5 Fakta dan Sinopsis Film ‘Perayaan Mati Rasa’, Konflik Keluarga

Banyak pesan untuk anak dan orang tua

5 Fakta dan Sinopsis Film ‘Perayaan Mati Rasa’, Konflik Keluarga

Umay Shahab kembali akan merilis film ketiganya yang berjudul Perayaan Mati Rasa. Film terbaru persembahan Sinemaku Pictures itu dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan, Umay Shahab, Dwi Sasono, Unique Priscilla, Devano Danendra, Dul Jaelani dan lainnya. Di film Perayaan Mati Rasa, Umay sendiri terlibat baik sebagai pemeran dan produser, juga sutradaranya.

Popbela berkesempatan untuk berbincang langsung dengan empat pemeran utama dari film tersebut pada Senin (16-12-2024) kemarin. Miliki cerita yang amat kompleks dengan konflik keluarga, berikut fakta dan sinopsis film Perayaan Mati Rasa.

1. Sinopsis film Perayaan Mati Rasa

Perayaan Mati Rasa mengikuti kisah Ian (Iqbaal Ramadhan) dan Uta (Umay Shahab), sepasang kakak-beradik dengan segala masalah dan kekonyolan dalam kehidupan masing-masing. Ian, seorang musisi yang sedang mengalami quarter life crisis yang kerap menghadapi kegagalan dan sering dibandingkan dengan adiknya.

Sementara Uta, seorang podcaster senja yang cukup sukses dengan programnya, tetapi terus mendapat tekanan dari keluarganya untuk menyelesaikan kuliahnya yang terbengkalai. Di tengah rumitnya hidup, mendadak mereka harus bekerja sama dalam sebuah sandiwara untuk menyembunyikan kabar meninggalnya sang ayah dari ibu mereka yang baru saja terbangun dari tidak sadarkan diri akibat serangan jantung.

2. Jadi proyeksi ketakutan Umay jika kehilangan keluarganya

5 Fakta dan Sinopsis Film ‘Perayaan Mati Rasa’, Konflik Keluarga

Sangat melekat dengan Umay, film ini menjadi proyeksi ketakutannya jika kehilangan keluarganya, terutama ibu dan ayahnya ketika meninggal dunia. Ia mencurahkan perasaannya di sini sehingga ketika hal tersebut terjadi, ia telah membuat sebuah karya yang penuh dengan emosinya. 

Mantan bintang cilik itu juga mengatakan ceritanya sangat dekat dengan kehidupan pribadinya. Ada beberapa unsur dari pengalaman pribadi yang ia masukkan ke film tersebut. Apalagi, Umay juga seorang anak pertama di keluarga.

"Di film Perayaan Mati Rasa itu lebih kepada proyeksi ketakutanku. Bagaimana jika suatu hari aku melewati segala hal buruk yang pasti akan terjadi. Karena kondisinya siapa pun yang datang pasti akan pergi. Tapi mungkin, Perayaan Mati Rasa itu aku buat karena aku merasa suatu hari aku harus punya jalan keluar.

Harus punya jalan keluar dari rasa sedih dan sakit karena kehilangan orang tua. Dan aku merasa kayaknya aku harus bikin karya yang merefleksikan ketakutanku pada saat ini. Biar setidaknya ketakutanku bisa aku keluarkan dulu dalam bentuk yang positif.

Biar dia tidak mendekam di dalam diri aku dengan hal-hal negatif yang akan keluar nantinya. Mungkin awalnya kenapa harus dibikin film sih kira-kira kayak gitu ya. Jadi emang berdasarkan ketakutanku terhadap kehilangan orangtuaku," ungkap Umay.

3. Konflik kakak adik yang suka dibandingkan

Selanjutnya, film ini juga mengangkat konflik yang related dengan kehidupan banyak orang, terutama tentang kakak adik yang suka dibandingkan. Ian selalu dibandingkan dengan Uta adiknya yang terlihat lebih sukses dari dirinya. 

Sebagai anak pertama, ia sebenarnya juga ingin membanggakan orang tuanya, tapi Ian bukan seseorang yang bisa menyampaikan ekspresinya itu dengan baik. Ia tak bisa berkomunikasi dengan baik sehingga sering disalahpahami. Sampai akhirnya, ia menjadi benci dengan adiknya dan enggan untuk dekat dengannya karena rasa kompetisi.

Uta sendiri merupakan anak kedua atau anak bungsu yang lebih dekat dengan keluarganya. Ia juga terlihat lebih sukses dari sang kakak. Uta memang tak seidealis Ian dan sangat menyayangi kakaknya.

Itulah sebabnya, Uta bingung kenapa kakaknya itu bisa sangat membencinya. Kesalahpahaman, kurangnya perhatian, serta komunikasi menjadi konflik di antara mereka semakin membesar.

4. Banyak pesan untuk orang tua dan anak

Menurut Iqbaal Ramadhan, Umay Shahab, Dwi Sasono, dan Dul Jaelani, film Perayaan Mati Rasa punya banyak pesan yang dihadirkan untuk keluarga. Ada gambaran bagaimana menjadi kepala keluarga yang berusaha menjadi contoh yang baik, hingga dinamika hubungan kakak beradik yang nggak selalu mulus-mulus saja.

