Ketika virus Corona yang dikenal dengan nama COVID-19 menjadi pandemi dan menyebar di seluruh dunia dengan cepat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di AS mengimbau masyarakat melakukan “Social Distancing”.
Tapi apa itu “Social Distancing” dan benarkah bisa bermanfaat dalam mencegah seseorang terkena COVID-19 yang kini menjadi pandemi di seluruh dunia?
1. Saling menjaga jarak
Social distancing merupakan sebuah praktik kesehatan publik yang direkomendasikan pejabat kesehatan dalam upaya untuk memperlambat penyebaran virus dari satu orang ke orang lain. Sehingga secara sederhana, social distancing artinya kita harus menjauhi kerumunan orang yang ramai, tidak pergi ke acara konser, pesta, atau berkumpul di satu tempat tertutup. Selain itu, ada pula anjuran untuk menjaga jarak setidaknya dua meter dengan orang lain saat berada di tempat umum.
Contohnya saja di Kota New York, sejumlah bioskop ditutup sementara, banyak acara konferensi di seluruh dunia yang dibatalkan, konser dan pertandingan olahraga ditunda, serta sekolah-sekolah di AS ditutup sementara. Selain itu direkomendasikan pula untuk tidak mengambil angkutan umum di jam-jam sibuk yang penuh sesak.
Di Jakarta sendiri baru saja memberlakukan penutupan sementara selama 14 hari untuk sejumlah destinasi wisata di Ibu Kota, seperti Ancol, Monas, Museum, dan lainnya untuk melakukan pembersihan dengan disinfektan. Bahkan ada pula sejumlah perusahaan yang meminta para karyawannya untuk sementar melakukan work from home atau bekerja dari rumah.
2. Tidak ada kontak fisik
Social distancing juga artinya tidak ada kontak fisik atau sentuhan dengan orang lain, mulai dari bersalaman, pelukan, hinggan ciuman. Sentuhan fisik juga merupakan cara seseorang menyebarkan virus ke orang lain.
Namun tentu saja tak hanya dengan menjaga jarak, karena kita juga harus tetap menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan, melakukan etika batuk, dan jika kita sakit, maka gunakan masker sehingga kita tidak menularkan penyakit kita ke orang lain.
Rekomendasi dari CDC adalah mencuci tangan setiap kali kita masuk ke dalam ruangan setelah dari luar ruangan, sebelum dan sesudah makan, dan sebelum kita berinteraksi dengan orang yang rentan terhadap COVID-19, yaitu orang yang sudah lanjut usia dan orang yang memiliki kondisi medis kronis.
Social distancing mungkin tidak bisa 100% mencegah transmisi virus, namun dengan mengikuti aturan-aturan sederhana ini, seseorang punya peran penting dalam memperlambat penyebaran virus COVID-19. Para ahli kesehatan menyebut ini sebagai upaya untuk “meratakan kurva” agar jumlah pasien penderita COVID-19 tidak melonjak dalam waktu pendek. Jika terlalu cepat penyebarannya, maka fasilitas kesehatan dan para pekerja medis akan kewalahan. Dengan social distancing, kalaupun nantinya banyak yang kena penyakit, waktunya akan tersebar panjang, sehingga sarana dan prasarana di tempat kita memiliki waktu yang cukup untuk mengatasinya.
Contohnya saja Kota Guangzhou di China yang melakukan pengaturan ini sejak awal wabah COVID-19 merebak. Kota ini memiliki jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit lebih rendah saat hari-hari puncak penyebaran COVID-19 di Wuhan.
3. Isolasi dan karantina juga perlu dilakukan
Selain itu, pemerintah juga melakukan dua cara lainnya untuk membatasi penyebaran virus, yaitu dengan cara isolasi dan karantina.
Isolasi mengacu pada pemisahan seseorang atau orang-orang yang dipercaya telah terinfeksi dan dikhawatirkan bisa menulari orang-orang yang tidak terinfeksi. Isolasi bisa dilakukan secara sukarela maupun diwajibkan oleh pihak otoritas kesehatan.
Sedangkan karantina adalah pemisahan seseorang yang diyakini telah terpapar penyakit menular, meski belum memperlihatkan gejalanya. Cara ini tentu saja untuk menjaga agar virus yang ada di dalam tubuhnya tidak menular ke orang lain. Untuk COVID-19 ini, waktu karantina yang disarankan adalah selama 14 hari.
Baca Juga :