“Aku sih nggak masalah kalau gaji cowok nggak lebih besar dari ceweknya. Tapi bukan berarti cowok jadi males-malesan dan nggak mau berusaha menafkahi ya, kalau itu sudah salah. Yang penting dia tetap commit to do his best lah. Kalau untuk cowok-cowok yang open-minded biasanya dia akan tetap support sih, selama memang si ceweknya juga nggak seenaknya dan jadi merendahkan, ya. Itu intinya sih. Tapi satu sisi juga cowoknya jadi bagus karena dia termotivasi untuk jadi lebih rajin, cari pekerjaan lebih baik, dan segala macamnya. Jadi mestinya sih asalkan keduanya saling menghargai dan saling open-minded, should be fine,” ungkap Diba kepada Popbela saat ditanyai tentang pendapatnya mengenai “Haruskah calon suami lebih mapan dari istri?” beberapa waktu lalu.
Persoalan tentang keuangan memang menjadi salah satu hal yang penting dalam rumah tangga. Kebanyakan orangtua menginginkan anak-anak perempuannya menikah dengan laki-laki yang sudah mapan secara materi dan kepribadian. Namun, terkadang ini justru menjadi persoalan tersendiri saat kita sudah yakin melangkah ke jenjang pernikahan dengan kekasih, tapi tersandung kendala restu orangtua lantaran dianggap pasangan kita kurang mapan. Apakah kamu ada di posisi seperti ini, Bela?
Tentunya ini membuat kita kerap dilema karena sulit menikah lantaran kekasih belum mencapai kriteria yang diinginkan orangtua. Memang, kebanyakan perempuan ingin kehidupan pasca menikahnya aman dan tanpa kekurangan dari segi finansial. Namun, bukan berarti besarnya gaji menjadi faktor utama diterima atau nggaknya seorang laki-laki menjadi pendamping kita. Popbela setuju dengan pernyataan Diba di atas bahwa sebenarnya ini semua tergantung bagaimana kedua pasangan menyikapi persoalan tersebut.
Walaupun misalnya perempuan memiliki gaji yang lebih tinggi dari suaminya, bukan berarti dia jadi seenaknya dan merendahkan. Namun, justru harus tetap menghormati suami sebagaimana perannya sebagai pemimpin dalam keluarga. Begitu pun sebaliknya, pihak laki-laki juga bisa tetap memberikan dukungan dan berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan rumah tangganya dengan harmonis. Bahkan, bisa jadi ini justru membuat sang suami termotivasi menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya. Well, segala kemungkinan itu ada, kan?
Beranjak dari pemikiran ini, Popbela pun menanyakan pendapat tentang seberapa penting sih kemapanan seorang laki-laki sebelum menikah di kalangan millennial. Dari penelusuran tersebut, didapatkan fakta di mana perempuan dan laki-laki memiliki pendapat yang berbeda terkait hal ini. Pada umumnya, laki-laki justru ingin mapan dulu sebelum menikahi pasangannya. Terutama persoalan gaji sendiri, laki-laki nggak mau jika pasangannya punya pendapatan yang lebih tinggi daripada dirinya. Wah, kenapa ya?
“Kalau menurut gue penting banget sih kalau cowok punya gaji lebih besar karena itu pride seorang cowok. Jadi sebelum nikah, gue sih maunya punya penghasilan yang cukup, ya. Paling nggak gue sudah ready, bukan hanya secara mental tapi finansial juga. Kalaupun si istri memilih untuk jadi ibu rumah tangga saja ya gue bisa siap dengan segala kemungkinan karena itu jadi tanggung jawab gue,” jelas Jodhi mengenai pandangannya tentang pentingnya pendapatan seorang suami dalam rumah tangganya.
Senada dengan Jodhi, Fadhil juga menganggap kalau besarnya pendapatan itu penting banget sebelum dirinya memutuskan untuk menikah. Laki-laki berusia 23 tahun ini mengungkapkan kalau bisa memilih, dirinya lebih ingin cari aman dengan punya pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya kelak. Terlepas apakah nanti pasangannya memiliki pendapatan yang lebih besar darinya atau nggak, yang pasti dirinya akan berusaha keras untuk memiliki pekerjaan yang baik dan mapan karena ini menjadi prestasi tersendiri bagi dirinya.
