Chiki Fawzi dikenal sebagai seniman multitalenta. Awalnya, dia hanya ingin menjadi orang di balik layar sebagai seorang animator, namun ternyata sebuah peluang membuat dirinya berada di depan layar sebagai seorang host. Dari sana, putri bungsu pasangan Ikang Fawzi dan Marissa Haque itu akhirnya tidak hanya dikenal sebagai seorang animator, tapi juga seniman mural, musisi, hingga presenter.
Meski begitu, Chiki menampik jika dibilang jalan kariernya mulus-mulus saja. Dia pun pernah merasakan kegagalan, bukan hanya di bidang usaha tapi juga soal hubungan percintaan.
Dalam rangka Festival Pulih by Popbela.com, Chiki membahas tentang titik terendah dalam hidupnya. Simak di bawah ini, yuk!
Seorang single fighter
Sejak dulu, Chiki merasa dirinya adalah seorang single fighter, yang artinya mandiri dan semua dikerjakannya sendiri.
"Aku tipe orang yang single fighter, kuliah sendiri, di luar, kerja sendiri, pulang ke indonesia coba bikin perusahaan animasi sama teman, gagal. Coba ngehost, trus pandemi, akhirnya acara yang aku host, program traveling terdampak, bermusik juga terdampak," ceritanya.
"Jadi aku terus mikir, apa yang bisa aku lakukan untuk tetap punya income, akhirnya aku bikin usaha Chikigo. Itu adalah fashion artsy label," tuturnya.
Disebut artis multitalenta, Chiki mengaku bahwa semua itu dia kerjakan sekadar untuk bisa menyambung hidup dan mendapatkan penghasilan. Meski tak punya background sebagai seorang desainer, Chiki pun belajar dari nol untuk membuka usaha sendiri.
Selalu kembali ke musik saat menemukan kegagalan
Chiki juga mengaku sempat mengalami kegagalan saat membangun usaha start-up di bidang animasi.
"Awal kegagalan yang aku rasakan adalah saat pulang ke indonesia dan mencoba bikin start up company, terus tahun 2015 gagal. Bukan pailit, tapi aku merasa ini napasnya nggak panjang," ujarnya.
"Aku sebagai founder, akhirnya jadi orang yang selalu mengencangkan ikat pinggang untuk pengeluaran. Jadi income aku itu justru datang dari mural. Mural dari kafe ke kafe, salon, kantor, rumah orang," jelas perempuan kelahiran 28 Januari 1989 itu.
"Dari situ gagal, dan aku selalu balik lagi ke musik, sih. Aku juga merasa bersyukur karena aku masih punya keahlian lain sebagai mural artist, dan itu bisa menghidupi aku. Ketika akhirnya mendapat peluang menjadi host, ternyata itu mengubah hidup aku banget," kata Chiki yang akhirnya berada di depan layar dan mendapatkan job lain sejak dikenal sebagai pembawa acara.
Gagal menikah dan belajar soal tak menitipkan kebahagiaan pada orang lain
Bicara soal titik terendah, Chiki mengaku hal itu dialaminya di awal-awal pandemi. Rupanya, pandemi sangat berdampak pada pekerjaannya sebagai host acara traveling. Selain itu, Chiki pun harus menerima kenyataan pahit, ketika pernikahan yang sedang direncanakannya ternyata harus batal akibat ketidakcocokan dengan sang kekasih.
"Aku sudah usia 30 tahun. Aku sebenarnya capek untuk mendramatisir, karena rasa sedihnya memang sudah lewat. Aku tuh pernah gagal nikah, setahun lalu, pas awal pandemi di usia 30 tahun ketika sudah banyak orang yang menanyakan soal pernikahan."
"Tapi ini lebih ke perjuangan aku berdamai dengan diri sendiri. Aku punya kakak yang ceritanya mirip-mirip kayak aku. Kita kepala 3 belum nikah, dan pressure-nya itu luar biasa banyak. Setiap kali posting di medsos itu selalu ada komentar yang bertanya, dan ya udah itu jadi pelajaran untuk kita lebih memperjuangkan kebahagiaan diri sendiri dan nggak menitipkan kebahagiaan ke orang lain, meyakini timeline setiap orang tuh beda-beda."
Pandemi juga membuat pendapatan Chiki berubah, hingga itu memaksa dia untuk melakukan penyesuaian.
"Akhirnya aku adjusting, aku punya usaha Chikigo. Dulu (sebelum Chikigo) juga sempat punya usaha sama teman, tapi malah dicurangin sama temen sendiri."
Tak sampai di situ, cobaan juga datang di saat Chiki sedang berusaha membangun usahanya. Setelah berusaha mengejar produksi untuk acara sale di bulan Oktober, tiba-tiba tubuh Chiki tak bisa bergerak.
"Sudah ngejar produksi untuk flash sale, tiba-tiba aku bangun aja nggak bisa. Benar-benar beku di punggung, akhirnya ngaruh ke leher, kaki kanan, dan lengan. Sampai sekarang juga, nih, badan aku masih banyak plester dari fisioterapi. Aku ternyata skoliosis," katanya.
"Selama ini aku sering ngangkat beban berat dan caranya salah. Aku sempat kesal ke diri aku sendiri, tapi ya udah akhirnya berusaha berdamai aja. Untungnya aku masih punya kakak yang suportif dan tim yang ikut membantu di bisnis ini."
Bagi Chiki yang penting adalah penerimaan (acceptance) dan bagaimana kita bisa tangguh (resilience) dalam menghadapi berbagai hal.
"Acceptance yang paling penting, belajar menerima kondisi yang nggak ideal dan get along with itu. Habis itu planning lagi dong, karena itu adalah esensi dari being resilience," tuturnya.
"Pulih adalah ketika kita bisa berdamai dengan sendiri dan nyaman dengan diri kita, dan tidak menitipkan kebahagiaan kita pada orang lain. Aku ngerasa banget itu saat gagal nikah."
"Mungkin saat itu, aku sempat menitipkan kebahagiaan ke orang lain, ke calon suami aku. Ketika nggak jadi, wah, waktu itu aku langsung blank. Tapi habis itu aku mikir, kalau untuk kebahagiaan aku bisa kok memperjuangkan sendiri. Mimpi-mimpi yang tadinya mau dilakukan berdua, aku bisa kok melakukan sendiri."
Simak wawancara lengkap bersama Chiki Fawzi di YouTube dan Spotify Popbela.com
Jangan lupa ikuti Festival Pulih by Popbela.com yang digelar pada 25, 26, 27 November 2021, di live streaming YouTube, Instagram, dan Website Popbela.com.
Photographer: Andre Wiredja (@andrewiredja)
Fashion Editor: Michael Richards (@myqrichs)
Stylist: Tbmyudi (@tbmyudi)
Asst. Stylist: Hafidhza Putri Andiza (@putriandiza)
Hijab Stylist: Lieya Lay
Beauty Editor: Jennifer Alexis (@jj_alexist)
Makeup Artist: Ira Sumardi (@irasumardi)
Wardrobe
printed dress dan tulle gloves Rama Dauhan (@ramadauhandesignstudio), anting kristal (dipakai sebagai bros) milik stylist