Tunggu, tunggu sebentar lagi.
Sedikit lagi perasaan carut marut yang lalu hampirlah rapi. Rak-raknya sudah aku bersihkan dan sedang aku rapikan. Tinggal satu buku lagi. Semua yang sudah pernah terjadi, sudah aku simpan rapi semuanya dan aku tidak akan membukanya kembali. Luka lama itu.
Tunggu, tunggu sebentar lagi.
Aku sedang memastikan bahwa kali ini perasaanku melebur pada tempatnya. Jadi ia bisa membaur padu dengan segala perbedaan dan warna yang aku miliki dan kamu punya. Sehingga kita bisa terus bersama.
Tunggu, tunggu sebentar lagi.
Aku sedang meyakinkan diriku, bagaimana jika aku mencoba membuat kesalahan, akankah kamu menepi? Sekadar menyatakan bahwa kamu bisa menerima semuanya. Kamu pernah berkata, bahwa aku bukanlah orang yang sabar. Hm, bukan begitu. Bukannya aku tak sabaran. Aku hanya ingin tahu, sesabar apa dirimu jika menghadapi semua kekuranganku. Dengan sengaja aku memperlihatkan sisi burukku di awal. Karena semua kelebihan, pasti bisa diterima, namun kekurangan?
Sabar, sabar, sabar.
Kata itu yang selalu kamu ungkit. Bahwa aku tidak sabaran. Maka, tunjukkanlah. Tunjukkan bagaimana cara pandangmu tentang sabar itu. Seperti yang selalu kamu ungkit.
Lalu,
Apakah dengan pergi bersama wanita lain adalah versi sabarmu? Begitu?
Lucu.
Padahal, aku mulai percaya padamu, mulai membuka hatiku sepertinya kamu berbeda dari yang sebelumnya. Aku meyakinkan diriku sekali lagi. Bahwa kamu sungguh dewasa, bisa menerima diriku apa adanya. Tapi, ya sudahlah. Tidak apa-apa. Padahal seandainya kamu sabar, aku baru mau memulai.