Berbeda dengan laki-laki, para perempuan yang Popbela wawancarai justru memiliki pendapat lain mengenai besarnya pendapatan pasangan mereka dalam rumah tangga. Kebanyakan perempuan rupanya nggak terlalu mempermasalahkan jika suaminya kelak memiliki pendapatan yang lebih rendah dari mereka. Pasalnya, bagi mereka yang terpenting adalah keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
“Nggak masalah sih kalau si cewek punya gaji lebih tinggi karena ini terjadi di gue dan gue nggak masalah juga, yang penting kebutuhan hidup terpenuhi. Tapi meskipun gaji si cewek lebih tinggi ya jangan merendahkan juga karena tetap suami kepala keluarga. Dan memang tetap harus terbuka karena uang itu sensitif dan bisa menimbulkan masalah yang besar kalau nggak saling terbuka,” cerita Niken kepada Popbela beberapa waktu lalu.
Seorang perempuan lainnya bernama Nesya menuturkan kalau menurutnya pendapatan laki-laki memang sebaiknya lebih besar daripada pasangan karena dialah yang akan membiayai anak istrinya kelak. Meski begitu, Nesya nggak menjadikan gaji sebagai hal utama dalam hubungannya karena yang penting ialah adanya kecocokan. Masalah nafkah, yang penting pasangannya bisa membiayai kebutuhannya dengan cukup, tentunya ini nggak masalah. Rupanya, kecocokan memang menjadi pertimbangan utama bagi perempuan untuk memilih pasangannya, ya.
Untuk menguatkan pendapat, Popbela menemui seorang relationship coach bernama Satria Utama yang memang terbiasa menangani kehidupan percintaan. Menurutnya, poin utama seorang laki-laki disebut siap menikah bukanlah dilihat dari kemapanan secara finansial, melainkan justru kemapanan dari segi emosional. Seorang laki-laki akan menjadi pemimpin di keluarganya, maka dia harus memiliki tujuan apa yang dia inginkan dan bagaimana dia akan membangun rumah tangganya kelak.
“Nggak harus mapan, apalagi standar mapan itu nggak jelas, ya. Mapan tuh yang kayak gimana sih? Yang jelas calon suami itu harus mapan secara emosional, itu penting banget. Laki-laki pada umumnya lamban untuk mapan secara emosional. Lebih baik cari pasangan yang mapan secara emosional dulu karena materi itu bisa dibangun bareng, dengan catatan standar hidupnya realistis,” jelas Satria Utama.
Laki-laki berkacamata ini mengungkapkan jika kesuksesan itu akan dibangun bersama saat kedua pasangan telah menikah. Jika perempuan menginginkan pasangannya harus mapan dulu sebelum menikah, maka rasanya itu menjadi hal yang cukup mustahil. Pasalnya, pada umumnya laki-laki baru bisa fokus mengejar kesuksesan setelah dia sudah mendapatkan ketenangan, ketenteraman, cinta, dan kasih sayang yang dibangun dalam rumah tangganya. Jadi pepatah yang mengatakan bahwa “Di balik kesuksesan suami, selalu ada istri yang hebat di belakangnya” memang nyata adanya.
Namun balik lagi, biasanya orangtua yang justru nggak memperbolehkan anaknya menikah jika pasangannya belum mapan. Satria menyarankan jika kamu berada di posisi seperti itu maka cobalah ajak orangtuamu berdiskusi secara baik-baik. Bicarakan secara realistis dan ungkapkan pandanganmu kalau kemapanan seorang laki-laki akan terbangun bertahap, di mana dia butuh pendamping selama proses menuju kesuksesan tersebut. Ingatlah bahwa nggak ada kesuksesan yang datang begitu saja tanpa pengorbanan dan kerja keras sebelumnya.
Ya, memang kesuksesan itu butuh proses. Kembali lagi pada pribadi masing-masing, apakah ia akan menunggu mapan secara finansial dulu atau lebih memilih menikah dan bangun kesuksesan bersama pasangan setelahnya. Bagaimana pendapatmu, Bela?