"Ini film tentang keluarga, tentang anak pertama dengan segala problematikanya. Tentang suami yang berusaha menjadi contoh yang baik bagi istri. Berusaha menjadi bapak yang baik bagi anak-anaknya. Mungkin secara garis besar kira-kira begitu," ungkap Umay.

Iqbaal sendiri yang berperan sebagai anak pertama belajar banyak tentang perasaan para anak pertama selama ini, termasuk yang dirasakan oleh kakaknya. Baginya, menjadi anak kedua tak pernah ditekan untuk apa pun, berbeda dengan anak pertama. Ia juga memberikan pesan untuk para anak pertama agar selalu kuat. 

"Jadi kayaknya untuk anak-anak pertama di luar sana, ketahuilah bahwa kalian tuh cukup untuk ada aja sih. Maksudnya kalian nggak perlu membuktikan kalau kalian itu bisa membanggakan. Gue yakin banget orang tua kalian juga sebenarnya cukup hanya dengan kalian ada. Mungkin memang ya anak kedua atau anak berikut-berikutnya yang mungkin lebih diperhatikan.

Pahamin aja juga kalau misalnya ternyata banyak orang tua itu juga sebenarnya anak-anak dan mereka juga masih mencari. Kalian itu adalah percobaannya. Jadi, sama-sama saling mengerti dan tetap jaga komunikasi yang baik dengan orang tua," pesan Iqbaal.

Dwi Sasono yang memerankan sosok bapak untuk Ian dan Uta mendapat pelajaran dari tokohnya bahwa orang tua itu tidak boleh memaksakan kehendak pada anaknya. Orang tua itu tugasnya mendukung langkah anaknya, mengajari, dan jangan menjadi orang tua yang egois. Selesaikan dulu luka batin yang ada, jangan sampai anaknya yang menerima akibat atau dijadikan alasan. Orang tua itu memberi harapan untuk anak-anaknya, bukan paksaan.

"Kalau dari aku ya, sebagai Satya, sebagai seorang bapak, ya saya sadari anak itu bukan milik saya, tapi milik semesta. Biarkan anak itu belajar atas dasar pilihan yang benar atau salah. Ya harapan mudah, tapi bukan sebuah paksaan.

Karena setiap kelahiran pasti memiliki misi masing-masing. Setiap kelahiran punya sebuah guru sendiri-sendiri. Bahkan, kita sendiri lahir juga nggak tahu misi kita apa kan. Orang tuanya lagi. Cuma tujuannya kan ngapain ya?

Mengajari hal yang baik gitu. Untuk arahnya ke mana ya biarkan anak menemukan potensinya yang terbaik dalam dirinya dan mendukung setiap langkahnya. Lakukan apa yang dia suka, sudah dan dukung bertemu sendiri jalannya. Supaya jangan menjadi orang tua yang egois," kata Dwi Sasono.

Dul sendiri berkaca dari tokoh Saka yang ia perankan mendapat pelajaran untuk menjadi orang yang penuh dengan ketulusan. Tulus dalam menjalankan segala sesuatu. Selain itu, Dul juga belajar dari konflik sahabatnya, Ian Antono dengan keluarganya bahwa sesama keluarga itu tidak boleh gengsi dan jangan ada rasa persaingan dengan saudara.

"Kebetulan saat itu saya karakternya adalah seseorang yang menjadi support system dari Ian Antono. Dari situ saya belajar tentang ketulusannya. Banyak sekali itu. (Seperti) Main musik dengan tulus, kerja dengan tulus, berteman dengan tulus.

Belajar soal itu, sih. Ketulusan soal menjadi support system gitu. Jadi, yang saya tangkap dari Ian, benar kata Iqbaal, Ian ada miskomunikasi sama bapaknya. Saya rasa kenapa bisa kayak gitu? Karena ada faktor kegengsian gitu ya, dalam keluarga.

Jadi maksud saya, sudahlah. Saatnya kita saling support keluarga dengan tulus. Saatnya kita berhenti gengsi, untuk sekedar menyapa, sudah makan atau belum? Bagaimana harimu? Sudahilah persaingan antar keluarga, sifat pengecut itu, biar nggak jadi kayak Ian. Itu sih," kata Dul.

5. Persahabatan yang terjalin karena musik

Di samping membahas tentang keluarga, Perayaan Mati Rasa juga memperlihatkan tentang persahabatan antara anggota band Midnight Serenade. Band tersebut terdiri dari Ian Antono, Ray Alvero (Devano Danendra), Saka Wijaya (Dul Jaelani), dan Dika Ardana (Randy Danistha). Saka sendiri adalah seorang yang sangat percaya klenik dan menyayangi neneknya yang telah tiada. Ia selalu membawa barang peninggalan neneknya dan kurang nyambung dengan dunia perkotaan. 

Namun, Saka lah yang menjadi mood booster di band tersebut. Saka juga sangat loyal pada teman-temannya. Ia selalu ingin Ian dan kawan-kawan Midnight Serenade itu senang, walaupun dia pribadi juga banyak pikiran.

Salah satu cara membuat teman-temannya senang adalah dengan bermain musik. Saka adalah support system untuk Ian. Saka ingin sekali Ian meraih mimpinya. Terkait membangun chemistry, Iqbaal dan Dul mengatakan kalau mereka disatukan dengan musik.

Itulah fakta dan sinopsis film Perayaan Mati Rasa yang akan segera tayang tahun 2025 mendatang.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved