
Dilan yang masih duduk di kelas 5 SD menyukai teman sekelasnya, Mei Lien (Malea Emma), seorang perempuan berdarah Tionghoa. Mengetahui sang anak mulai merasakan cinta monyet, Bunda tak langsung menghakimi atau melarang putranya menyukai teman sekelasnya itu meski berbeda agama.
Tak hanya itu, ketika Dilan memulai perkelahian dengan segerombolan anak-anak, Bunda tidak langsung menyalahkan Dilan. Terlebih lagi ketika tahu Dilan melakukan hal itu karena tak suka Bunda dijelek-jelekan oleh orang lain dengan menyebutnya sebagai "anak monyet". Hal ini membuat Bunda bangga karena anaknya bisa berani menjaga nama baik orangtuanya di depan orang lain.
Itulah 5 pelajaran soal parent-child relationship yang dipetik dari film Dilan 1983: Wo Ai Ni. Jangan lupa nonton di bioskop kesayanganmu, ya!