10 Puisi Hari Ayah yang Menyentuh dan Penuh Arti

Mengandung makna yang sangat indah

10 Puisi Hari Ayah yang Menyentuh dan Penuh Arti

Membacakan puisi Hari Ayah menjadi cara terbaik untuk mengungkapkan kasih sayang kepada sosok laki-laki yang tak kenal lelah membesarkan dan menyayangimu di momen Hari Ayah. Sebab, untaian kata penuh makna yang terkandung di dalamnya dapat dengan mudah dimengerti oleh hati sanubari.

Dengan susunan bait yang mengandung sebuah pengharapan baik, maka membacakannya bak melantunkan doa bagi ayahanda tercinta. Terlebih jika raganya sudah tidak ada di dunia, pembacaan puisi jadi salah satu sarana untuk mengenangnya.

Nah, di dalam artikel ini, Popbela akan bagikan 10 puisi hari ayah yang menyentuh untukmu dalam rangka memperingati Hari Ayah Nasional. Yuk, simak!

1. Pesan dari Ayah

10 Puisi Hari Ayah yang Menyentuh dan Penuh Arti

Oleh: Joko Pinurbo

Datang menjelang petang, aku tercengang melihat
Ayah sedang berduaan dengan telepon genggam
Di bawah pohon sawo di belakang rumah.
Ibu yang membelikan Ayah telepon genggam
Sebab Ibu tak tahan melihat kekasihnya kesepian.
 
“Jangan ganggu suamiku,”
Ibu cepat-cepat meraih tanganku.
“Sudah dua hari ayahmu belajar
Menulis dan mengirim pesan untuk Ibu.
Kasihan dia, sepanjang hidup berjuang melulu.”
 
Ketika pamit hendak kembali ke Jakarta,
Aku sempat mohon kepada Ayah dan Bunda
Agar sering-sering telepon atau kirim pesan, sekadar
Mengabarkan keadaan, supaya pikiranku tenang.
 
Ayah memenuhi janjinya.
Pada suatu tengah-malam
Telepon genggamku terkejut mendapat kiriman
Pesan dari Ayah,
Bunyinya: “Sepi makin modern.”

Langsung kubalas: “Lagi ngapain?”

Disambung:
“Lagi berduaan dengan ibumu di bawah pohon sawo
di belakang rumah.
Bertiga dengan bulan.
Berempat dengan telepon genggam.
Balas!”
 
Kubalas dengan ingatan:
Di bawah pohon sawo itu
Puisi pertamaku lahir.
Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan,
Lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
Dan membaringkannya di ranjang Ibu.

2. Seorang Ayah yang Bijak

Oleh: Edijushanan

Seorang ayah yang bijak
Mendongeng untuk anak-anaknya
Mengantar tidur malam:
Adalah suami-istri yang miskin,
Hidup dengan kemiskinannya.

Setiap hari yang suami pergi
Ke sungai mencari ikan,
Dan yang istri pergi ke hutan
Mencari kayu bakar.

Sore harinya
Yang suami pulang dengan membawa
Ikan banyak.

Di tengah jalan, di sebuah kampung,
Ikannya yang besar-besar dijualnya.
Lalu dibelikan setengah liter beras.

Yang istri pulang dari hutan
Dengan membawa seikat besar
Dan seikat kecil kayu bakar; yang
Ikatan besar dijualnya di warung kopi.
Lalu dibelikan setengah liter beras.

Dalam mengakhiri dongengnya,
Sang ayah bertanya kepada anak-anaknya:

“Tahukah kalian apa makna cerita itu?”
Tidak ada jawaban; anak-anaknya sudah tidur semua.

Pertanyaan itu kembali berputar di benak sang ayah:
"Itukah hidup?"

Ah untunglah anak-anak sudah tidur semua.
Mereka tak memikirkan pertanyaan itu, pikirnya.
Lalu ia mengepulkan asap rokok kawung;
bergulung-gulung melingkar-lingkar.
Ia tersenyum, seperti menemukan yang semua:
Hidup itu lingkaran?

3. Puisi Hari Ayah

Oleh: Pramoedya Ananta Toer

"Tidak, Bapak, aku tak akan kembali ke kampung. Aku mau pergi yang jauh”

Sebenarnya, aku ingin kembali.
Pulang ke teduh matamu.
Berenang di kolam yang kau beri nama rindu.
Aku, ingin kembali
Pulang menghitung buah mangga yang ranum di halaman.
Memetik tomat di belakang rumah nenek.

Tapi jalanan yang jauh, cita-cita yang panjang tak mengizinkanku.
Mereka selalu mengetuk daun pintu saat aku tertidur.
Menggaruk-garuk bantal saat aku bermimpi.
Aku ingin kembali ke rumah, Ayah.

Tapi nasib memanggilku.
Seekor kuda sembrani datang, menculikku dari alam mimpi.
Membawaku terbang melintasi waktu dan dimensi kata-kata.
Aku menyebut pulang, tapi ia selalu menolaknya.
Aku menyebut rumah, tapi ia bilang tak pernah ada rumah.
Aku sebut kampung halaman, ia bilang kampung halaman tak pernah ada

Maka aku menungganginya.
Maka aku menungganginya.
Menyusuri hutan-hutan jati.

Melihat rumput-rumput yang terbakar di bawahnya.
Menyaksikan sepur-sepur yang batuk membelah tanah Jawa
Arwah-arwah pekerja bergentayangan menuju ibu kota.
Mencipta banjir dari genangan air mata

Arwah-arwah buruh menggiring hujan air mata, mata mereka menyeret banjir.
Kota yang tua telah lelah menggigil, sudah lupa bagaimana bermimpi dan bangun pagi.
Hujan ingin bercerai dengan banjir.
Tapi kota yang pikun membuatnya bagai cinta sejati dua anak manusia.

Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya.
Orang-orang datang ke pasar malam, satu persatu, seperti katamu
Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya.
Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia, sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia.
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya.

Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak.
Dan batasnya adalah ufuk.
Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh.
Yang tertinggal jarak itu juga-abadi.
Di depan sana ufuk yang itu juga-abadi.
Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukan dan menggenggamnya dengan tangan-jarak dan ufuk abadi itu.

4. Ayah dan Burung-Burung

Oleh: Radial Tanjung Banua

Aku terbayang ayah yang melangkah di pematang
Sawah kenangan.

Sesekali langkahnya tertegun
Ngungun bersama embun.

Kadang ayah
Bagai orang-orangan dari jerami
Di tengah menguning padi.

Kusentakkan tali rindu
Di antara kami.

Maka tersintaklah ayah
Bersama riuh burung-burung yang berlepasan
Tak kembali lagi.

5. Ayah Segalanya untukku

Oleh: Clara

Ayah..
Beribu kata telah kau ucapkan..
Beribu cinta tlah kau berikan.
Beribu kasih telah kau curahkan..
Hanya untuk anakmu..

Ayah..
Kau ajarkanku tentang kebaikan..
Kau tunjukanku tentang arti cinta..
Kau jelaskanku tentang makna kehidupan..
Dan kau mendidikku dengan sungguh kasih sayang...

Ayah..
Betapa mulianya hatimu..
Kau korbankan segalanya demi anakmu..
Kau banting tulang hanya untuk anakmu..
Kini ku berjanji untuk semua kerja kerasmu..
Ku berjanji untuk semua kasih sayangmu..
Dan ku berjanji untuk ketulusan hatimu..
Bahwa aku akan selalu menjagamu..
Aku akan selalu menyayangi mu hingga akhir hidupku..
Terima kash ayah untuk semua kasih sayangmu...

6. Titip Rindu untuk Ayah

Oleh: Riska Cania Dewi

Hening malam
Serpihan-serpihan harapan datang

Merindu kau kembali bersama

Setitik harapan ingin kau kembali datang

Berkumpul bersama kami semua
Air mata menyesakkan dada

Harapan tersapu badai kekecewaan

Apa daya mengharapkanmu datang

Kau tak akan kembali sebab kau telah bersama Tuhan
Ku panggil merpati menyampaikan salam rindu dari anakmu untuk ayah tercinta.

7. Setiap Ayah

Oleh: Alex R. Nainggolan

Di tubuh setiap ayah
Akan ada jalan pulang
Rumah yang bagai selimut
Dari kepala yang kusut
Telah kugali-gali
Tangis yang kecut
Dan terduduk di sudut

Segala sesal yang sampai sekarang
Hanya tertunduk
Maka aku ingat ayah
Setiap percakapan
Yang abai kutafsirkan
Lalu ayah mengerubung
Di setiap hari
Bahkan bertahun setelah dirinya pergi

Di setiap mata ayah
Selalu ada kegembiraan
Meski hanya sebentar
Bertemu
Atau percakapan yang biasa saja
Dengan anaknya

8. Titip Rindu untuk Ayah

Oleh: Mentorkata

Masih teringat jelas..
Wajah itu berubah menjadi pucat.. Badan tegap itu berubah menjadi kaku...
Masih teringat jelas.. saat orang bertanya:
"Mana anaknya, cium dulu ayahnya untuk yang terakhir. Hati-hati air matanya ya, jangan sampai kena ayahnya"...
Masih teringat jelas...
Saat tanah basah itu menutupi jiwa dan raga orang yang benar-benar mencintaiku....

Ayah..
Kepergianmu membuatku kehilangan arah.. padahal
Belum sempat ku bertanya bagaimana caranya aku menjalani kehidupan ini..
Bagaimana agar aku tidak menyerah akan keadaan yang mash sangat tidak aku tahu dan Belum bisa aku mengerti...
Bagaimana seharusnya aku menghadapi dunia yang penuh tipu ini...
Tahukah ayah, aku sering tertawa, tapi tawa itu palsu karena sebenarnya dalam hati aku Sering menangis..

Ayah..
Nanti akan kuceritakan lebih banyak lagi bagaimana cara aku menjalani hidup ini Tanpamu...

9. Berlima

Oleh: JOR

Dulu kami berlima
Hidup berirama
Satu atap bersama

Tahun 2020
Datang membawa sendu
Dipaksa terhenti jumlah itu
Berkurang satu

Banjir kesedihan
Berpegangan dan bertahan
Sampai kapan?
Kami sangat kehilangan

Ini rasa dari kami berempat
Yang mencoba tersenyum dengan jiwa lemah
Ini sungguh berat
Semenjak engkau pergi, ayah.

10. Ayah

Oleh: Laisya Failah Sufa

Engkau rela membanting tulang untukku
Tidak membiarkan sedikitpun aku kesusahan
Tidak membiarkan aku tersakiti orang
Dan selalu membuatku bahagia

Ayah…
Perjuanganmu tak akan aku biarkan sia-sia
Akan kubalas semua kebaikan di masa akan datang
Anak-anakmu akan menjadi sepertimu

Menjadi orang yang sangat tangguh
Penyabar dan penyayang
Walaupun kau bersikap tegas pada kami
Tapi itu merupakan caramu untuk mendidik kami

Walau ibu yang melahirkan kami
Tapi kau merupakan orang yang menghidupi kami
Yang tak kalah hebatnya dengan ibu

Itu tadi beberapa puisi Hari Ayah yang menyentuh. Puisi mana yang paling kamu suka, Bela?

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved