Bulan Ramadan sebentar lagi tiba. Umat Muslim di seluruh dunia akan menjalankan kewajibannya yaitu berpuasa selama sebulan. Namun beberapa hari sebelum bulan Ramadan, kondisi Indonesia yang sedang damai ini berubah menjadi mencekam setelah 4 bom meledak di Surabaya pada Minggu pagi (13/5) di 3 gereja. Nggak hanya menimbulkan amarah dan duka, tragedi tersebut membuat kita kembali bertanya-tanya, “Apa sih motifnya?”, “Apakah harus begini ketika keyakinan kita berbeda?”
Saya rasa aksi terorisme adalah murni terorisme, karena agama manapun nggak mengajarkan penganutnya untuk melakukan kekerasan terhadap sesama manusia, meskipun berbeda keyakinan.
Apapun latar belakang aksi tersebut, apakah masih zaman saling menyerang sesama saudara sendiri? Kalau dipikir-pikir, Indonesia ini merupakan salah satu negara yang paling majemuk dan kita sudah bertahan selama 72 tahun. Perbedaan agama, suku dan budaya sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu. Kita sudah terbiasa berteman dengan orang yang berbeda. Kita sudah terbiasa melihat masjid, gereja dan rumah ibadah lainnya ada dalam satu wilayah. Tapi kenapa sekarang dipermasalahkan, atau kenapa tindak kekerasan bahkan terorisme harus membawa isu agama?
Padahal, menghormati perbedaan itu penting dan banyak manfaatnya. Sebagai makhluk sosial, kita selalu membutuhkan pertolongan orang lain, dan pertolongan tersebut nggak pandang bulu, suku atau agama. Coba lihat teman-teman kita di kampus atau di kantor, pasti beberapa dari mereka memiliki keyakinan yang berbeda dengan kita. Lantas, bayangkan ketika mereka harus terluka hanya karena ada yang berpikir perbedaan itu harus dihilangkan, apakah kita akan diam saja? Jika kita bisa hidup secara damai, kenapa memilih untuk berselisih?
Apa yang mereka yakini menjadi urusan mereka, sebagaimana apa yang kita yakini menjadi urusan kita. Ketika nggak ada pemaksaan, nggak ada yang merasa paling benar, maka kehidupan akan damai-damai saja, kan?