Berbicara soal hubungan dan percintaan sepertinya tidak akan ada habisnya. Selalu ada saja pembicaraan tentang relationship yang bisa diulik, mulai dari mereka yang masih single hingga mereka yang sedang menjalin hubungan atau menikah.
Dalam acara #NgabuburitBarengTinder melalui Instagram Live, Popbela berbincang-bincang dengan Herjunot Ali dan Inez Kristanti, seorang relationship expert, seputar positive masculinity dan singlehood.
Simak di sini pembicaraan seru mereka.
Berani embrace vulnerability
Ketika bicara soal positive masculinity, Junot berpendapat bahwa laki-laki tak harus terlihat tough atau kuat setiap saat, tapi juga bisa merangkul kerapuhan yang dia miliki.
“Kalau gue bilang, cowok yang memiliki positive masculinity adalah seorang laki-laki yang sadar dengan apa yang punya termasuk privilege yang dia miliki. Laki-laki mungkin pengen terus kelihatan tough, tapi di satu sisi bagaimana dia bisa embrace vulnerability dirinya. Embrace jika dia ingin pakai aksesori atau embrace saat dia ingin mengungkapkan perasaannya, atau bahkan menangis,” kata Junot dalam Instagram Live bersama Popbela x Tinder.
Bicara tentang pasangan yang cocok dan hubungan sehat
Junot juga bercerita tentang pasangan ideal menurutnya. Dia mengaku, bahwa dia mengharapkan sosok perempuan yang sudah nyaman dengan dirinya sendiri.
“Yang pasti gue mencari partner yang bisa satu frekuensi, terutama dia yang sudah nyaman dengan dirinya sendiri. Tahu apa yang ingin dia lakukan, pikirannya visioner, maju, dan tidak terintimidasi dengan hal-hal artificial yang ada di dunia ini,” jelasnya.
Sementara Inez menambahkan soal pentingnya keseimbangan dalam hubungan yang sehat. Bagaimana kita dan pasangan bisa saling mendengarkan, tetap jadi diri sendiri, tanpa harus merasa selalu benar.
“Bagaimana cara bisa kita respect orang, tapi tetap jadi diri sendiri. Tantangannya adalah balancing itu. Gue pengen impress orang secara tapi secara nggak sadar gue mengubah diri gue menjadi seseorang yang dia suka. It’s not good,” ujarnya.
“Tetap harus ada keseimbangan. Balancing antara gue bisa dengar opini. Hubungan yang sehat itu bisa sepakat untuk berbeda dan bisa saling respect, nggak merasa saling benar. Hubungan itu juga harus memberi ruang untuk kita berkembang menjadi diri sendiri, walaupun kita berada di relationship yang saling sayang,” lanjut Inez.
Cara tahu, "It's a match or not?"
Ketika ditanya bagaimana kita tahu apakah orang yang dekat dengan kita itu benar-benar cocok atau tidak, baik Junot dan Inez sama-sama sepakat bahwa hal itu tak bisa dilakukan secara instan.
“Kita nggak bisa tahu di dalam satu detik pertama. Harus interaksi dulu sama orang ini. Prinsipnya kalau mencari pasangan nggak usah menuntut diri sendiri, untuk cari orang yang cocok dari awal. Bagaimana kita bisa tahu cocok, kalau kita tidak mau menjalani apa pun. Kalau setelah dijalani dan akhirnya nggak cocok, ya, bisa dijadikan pengalaman,” tutur Inez.
Inez juga bicara soal pentingnya memiliki ekspektasi hubungan. Menurutnya, memiliki ekspektasi yang realistis dan sehat sangat penting dimiliki setiap orang dalam hubungan.
“Hubungan itu harus punya ekspektasi, kalau nggak punya, kita jadi diapa-apain aja mau, diperlakukan apa aja mau. Ekspektasi itu adalah nilai-nilai apa yang gue anggap penting, apa yang gue cari dari pasangan, orang ini menghormati apa nggak, visinya sama nggak, kalau gue ngomong didengerin apa nggak, lalu apa gue bisa merasa nyaman dan aman dengan orang ini,” kata Inez.
Lebih lanjut, Junot mengumpamakan proses pendekatan dengan saat ingin membaca sebuah buku.
"Kita tertarik membaca buku dengan melihat sampul buku yang selalu terlihat menarik. Kata pengantarnya juga selalu cantik dan bagus. Nah, seperti itulah saat kita mengenal orang baru. Tapi begitu kenal, kita akan tahu rahasia-rahasianya. Rahasia yang dia bagi bersama keluarga, bersama teman-temannya, dan rahasia yang hanya dia bagi dengan dirinya sendiri. Bisakah kita menerima rahasia-rahasianya itu?" tutur Junot.
"Mampukah lo menerima perubahan karakternya, ketika semua itu topeng-topeng itu akan kebuka. It’s complicated untuk langsung tahu dia the right person or not. Itu sama aja kayak hiring people. Hiring itu guessing, firing itu making a decision. Ketika relationship itu sudah toxic, ya, udah cut it, lo nggak akan bisa mengubah seseorang." tambahnya.
Menjadi single dan happy
Sebagai seorang laki-laki single, Junot mengatakan bahwa menjadi seorang single tidak masalah, selama diri kita sendiri bahagia dan tidak merugikan orang lain.
"As long as your happy, you don’t do something bad to other people, it’s okay. Hidup yg simpel aja selama orang-orang di sekitar lo nyaman dengan diri lo yang single dan lo juga nyaman, ya sudah," katanya.
Lebih lanjut, Junot juga mengatakan untuk mereka yang sedang single karena pilihan dan tidak sedang mencari hubungan serius, selalu coba untuk jujur di awal.
"Bilang kalau lo emotionally available, contohnya saat baru kenalan sama orang. Jangan memberi harapan," tambah Junot.