Sebagai kepala rumah tangga, seorang suami berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Nafkah tersebut mencakup nafkah lahir, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Selain itu, suami juga harus mencukupi nafkah batin berupa keharmonisan dan kepuasan intim terhadap istrinya.
Nah, bagaimana jika istri bekerja dan memiliki penghasilan sendiri? Apakah suami berhak meminta uang hasil jernih payah sang istri? Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut Popbela akan memaparkan hukum suami meminta uang hasil kerja istri dalam pandangan Islam. Yuk, simak selengkapnya!
1. Nafkah merupakan kewajiban suami
Setelah menikah, seorang suami harus menunaikan kewajibannya, yakni mencari rezeki untuk menafkahi istri dan anaknya. Istri tidak wajib untuk menanggung nafkah keluarga karena segala kebutuhan dan keperluan rumah serta anak-anaknya menjadi tanggung jawab suaminya. Terdapat banyak dalil yang menjelaskan tentang kewajiban suami menafkahi istrinya, di antaranya:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 233)
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.” (QS. At-Thalaq: 6)
2. Tidak ada kewajiban istri mencari nafkah
Mengutip dari Bincang Syariah, tidak ada kewajiban kepada istri untuk memberi nafkah keluarga. Maka, seorang istri tidak wajib untuk bekerja mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kalau pun ingin bekerja di luar rumah, istri harus mendapat izin dari suaminya.
Harta atau uang milik istri yang didapatkan dari hasil kerja kerasnya, sepenuhnya menjadi hak milik istri. Suami tidak mempunyai hak sedikit pun dari harta tersebut. Kelemahan fisik maupun statusnya sebagai istri tak menjadi pembenaran bahwa suami dibolehkan ‘merampas’ uang milik istrinya.
Kendati demikian, penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja keras istri itu bisa berdampak positif atau negatif terhadap keluarga, lho. Bisa jadi, penghasilan istri itu dapat membantu perekonomian keluarga, atau justru sebaliknya, menjadi ancaman dan masalah dalam rumah tangga. Jadi, baik suami maupun istri harus bijak menyikapi hal ini, ya.
3. Jika suami ingin meminta uang istri, harus berdasarkan kerelaan sang istri
Syekh Abdullah bin Abdur Rahman al Jibrin pernah ditanya tentang hukum suami mengambil uang milik istri. Ia menjawab, istri lebih berhak dengan mahar dan harta yang ia miliki, baik melalui usaha yang dilakukan, hibah, atau warisan. Istri yang paling berhak untuk melakukan apa saja dengan hartanya itu, tanpa ada campur tangan suami.
Uang atau harta istri adalah milik pribadinya, sehingga perlakuannya sama seperti halnya kepunyaan orang lain, yakni tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan keridaan dan kerelaannya. Jika ia sudah rida memberikan sebagian atau semua harta yang ia miliki, maka boleh saja dan menjadi halal bagi suaminya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَءَاتُوا النِّسَآءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفَسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 4)
4. Hukum mengambil paksa uang istri
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, harta yang dimiliki istri hanya boleh diambil atas rida atau izin dari istri. Suami tidak boleh memaksa untuk mengambilnya, bahkan sampai mengancam dengan kalimat talak atau perlakuan kasar kalau tidak diberi.
Jika seorang suami mengambil gaji istri tanpa izin atau merampasnya secara paksa, maka itu termasuk dalam perbuatan zalim. Tentu tidak halal bagi suami mengambil harta istri dengan cara yang zalim.
5. Perlunya toleransi dan empati antara suami istri
Idealnya, hubungan suami dan istri terjalin dengan rasa kasih sayang dan empati timbal balik. Hubungan mesra mereka seharusnya tidak tergantung dengan uang. Sebab, harga keutuhan rumah tangga tak bisa dinilai dengan uang. Kerjasama dan saling mendukung harus terjalin untuk menjaga keharmonisan antara suami istri.
Jika suami berkecukupan, seharusnya ia tidak mengambil uang istri. Begitu juga sebaliknya, istri yang berpenghasilan sementara suaminya sedang sulit dalam ekonomi, tak ada salahnya memberikan bantuan untuk menopang kehidupan keluarga dengan jiwa yang ikhlas dan rida. Memberikan uang untuk membantu keluarga seperti ini bahkan akan mendapat dua pahala sekaligus. Seperti dalam hadis nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Dari Abu Sa’id al Khudri Radhiyallahu anhu, diriwayatkan bahwa Zainab istri Ibnu Mas’ud pernah mendatangi Rasulullah dan berkata, ‘Wahai, Nabi Allah. Hari ini engkau memerintahkan untuk bersedekah. Sedangkan aku mempunyai perhiasan dan ingin bersedekah. Namun, Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dirinya dan anaknya lebih berhak menerima sedekahku,’ Nabi bersabda, ‘Ibnu Mas’ud berkata benar. Suami dan anakmu lebih berhak menerima sedekahmu.” (HR. Bukhari)
Dalam lafaz lain, Rasulullah menambahkan,
نَعَمْ، لَهَا أَجْرَانِ، أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Ya, benar. Dia mendapat dua pahala: pahala menjaga hubungan kekerabatan dan pahala bersedekah.” (HR. Bukhari)
Nah, sekarang sudah tahu kan hukum suami meminta uang hasil kerja istri? Kesimpulannya, harta yang dimiliki istri sepenuhnya merupakan hak istri. Seorang istri tidak bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga, tapi jika ia ingin membantu suami dalam ekonomi, itu akan dicatatkan sebagai pahala sedekah untuk sang istri. Suami boleh meminta harta istri jika sang istri telah memberikan rida.