Isu perselingkuhan akhir-akhir ini sedang ramai dibahas. Banyak public figure yang terseret dalam isu perselingkuhan. Menjalani hubungan berdua, membangun rumah tangga berdua, tetapi bisa berakhir karena orang ketiga.
Tak hanya yang berpacaran, yang menikah pun tak lepas dari masalah perselingkuhan. Selingkuh dalam pernikahan memang sebuah masalah yang tak akan pernah lekang dimakan waktu.
Banyak orang menganggap bahwa laki-laki selingkuh dan meninggalkan istrinya demi perempuan yang lebih seksi atau cantik. Sementara, perempuan akan meninggalkan suaminya demi laki-laki yang lebih mapan.
Padahal, bukan itu alasan sebenarnya seseorang berselingkuh. Ternyata, seseorang bisa selingkuh karena kondisi otaknya. Pasalnya, perselingkuhan, kesehatan otak, dan kondisi mental seseorang memiliki hubungan yang saling berkesinambungan. Bagaimana mereka saling terkait? Simak 4 alasan berbasis neuroscience mengapa seseorang berselingkuh berikut ini, ya, Bela.
1. Kecanduan euforia cinta
Pengalaman indah jatuh cinta dan tergila-gila dengan seseorang tidak bertahan selamanya. Ahli saraf menemukan bahwa setelah 6 bulan hingga 2 tahun, rasa cinta yang menggebu-gebu itu bisa berubah menjadi cinta dan komitmen yang lebih dalam atau keputusan untuk berpisah dan melepaskan diri.
Banyak terapis pasangan mengatakan bahwa perselingkuhan terjadi karena orang salah mengira kurangnya intensitas dan euforia sebagai tanda bahwa mereka telah putus cinta. Kurangnya euforia ini dapat mendorong seseorang untuk mencari pasangan lain untuk mencoba menciptakan kembali intensitas cinta yang tinggi.
Bagi sebagian orang, kebutuhan untuk merasakan aliran cinta yang baru membuat mereka terus mencari hubungan di luar nikah. Mereka ingin merasakan euforia cinta dengan orang lain, yang padahal siklusnya akan tetap sama.
2. Kehilangan sirkuit kontrol diri
Sirkuit kontrol diri adalah sistem penyeimbang antara bagian otak limbik yang memotivasi untuk mencari aktivitas yang menyenangkan dan bagian otak korteks prefrontal (PFC) yang membuat seseorang berpikir dua kali sebelum terlibat dalam perilaku berisiko, seperti perselingkuhan.
Ketika sirkuit kontrol diri seimbang, kontrol impuls akan dapat menghentikan seseorang dari berselingkuh. Namun, ketika aktivitas PFC rendah atau bagian otak yang memikirkan perilaku berisiko rendah, terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan seseorang menyerah pada keinginan impulsif tanpa memikirkan konsekuensinya.
Studi pencitraan otak menunjukkan bahwa orang dengan aktivitas PFC yang rendah lebih mungkin untuk bercerai. Untuk mengatasinya, meminta bantuan pada terapis profesional bisa kamu pertimbangkan. Contohnya, kamu bisa mencoba program yang dibuat oleh Stress Management Indonesia seperti Brain Health Assessment untuk mengetahui kondisi sirkuit kontrol diri otak.
3. Faktor Testosteron
Sebuah studi tahun 2019 menemukan bahwa laki-laki dengan kadar testosteron tinggi lebih mungkin untuk melakukan perselingkuhan daripada laki-laki dengan kadar testosteron yang lebih rendah.
Testosteron terlibat dalam suasana hati, motivasi, dan seksualitas. Tingkat testosteron yang tinggi dikaitkan dengan empati yang lebih rendah dan hawa nafsu yang tinggi, yang bisa menjadi resep untuk berselingkuh.
4. Otak yang tidak setia itu berbeda dalam bersikap
Studi pencitraan otak telah menemukan bahwa otak seseorang yang setia berbeda dari yang selingkuh. Ketika seseorang melihat gambar romantis, seperti pasangan berpegangan tangan atau menatap mata satu sama lain, aktivasi otak berbeda antara yang orang yang setia dan tidak setia. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang setia menunjukkan lebih banyak aktivitas saraf terkait hadiah saat melihat gambar romantis dibandingkan dengan orang yang tidak setia.
Tips mencegah perselingkuhan dalam pernikahan
Menurut Coach Pris, CEO Stress Management Indonesia, untuk mencegah terjadinya perselingkuhan, sebaiknya pasangan saling mengenal kondisi satu sama lain sebelum menikah, sehingga bisa memahami kondisi pasangannya dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
Pasangan yang sehat akan membentuk anak yang sehat, kemudian memengaruhi lingkungan sekitar menjadi lebih sehat juga. Untuk mencapai revolusi mental di Indonesia, bisa dimulai dari memperbaiki kondisi unit terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.
Itulah 4 alasan ilmiah mengapa perselingkuhan bisa terjadi. Kondisi otak sangat memengaruhi seseorang untuk berselingkuh. Untuk mengetahui dan memperbaiki kondisi kesehatan otak, Stress Management Indonesia menawarkan program seperti Brain Health Assessment, serta program-program lainnya.
Kamu bisa mengunjungi situs Stress Management Indonesia untuk mengetahui informasi lebih lanjut!