Di Korea Selatan, seseorang yang memiliki MBTI Thinker (T) pasti sering diledek dengan kata-kata, “Neo T, ya?” artinya kamu pasti ber-MBTI T, ya? Mereka yang memiliki MBTI T sering disebut sebagai sosok yang tak berperasaan. Namun, apa sih perbedaan mendasar MBTI T dan F, Bela?
Perbedaan utama antara penilaian berpikir dan penilaian perasaan adalah sifat kriteria evaluatifnya. Seperti yang akan kita lihat, para pemikir (T) cenderung menggunakan kriteria yang bersifat impersonal dan berdasarkan logika, sedangkan para perasa (F) mempertimbangkan selera dan perasaan, baik perasaan mereka sendiri maupun perasaan orang lain, dalam mengambil keputusan.
T dan F juga berbeda dalam dalam bidang minat dan keahliannya. Biasanya, hal ini berkaitan langsung dengan kriteria penilaian pilihan mereka. Namun, bukan berarti T tidak tidak pernah mempunyai perasaan atau bahwa para F tidak pernah menggunakan logika.
Nah, yuk, simak lebih jauh mengenai perbedaan T dan F berikut ini!
1. T berpikir sangat logis
T adalah sosok yang berpikir dengan logika. Inilah sebabnya mengapa para pemikir cenderung unggul dan tertarik pada bidang-bidang yang memerlukan pemikiran logis atau strategis seperti sains, matematika, filsafat, ilmu komputer, bisnis, atau teknik.
Bahkan, mereka yang terlibat dalam bidang-bidang yang berhubungan dengan F, misalnya layanan kesehatan, cenderung bekerja pada bidang-bidang T, seperti penelitian, informatika, manajemen operasi, dan sejenisnya.
2. T sangat memperhitungkan sesuatu berdasarkan untung rugi
Semua yang dilakukan oleh T harus dihitung untung dan ruginya. Sekalipun secara tidak sadar, mereka terus-menerus mempertimbangkan peluang dan merencanakan cara untuk membawa segala sesuatunya ke arah yang lebih baik.
Perhitungan tersebut memainkan peran penting dalam pemikiran strategis dan logistik, menghitung cara untuk mengurangi biaya atau meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
3. T mengurangi waktu untuk berpikir
Menurut T, perasaan mereka bukanlah prioritas utama. Para pemikir kadang-kadang dianggap sebagai orang yang jauh atau tidak terikat secara emosional. Meskipun begitu, melepaskan emosi bagi T sangat penting untuk pemrosesan logika yang efektif.
Hal ini tidak berarti bahwa para pemikir harus menghindari hal-hal yang berhubungan dengan perasaan, namun adakalanya pengolahan logis yang murni terbukti berguna. Karena para pemikir menghabiskan lebih sedikit waktu untuk menyesuaikan diri dan memenuhi kebutuhan orang lain, mereka sering kali memiliki lebih banyak waktu dan energi untuk dicurahkan pada pekerjaannya.
4. F sangat mengedepankan emosi
Dalam merespons segala sesuatu, F tidak hanya sadar akan emosinya, tetapi mereka juga peka terhadap nuansa dan kehalusan emosi. Mereka juga sangat memahami variasi dan nuansa yang lebih luas.
Para F merasa bahwa kata-kata tidak cukup untuk menangkap dan menyampaikan pengalaman mereka. Untuk, itu para F menyalurkannya lewat puisi, musik, fashion, atau seni untuk mengekspresikan emosi mereka yang kompleks.
5. Kehidupan F lebih ‘berwarna’
Jika kita mengasosiasikan T dengan kriteria hitam-putih dan logis, maka F dapat dipandang sebagai sosok yang lebih berwarna. Meskipun T sering berpikir secara strategis, tapi F berusaha mengedepankan cara yang lebih unik dan sulit ditebak.
F adalah sosok yang sangat afektif, sehingga mereka suka merawat sesuatu. F berfungsi sebagai semacam perekat sosial yang membuat orang tetap sehat, terhubung, dan selaras dengan kebutuhan dan perasaan satu sama lain.
Itulah beberapa perbedaan T dan F, bagaimana kamu sudah paham belum, Bela? Ada yang relate, kah?