Bela, kalau ditanya tentang pencapaian hidup yang sudah atau yang belum kamu alami, kira-kira apa jawaban kamu?
Tentu di antara kamu ada yang menjawab menikah dan punya anak, ada yang sekolah di luar negeri, ada yang mendirikan bisnis, mencapai jabatan tertinggi di sebuah divisi atau perusahaan, memiliki karya yang diakui banyak orang dan masih banyak lagi. Setiap orang termasuk wanita tentu punya tujuan serta pencapaian hidupnya sendiri dan itu hak setiap individu.
Tapi, sayangnya masih ada beberapa orang yang berusaha mengomentari, mengkritik bahkan memaksakan pemikirannya kepada orang lain lalu bersikeras bahwa gagasannya yang paling benar. Sebagai makhluk sosial yang cerdas, terutama sesama wanita, sudah bukan zamannya lagi menghakimi seseorang karena impian atau pencapaian hidupnya, lho. Berikut 5 alasan kenapa kita harus menghormati pilihan hidup orang lain.
1. Impianmu adalah hidupmu
Sama sekali nggak ada yang salah dengan impian, pencapaian, rencana atau segala hal tentang kehidupanmu asalkan semuanya bisa dipertanggungjawabkan dan datang dari keinginanmu sendiri. Jika kamu seorang mahasiswi dan ingin menikah setelah lulus kuliah, itu sah-sah saja asalkan itu atas keinginanmu sendiri, bukan paksaan dari keluarga atau situasi tertentu. Kamu juga perlu mempertanggungjawabkan keputusan yang kamu ambil, misal kamu akan lebih sibuk setelah lulus kuliah karena harus memegang 2 peran sekaligus, yaitu istri dan wanita karier, jika kamu ingin bekerja setelah menikah.
Ingin fokus pada karier sehingga harus menunda diri untuk menikah? Itu juga hal yang keren, kok! Jika memang tujuan hidupmu adalah berkarier dan hal paling mengagumkan dalam hidupmu adalah bisa menjadi pemimpin yang baik dari orang-orang hebat yang kamu temui di kantor atau lingkungan kerja, ya jalani saja. Tentu akan ada banyak yang bertanya kapan kamu menyusul mereka yang sudah menikah, tapi kamu akan bisa melaluinya dengan baik. Hanya kamu yang berhak mengatur bagaimana hidupmu berjalan, bukan orang lain.
2. Menikah itu urusan paling pribadi
Mungkin pernikahan bisa dianggap hal yang paling pribadi karena hal tersebut sebaiknya benar-benar diputuskan oleh diri sendiri. Hanya kita yang tahu kapan saatnya untuk menikah, bagaimana kesiapan kita, bagaimana perasaan kita terhadap pasangan dan lain-lain. Maka nggak heran jika kita merasa risi ketika ada banyak orang bertanya, “Kapan menikah?” bahkan “Kamu sudah waktunya menikah, buruan gih sebelum tua.” Rasanya ingin membalas dengan, “Hei, ini hidupku. Hanya aku yang tahu kapan waktu yang tepat,” kan?
Popbela sadar bahwa setiap orang punya pemikiran sendiri-sendiri tentang pernikahan. Ada yang menjadikannya sebagai pencapaian hidup di mana pernikahan menjadi hal yang paling membahagiakan dan sangat ditunggu-tunggu. Ada juga yang bukan menganggap pernikahan sebagai prioritas hidup sehingga sangat santai menanggapinya. Nggak ada yang salah dengan keduanya. Yang salah adalah terus mempertanyakan bahkan mengusik kehidupan orang lain karena kita nggak setuju dengan pemikirannya.
3. Belajar jadi makhluk sosial
Apa sih makhluk sosial itu? Apakah hanya kita berinteraksi dan berkomunikasi terhadap manusia lain maka kita dinamakan makhluk sosial? Well, tentu dalam proses komunikasi itu juga terjadi pertukaran pemikiran, kan? Lalu apa jadinya jika saling memaksakan pemikiran kita ke orang lain dan menolak pemikiran mereka? Bukan pola komunikasi yang ideal dan makhluk sosial yang nggak bisa bersosialisasi tentunya.
Menyadari penuh bahwa setiap manusia itu berbeda, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk menerima perbedaan itu. Bukan hanya perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, budaya, agama dan ras, tapi juga pola berpikir. Pengalaman dan lingkungan yang berbeda membuat setiap individu unik. Jika kita merasa bahwa pola pikir orang lain bertentangan dengan kita, terutama hal yang menyangkut kehidupan pribadinya, maka sampaikan dengan baik dan hormati keputusannya.
4. Hidup sebagai seorang feminis
Siapa sih feminis itu? Apakah mereka adalah orang-orang yang berpikir bahwa wanita nggak butuh pria? Apakah mereka adalah orang-orang yang merasa nggak butuh menikah, bahkan lebih parahnya yaitu ingin menginjak-injak pria? Jika masih ada yang berpikir seperti itu, maka mungkin mereka keliru tentang feminisme.
Feminis bukan berarti nggak menikah atau nggak menjadikan pernikahan menjadi tujuan hidup. Nggak harus menjadi wanita untuk menyatakan diri sebagai seorang feminis asalkan kita punya pola pikir bahwa kedudukan wanita dan pria setara. Setara dalam lingkungan kerja dan lingkungan sosial. Memperjuangkan kesetaraan gender juga nggak mudah, tapi bukan berarti nggak mungkin. Ketimbang pusing memikirkan orang lain, bukankah lebih baik memperjuangkan hak perempuan yang selama ini masih belum terpenuhi?
5. Jadi wanita mandiri
Wanita mandiri bukan hanya wanita yang mampu menafkahi dirinya sendiri, berani bepergian kemana-mana seorang diri, tapi wanita yang tahu apa yang ia mau dan bisa menentukan hidupnya tanpa terpengaruh orang lain. Mulai sekarang, apapun pilihan hidup dan pencapaianmu, jangan pernah merasa rendah diri atau merasa bersalah.
Fokuslah untuk tetap menjalani hidupmu, bukan untuk memusingkan orang lain yang ingin mencampuri urusanmu. Berbanggalah pada diri sendiri karena kamu punya impian dan target serta memilih untuk tetap hidup menjadi dirimu. Satu lagi, jangan lupa bahagia ya, Bela!